Pemerintah menganggarkan Rp 147 miliar untuk subsidi angkutan perintis kereta api yang beroperasi di enam wilayah pada 2023.

Oleh JUMARTO YULIANUS

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menganggarkan Rp 147 miliar untuk angkutan perintis kereta api, yang beroperasi di enam wilayah pada 2023. Angkutan perintis ini harus disubsidi karena okupansi penumpang masih di bawah 70 persen. Penyediaan integrasi antarmoda terus didorong dalam upaya meningkatkan kinerja angkutan perintis kereta api.

Saat ini, ada enam angkutan perintis kereta api di Indonesia, yaitu KA Cut Meutia di Aceh dengan panjang lintasan 21,5 kilometer (km), KA Datuk Belambangan di Sumatera Utara (35,5 km), KA Lembah Anai di Sumatera Barat (38 km), LRT Sumsel di Sumatera Selatan (22,4 km), KA Batara Kresna di Jawa Tengah (36,7 km), dan KA Makassar-Parepare di Sulawesi Selatan (59 km).

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Djarot Tri Wardhono menyampaikan, angkutan perintis kereta api merupakan penyelenggaraan angkutan kereta api yang dibiayai oleh pemerintah dalam rangka memberikan layanan angkutan kereta api kepada masyarakat.

Angkutan perintis dioperasikan dalam waktu tertentu untuk melayani daerah baru atau daerah yang sudah ada jalur kereta apinya, tetapi secara komersial belum menguntungkan. Keperintisan memberikan layanan angkutan kereta api kelas ekonomi kepada masyarakat dengan menjamin mutu layanan sesuai standar pelayanan minimal dengan tarif terjangkau, andal, nyaman, dan aman.

”Pemerintah tetap mendukung penyelenggaraan subsidi angkutan perintis kereta api pada tahun ini karena okupansi penumpangnya masih relatif kecil, yakni di bawah 70 persen,” kata Djarot di Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Berdasarkan data Kemenhub terkait kinerja angkutan perintis kereta api pada 2022, okupansi penumpang KA Batara Kresna sebesar 60,98 persen, LRT Sumsel 55,80 persen, KA Lembah Anai 29,47 persen, dan KA Cut Meutia 11,98 persen. Data untuk KA Makassar-Parepare dan KA Datuk Belambangan belum ada karena keduanya baru beroperasi pada Oktober dan Desember 2022.

 

Djarot menyebutkan, alokasi anggaran 2023 untuk enam angkutan perintis kereta api itu berbeda-beda. KA Cut Meutia memiliki nilai kontrak Rp 16,2 miliar, KA Datuk Belambangan Rp 8,5 miliar, KA Lembah Anai Rp 14,4 miliar, LRT Sumsel Rp 76,5 miliar, KA Batara Kresna Rp 10,3 miliar, serta KA Makassar-Parepare sebesar Rp 75 miliar dengan kontrak tahun jamak (multiyears) 2022-2024.

”Operator angkutan perintis kereta api ditentukan melalui proses lelang (tender). Operator untuk lima kereta api perintis adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero), sedangkan operator untuk KA Makassar-Parepare adalah Konsorsium Kereta Api Sulsel,” ujarnya.

Menurut Djarot, ada beberapa tantangan dalam penyelenggaraan angkutan perintis kereta api, antara lain okupansi penumpang yang relatif kecil karena minim sarana dan prasarana yang mengintegrasikan moda kereta api dengan moda lain, keterjangkauan tarif layanan yang tidak diikuti dengan tarif first mile dan last mile sehingga biaya perjalanan menjadi kurang terjangkau, kemudian biaya operasi kereta api yang cukup tinggi.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/QaioHLTz_61QD3EudZvBM6NTVfw=/1024x960/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F27%2Fc7001033-8a16-4e03-a0da-cb379308ea6b_jpg.jpg

Okupansi ditingkatkan

Untuk meningkatkan kinerja angkutan perintis kereta api dilakukan upaya-upaya, yaitu mendorong penyediaan integrasi antarmoda sebagaimana telah diterapkan pada LRT Sumsel dan KA Makassar-Parepare, mendorong penyediaan layanan angkutan pengumpan (feeder) berbasis buy the service, mendorong skema pembiayaan alternatif dalam penyelenggaraan kereta api perintis, serta promosi dan pemasaran dalam rangka meningkatkan pendapatan non-farebox (non-tiket) sehingga biaya keperintisan menjadi lebih terjangkau.

”Kami berharap okupansi penumpang atau faktor muat (load factor) kereta api perintis terus meningkat sehingga ke depan tidak perlu lagi penganggaran untuk angkutan perintis. Atau paling tidak, anggaran untuk itu semakin tahun semakin berkurang,” kata Djarot.

Akademisi Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, subsidi keperintisan sektor transportasi mengalami kenaikan pada tahun ini, dari Rp 3,01 triliun (2022) menjadi Rp 3,51 triliun (2023). Secara keseluruhan, sektor perkeretaapian mendapat porsi cukup besar karena ada tambahan dari Kementerian Keuangan untuk subsidi kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO) sebesar Rp 3,326 triliun.

”Di sektor perkeretaapian, subsidi untuk kereta api perintis itu paling sedikit. Untuk itu, kereta api perintis perlu didorong menjadi kereta api PSO,” katanya.

Ia menyebutkan, dari beberapa kereta api perintis yang beroperasi saat ini, ada yang bisa segera didorong menjadi kereta api PSO. Salah satunya adalah KA Batara Kresna dengan rute Solo Purwosari-Wonogiri. ”Perlu ada penyesuaian jam operasional supaya semakin banyak orang yang naik kereta ini,” ujarnya.

Menurut Djoko, kalau kereta api perintis saat ini sudah menjadi kereta api PSO, anggaran subsidinya bisa digunakan untuk membangun kereta api perintis di daerah-daerah lain, misalnya di Kalimantan yang belum memiliki layanan angkutan kereta api. ”Kalau pemerintah bisa membangun kereta api perintis yang baru, layanan angkutan kereta api akan lebih merata,” katanya.