Peremajaan sarana kereta rel listrik tetap urgen demi layanan transportasi publik yang optimal dan terjaminnya keselamatan pengguna jasa. Rencana mengimpor kereta bekas terhambat dan menuai polemik.

Oleh JUMARTO YULIANUS

JAKARTA, KOMPAS — Peremajaan sarana kereta rel listrik tetap urgen demi layanan transportasi publik yang optimal serta terjaminnya keselamatan pengguna jasa. Produksi dalam negeri saat ini dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan kereta rel listrik. Pemerintah yang belum satu suara terkait impor kereta bekas dari Jepang perlu duduk bersama untuk mencari solusi terbaik.

PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau Kereta Api Indonesia (KAI) Commuter sudah merencanakan pengadaan kereta bukan baru untuk mengganti kereta yang dikonservasi atau dipensiunkan pada 2023. Rencana mengimpor kereta bekas dari Jepang sudah disetujui Kementerian Perhubungan, tetapi belum disetujui oleh Kementerian Perindustrian.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno berpendapat, penggunaan kereta rel listrik (KRL) bekas di Indonesia sebetulnya sudah dimulai sejak 23 tahun yang lalu. Selama itu pula, PT Kereta Api Indonesia (Persero) ataupun PT KCI belum pernah membeli atau berinvestasi dengan KRL baru.

Harga kereta bekas dari Jepang juga lebih terjangkau dibandingkan kereta baru produksi PT Industri Kereta Api atau INKA (Persero). Menurut dia, untuk kereta bekas impor cuma membayar ongkos angkut Rp 1 miliar per gerbong atau Rp 12 miliar per rangkaian (train set). Sementara kereta baru produksi PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA mencapai Rp 270 miliar per rangkaian atau Rp 22,5 miliar per gerbong.

”Impor kereta ini sebenarnya tidak untuk menambah jumlah KRL, tetapi mengganti KRL yang sudah tidak bisa beroperasi lagi. Untuk saat ini, tidak bisa kalau hanya mengandalkan produksi dari INKA,” kata akademisi Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata itu.

Menurut Djoko, produksi kereta memerlukan waktu yang cukup lama. Dengan kapasitas yang dimiliki saat ini, INKA belum mampu memenuhi semua kebutuhan kereta rel listrik. Jika kebutuhan PT KCI sebanyak 10 rangkaian kereta per tahun, delapan rangkaian di antaranya bisa dipenuhi dari impor kereta bekas dan dua lainnya dari produksi dalam negeri.

”Dengan kondisi sekarang (tidak boleh impor), pilihannya tidak mudah. Pertama, membiarkan kereta yang usang tidak dioperasikan sehingga banyak penumpang KRL telantar. Kedua, KRL usang tetap dioperasikan tanpa bisa menjamin keselamatan penumpang,” tuturnya.

Baca Juga: Antrean Komuter Kembali seperti Normal Lama

Djoko pun mendorong agar pemerintah duduk bersama membahas rencana impor kereta bekas dari Jepang. Berbagai aspek harus dilihat dan dipertimbangkan agar pertimbangan dalam menerima ataupun menolak impor itu tidak semata-mata karena kepentingan ekonomi. ”Ini sangat urgen karena menyangkut kepentingan dan keselamatan publik,” ujarnya.

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2022/02/09/7db5afa0-18fb-43fc-952d-306cea9fbb28_gif.gif

Vice President Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba menyampaikan, pihaknya saat ini sedang melakukan pengadaan kereta baru produksi lokal melalui PT INKA untuk menambah armada dan meningkatkan kapasitas angkut. Hal ini sesuai dengan program jangka panjang perusahaan karena volume pengguna diprediksi semakin meningkat setiap tahun.

”Sebanyak 16 train set sudah dipesan dengan nilai kurang lebih Rp 4 triliun, bahkan kesepakatan awal atau MoU (memorandum of understanding) sejak tahun 2022 sudah ditandatangani. Kereta ini akan dioperasikan pada tahun 2025-2026,” katanya lewat keterangan tertulis.

Selain pengadaan kereta baru, menurut Anne, KAI Commuter juga merencanakan pengadaan kereta bukan baru (kereta bekas) untuk mengganti kereta yang rencananya akan dikonservasi mulai tahun ini. Jumlah kereta yang akan dikonservasi pada 2023 sebanyak 10 rangkaian, kemudian pada 2024 sebanyak 19 rangkaian.

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan kereta baru dan bukan baru, KAI Commuter juga telah berdiskusi dengan para pemangku kepentingan, mulai dari kementerian, pengamat, dan komunitas pengguna KRL. ”Hasilnya, impor kereta bukan baru memang menjadi pilihan utama untuk menggantikan kereta-kereta yang dikonservasi,” ujarnya.

Komponen ditingkatkan

Anne mengatakan, kereta bukan baru tidak serta-merta langsung digunakan untuk operasional commuterline. Pihaknya melakukan peningkatan (upgrade) terlebih dahulu pada gerbong-gerbong kereta yang diimpor itu, misalnya, mengganti penyejuk udara (AC) dan bangku-bangku di setiap kereta dengan barang-barang yang memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang tinggi.

”Setelah dilakukan pekerjaan di interior dan eksterior kereta tersebut, dari hitungan kami, tingkat TKDN setiap train set kereta menjadi sekitar 40 persen, di atas standar yang ada. Semua produk yang digunakan merupakan produk dalam negeri,” katanya.

Akan tetapi, KAI Commuter saat ini masih belum mendapat izin untuk pengadaan kereta bukan baru. Selama proses perizinan belum diberikan, KAI Commuter akan melakukan optimalisasi rekayasa pola operasi agar operasional perjalanan KRL tetap melayani para pengguna di semua lintas Jabodetabek. ”Saat ini, kami melayani lebih dari 800.000 pengguna per hari,” ujarnya.

Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menyatakan, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan mendukung upaya peremajaan sarana KRL yang sedang dilakukan oleh PT KCI. Dukungan disampaikan dalam bentuk surat rekomendasi teknis yang diterbitkan Direktur Jenderal Perkeretaapian pada 19 Desember 2022.

”Pengadaan sarana ini harus segera dilaksanakan untuk menggantikan beberapa rangkaian kereta yang akan dipensiunkan pada 2023-2024 mengingat usia pakainya yang sudah terlalu lama,” kata Adita lewat keterangan tertulis.

Selain didorong oleh faktor usia sarana, menurut Adita, kebutuhan pengadaan muncul untuk mengakomodasi pertumbuhan penumpang. Berdasarkan data yang dilaporkan PT KCI, realisasi penumpang tertinggi sebelum pandemi sudah menyentuh angka 336,3 juta orang pada 2019. Jumlah penumpang diproyeksikan akan terus meningkat hingga 523,6 juta orang pada 2040.

”Guna mengakomodasi pertumbuhan tersebut, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas angkut dari 436 juta orang penumpang pada 2023 menjadi 517 juta orang pada 2026. Upaya ini diharapkan tetap membuat KCI dapat memberikan layanan terbaik kepada masyarakat,” katanya.