Insentif untuk pembangunan infrastruktur atau stasiun pengisian baterai kendaraan 4-7 kali lebih efektif dibandingkan subsidi BBM langsung ke konsumen.
Oleh ADITYA PUTRA PERDANA
JAKARTA, KOMPAS — Subsidi kendaraan listrik sebaiknya menyasar transportasi publik berbasis listrik dan sepeda motor listrik. Di sisi lain, ekosistem kendaraan listrik, seperti stasiun pengisian ulang dan penukaran baterai, perlu terus dibangun.
Peneliti Sistem Ketenagalistrikan dan Sumber Daya Energi Terdistribusi Institute for Essential Services Reform (IESR) Faris Adnan Padhilah dalam peluncuran Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023 oleh IESR, secara daring, Selasa (21/2/2023), mengatakan, insentif untuk transportasi publik tepat karena masuk dalam salah satu bagian dari strategi Avoid-Shift-Improve atau mendorong masyarakat berpindah dari menggunakan kendaraan pribadi menjadi transportasi publik.
”Bus listrik di Jakarta saat ini biaya pembeliannya sekitar 3 hingga 4 kali lebih besar dibandingkan bus biasa berbahan bakar minyak (BBM). Dengan adanya insentif, akan membuat harga lebih terjangkau. Juga membuat (pelaku usaha) pindah ke bus listrik. Sebab, bus listrik memiliki getaran cukup rendah dan noise kecil,” kata Faris.
Berikutnya, kata Faris, insentif juga perlu diberikan untuk kendaraan roda dua atau sepeda motor. Pasalnya, peralihan penggunaan dari sepeda motor BBM ke sepeda motor listrik akan menghemat biaya operasional. Terlebih lagi pada program konversi dari sepeda motor BBM ke sepeda motor listrik.
Menurut dia, konversi sepeda motor listrik membawa manfaat bagi multipihak. ”Ada dua sisi yang diuntungkan. Pertama ialah pengguna (pemilik sepeda motor lama). Kedua ialah pemilik bengkel atau UMKM (usaha mikro kecil menengah),” katanya.
Catatan IESR lainnya, insentif untuk pembangunan infrastruktur atau stasiun pengisian baterai kendaraan 4-7 kali lebih efektif dibandingkan subsidi BBM langsung ke konsumen. Sebab, insentif itu akan menarik bagi investor yang nantinya akan membuat stasiun pengisian, yakni stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) lebih banyak dan tersebar.
Sejumlah dorongan insentif itu, terutama untuk transportasi publik dan sepeda motor, serta pengembangan ekosistem kendaraan listrik diperlukan mengingat lebih dari 90 persen emisi pada sektor transportasi disumbang transportasi darat. Catatan IESR, dari 2015 hingga 2019, konsumsi bahan bakar meningkat sekitar 1,2 juta kiloliter (KL) per tahun. Adapun pada 2020 menurun karena pandemi Covid-19.
”Sekitar 52 persen bahan bakar yang dikonsumsi tersebut berasal dari impor yang membuat ketahanan energi kita riskan. Seperti yang terjadi (pada 2022) saat ada invasi Rusia ke Ukraina, yang turut menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga BBM. Pemerintah pun terpaksa mengeluarkan biaya subsidi BBM tiga kali lipat dari yang direncanakan,” ujar Faris.
Yakinkan investor
Mengenai dorongan elektrifikasi pada transportasi publik, Peneliti Kebijakan Lingkungan IESR Ilham RF Surya mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah menerapkan proyek percontohan elektrifikasi bus rapid transit (BRT) di Bandung dan Surabaya.
”Namun, dari pantauan dan penelitian kami, ada kendala di infrastruktur isi ulang baterai bus listrik tersebut. Karena ini baru proyek percontohan, maka menjadi ruang untuk sama-sama belajar. Di samping itu, pemerintah perlu meyakinkan investor dalam membangun atau memasang SPKLU (stasiun pengisian kendaraan listrik umum). Itu juga agar masyarakat yakin,” katanya.
Ketua Forum Transportasi Energi dan Lingkungan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Indira Darmoyono menuturkan, subsidi pemerintah pada bus listrik bisa berupa penjaminan. Sebab, yang berat bagi operator bus dalam membeli kendaraan listrik ialah biaya awal sehingga perlu dicarikan solusinya.
”Yang bisa dilakukan adalah dengan penjaminan agar bunga kreditnya bisa 1 digit karena kalau 2 digit terlalu berat. Menurut kami, subsidi ini bisa difokuskan pada kendaraan umum seperti taksi, bus, dan (untuk) barang,” katanya.
Co-coordinator Electricity Technical Feasibility Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wildan Fujiansyah menuturkan, elektrifikasi sepeda motor perlu menjadi prioritas mengingat harga mobil listrik masih belum terjangkau.