Penerimaan kepabeanan dan cukai sepanjang dua bulan pertama tahun ini mencapai Rp53,27 triliun, terkontraksi 6,13 persen secara tahunan.
Bisnis.com, JAKARTA – Realisasi penerimaan negara atas kepabeanan dan cukai mengalami penurunan sebesar 6,13 persen secara tahunan pada periode Januari–Februari 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan kepabeanan dan cukai sepanjang dua bulan pertama tahun ini mencapai Rp53,27 triliun atau 17,57 persen dari target APBN 2023. Meski demikian, jumlah ini terkontraksi 6,13 persen secara tahunan.
“Bea dan Cukai ceritanya selama pandemi tidak pernah mengalami kontraksi, baru sekarang mengalami penurunan sedikit,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (14/3/2023).
Penurunan dipicu oleh melemahnya realisasi penerimaan bea keluar yang terkoreksi 69 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp2,04 triliun. Adapun penurunan bea keluar dipengaruhi oleh moderasi harga crude palm oil (CPO) dan turunnya ekspor komoditas mineral.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa bea keluar produk sawit terkoreksi 70,42 persen karena dipengaruhi harga CPO yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan catatan Kemenkeu, harga referensi CPO per 23 Februari 2023 sebesar US$880 per metrik ton. Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan posisi Januari 2023 yang mencapai US$920 per metrik ton dan US$1.315 per metrik ton pada 22 Februari tahun lalu.
“Bulan Februari kemarin [harga CPO] masih di US$880. Itu jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Kemudian untuk beberapa barang mineral, seperti tembaga juga koreksinya sangat tajam, harganya juga mengalami penurunan,” kata Menkeu.
Di sisi lain, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai masih ditopang oleh bea masuk yang mencatatkan pertumbuhan 15,64 persen yoy menjadi Rp7,88 triliun pada Januari-Februari 2023.
Menkeu menyampaikan peningkatan bea masuk dipengaruhi oleh pelemahan kurs rupiah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Selain itu, juga didorong oleh penerimaan dari komoditas yang sejauh ini masih bertumbuh.
“Nilai penerimaan bea masuk yang paling besar dari gas, kemudian industri otomotif yang sekarang makin digiatkan di Indonesia memberikan kontribusi yang besar, suku cadang, mesin tambang dan konstruksi, serta juga dari beras yang diimpor,” pungkasnya.
Sementara itu, penerimaan cukai berjalan stagnan karena dipicu oleh kebijakan tarif, efek limpahan pelunasan harga tembakau produksi Desember 2022, dan efektivitas pengawasan.
Hasilnya, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) turun tipis 0,01 persen secara tahunan menjadi Rp42,27 triliun. Hal tersebut disebabkan menurunnya pemesanan pita cukai pada Desember 2022 yang dilunasi pada Februari 2023.