Data 13.221 BUMDes berbadan hukum, dengan modal awal Rp 5,4 triliun dan aset Rp 312,67 miliar menimbulkan pertanyaan, karena jika mayoritas BUMDes menguntungkan, maka akan terjadi akumulasi aset yang jauh lebih besar.
Oleh UNGGUL SUPRAYITNO
Menteri Kementerian Desa menulis opini di Kompas (20/1/2023) dengan judul ”Setelah Sembilan Tahun UU Desa”. Salah satunya membahas keberhasilan BUMDes.
Pak Menteri menulis, Rp 5,8 triliun dana desa dialokasikan sebagai modal usaha badan usaha milik desa (BUMDes). Hasilnya, Rp 1,8 triliun pendapatan asli daerah (PAD) bersumber dari bagi hasil keuntungan BUMDes.
Bagi hasil sebesar 31 persen dari modal usaha merupakan angka yang sangat tinggi, apalagi mengingat adanya pandemi dalam tiga tahun terakhir.
Saat membaca iklan laporan BUMDes di Kompas (2/2/2023), saya semakin meragukan akurasi data yang digunakan dalam tulisan opini karena data tidak konsisten. Dalam laporan disebutkan total modal awal BUMDes Rp 5,4 triliun dengan total omzet Rp 149,5 miliar.
Artinya, omzet BUMDes hanya 2,7 persen dari modal awal. Keuntungan dihitung dari omzet dikurangi biaya, jadi keuntungannya akan lebih kecil dari 2,7 persen. Artinya, keuntungan BUMDes sangat jauh dari angka 31 persen seperti ditulis Pak Menteri.
Selanjutnya membaca di laporan tentang data 13.221 BUMDes berbadan hukum, dengan modal awal Rp 5,4 triliun dan memiliki aset Rp 312,67 miliar. Data ini menimbulkan pertanyaan, karena jika mayoritas BUMDes menguntungkan, maka akan terjadi akumulasi aset yang jauh lebih besar dari jumlah tersebut.
Membaca informasi di atas, klaim keberhasilan BUMDes dalam tulisan opini patut dipertanyakan.
Unggul SuprayitnoPejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Infografik Tren Kecelakaan Lalu Lintas Selama Operasi Lilin
”Keselamatan bukanlah sebuah keberuntungan”.
Tulisan itu pernah terbaca pada sebuah kendaraan operasional Jasa Marga. Survei menyebutkan, penyebab kematian tertinggi di Indonesia adalah kecelakaan lalu lintas, diikuti kecelakaan kerja, konflik, dan bencana alam.
Kecukupan rambu dan kepatuhan pada syarat mendapat izin mengemudi seharusnya membuat aman. Kenyataannya, ada saja pengguna jalan yang tidak paham rambu dan mementingkan diri sendiri.
Misalnya, saat keluar dari jalan lebih kecil menuju jalan lebih besar, tanpa melihat keadaan langsung memasukkan moncong kendaraan. Ada yang bisa antisipasi, ada yang tidak. Terjadilah kecelakaan.
Rambu huruf S di jalan kecil sering tidak dibaca. Padahal, artinya adalah setiap kendaraan wajib berhenti beberapa detik sebelum masuk pada jalan yang lebih besar.
Begitu juga di jalan bebas hambatan. Saya sering melewati kendaraan berkecepatan 40–60 km/jam di lajur mendahului. Perilaku ini juga sering berdampak kecelakaan.
Yang lain, misalnya, berhenti di badan jalan. Hal ini menjadi lebih berbahaya jika kendaraan berhenti di jalan yang menikung dan menurun.
Beberapa titik kemacetan diakibatkan oleh angkutan umum yang menunggu penumpang. Pada jam tertentu, petugas membantu mengatasi. Akan lebih baik jika muncul kesadaran peduli lalu lintas.
Belum lagi menggunakan gawai saat berkendara. Bayangkan panjang antrean dan potensi terjadi kecelakaan.
Meminjam Peduli Lindungi untuk menghentikan penyebaran Covid-19, kita juga perlu peduli berlalu lintas demi melindungi pengguna jalan lain. Mereka juga ingin selamat dan bertemu keluarga.
Syafrizal MaludinRumah Dinas LIPI, Cibinong Science Center, Bogor 16911
Saya dan beberapa penumpang KA Argo Cheribon 25 mengeluhkan sempitnya toilet di kereta kelas ekonomi.
Stiker peringatan yang dipasang di pintu toilet berbunyi: Awas Terjepit Pintu (Mind Your Hands), awalnya sempat menimbulkan tanya.
Rupanya pemasangan stiker tersebut cukup beralasan. Begitu masuk ke dalam toilet berukuran 1,5 x 1,5 meter persegi, kita menjadi susah keluar. Saat pintu dibuka, tidak tersedia ruang cukup untuk melangkah ke luar. Di dalam ada kloset duduk dan wastafel. Maka, ruang bebas dalam toilet terasa kurang.
Karena pintu toilet dibuka mengarah ke dalam, ruang semakin terasa sempit. Saat kaki melangkah ke luar menjadi tidak mudah, apalagi kereta bergoyang karena terus melaju.
Bisa dibayangkan kesulitannya pada perempuan atau lansia, apalagi jika lantai toilet basah dan licin. Tangan juga sulit berpegang pada pintu sebab tidak ada pegangannya.
Fasilitas toilet di kereta sangat penting sehingga perlu dirancang agar memudahkan pengguna. Peringatan Awas Terjepit Pintu itu akhirnya bisa saya pahami.
A RistantoJatimakmur, Pondokgede, Kota Bekasi