Nasib proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G dan fasilitas pendukungnya kini tidak jelas karena tersandung kasus dugaan korupsi. Hak untuk mengakses informasi dari masyarakat pun terhambat.
JAKARTA, KOMPAS — Kasus dugaan korupsi proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station 4G berpotensi menghambat upaya pemerataan akses informasi masyarakat, khususnya bagi masyarakat di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal atau 3T.
Adapun penyediaan infrastruktur yang dimaksud adalah base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1 sampai 5 dari Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kasus ini kini masih dalam penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
Menurut rencana, proyek itu akan membangun 7.904 menara BTS 4G di daerah 3T. Pembangunannya dilakukan dalam dua fase, yakni 4.200 desa pada 2021, lalu dilanjutkan 3.704 desa pada 2022. Seiring dengan berjalannya proyek, Kemenkominfo juga telah memutus jaringan 3G di sejumlah wilayah Indonesia untuk mempersiapkan 4G sebagai tulang punggung telekomunikasi Indonesia.
Kepala Divisi Akses Internet Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Unggul Sagena saat dihubungi di Jakarta, Jumat (10/3/2023), mengatakan, kasus dugaan korupsi dalam proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G dan pendukungnya dapat menimbulkan ketidakpastian nasib masyarakat. Masyarakat di daerah 3T lebih terdampak ketimbang di kota besar.
”Sejumlah daerah 3T itu termasuk titik buta dan tidak terjangkau oleh sinyal komunikasi. Adanya kasus dugaan korupsi bisa membuat proyek pembangunan menjadi tidak jelas seperti apa nasibnya,” ujar Unggul saat dihubungi.
Di sisi lain, pembangunan BTS seharusnya dapat membuat sinyal menjadi aksesibel bagi wilayah sekitarnya dan stabil. Terhambatnya pembangunan BTS dan fasilitas pendukungnya dapat membuat masyarakat di daerah 3T semakin tertinggal. Mereka yang sebelumnya susah sinyal akan tetap kesulitan akses informasi.
Menurut pakar keamanan siber Pratama Persadha, adanya kasus dugaan korupsi proyek Bakti pasti berimbas pada perluasan dan jangkauan internet di Indonesia. Proyek ini merupakan bagian dari Palapa Ring dari Sabang sampai Merauke.
Palapa Ring merupakan proyek infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas dan tulang belakang internet di Indonesia. Proyek ini melibatkan pembangunan jaringan serat optik yang menghubungkan seluruh wilayah Tanah Air.
”Keberadaan Palapa Ring bagi masyarakat sangat besar. Koneksi internet membuka ruang akses informasi dan teknologi lebih cepat. Ini kemudian berefek domino ke pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan daya saing Indonesia di tingkat global,” ungkap Pratama yang juga Chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC).
Walakin, harapan itu hampir pupus karena kasus dugaan korupsi proyek Bakti. Upaya pemerataan internet akan terhambat dan terlambat. Pratama menilai, hal ini cukup mengecewakan karena sinyal 4G yang seharusnya menjadi tulang punggung telekomunikasi Indonesia terganggu prosesnya.
Oleh karena itu, tambahnya, proyek Bakti harus diperhatikan serius oleh pemerintah, DPR, dan masyarakat. Kasus dugaan korupsi ini harus dikawal agar tidak terjadi lagi ke depan.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong belum dapat mengonfirmasi perihal kelanjutan dari proyek penyediaan infrastruktur BTS dan fasilitas pendukungnya. ”Saya harus periksa dulu ke Bakti. Saya kurang mengikuti prosesnya,” kata Usman.
Adapun pemutusan sinyal 3G, lanjut Usman, telah dilakukan di sejumlah wilayah secara bertahap. Dia mencontohkan, di Sumatera Utara masih ada yang daerah bersinyal 3G. Sementara di DKI Jakarta sudah tidak ada lagi.
Pemutusan ini dilakukan dengan pertimbangan kebutuhan, ketersediaan infrastruktur, dan jaringan yang digunakan masyarakat.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana menuturkan, perkembangan kasus dugaan korupsi proyek Bakti akan dipaparkan pada Senin (13/3/2023) pukul 14.00. Pemaparan akan dilakukan Ketut bersama dengan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi.
Hingga kini, Kejagung telah menetapkan lima tersangka. Kelimanya adalah AAL, Direktur Utama Bakti Kemenkominfo; GMS, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; YS, Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020; MA; Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment; dan IH, Komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Kelima tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal (3) juncto Pasal (18) Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.