JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ekonomi global pada 2023 akan lebih baik dibandingkan ramalan bakal terjadi resesi global.
Kendati demikian, kondisi perekonomian tahun ini tetap tumbuh lebih lambat dibandingkan kondisi saat pemulihan ekonomi yang bisa tumbuh 5-6 persen, dan dibandingkan kondisi normal yang dapat tumbuh 4-5 persen.
Hal ini dia ungkapkan setelah dia mengadakan pertemuan G20 di India bersama menteri-menteri dan gubernur bank sentral beberapa waktu lalu.
"I think the economy will going to be relatively baik tahun 2023 dibandingkan prediksi resesi dunia. Tapi relatif lebih baik itu 1,7 persen atau 2 persen growth, which is lower than kondisi waktu recovery atau dalam situasi normal," ujarnya saat acara Economic Outlook 2023 CNBC Indonesia di di St. Regis Hotel Jakarta, Selasa (29/2/2023).
Kondisi ekonomi global yang lebih baik ini terlihat dari kondisi ekonomi berbagai negara seperti Amerika Serikat (AS) yang sempat diprediksi akan terjadi resesi.
Berdasarkan keterangan yang dia terima dari Menteri Keuangan AS Janet Yellen, ekonomi AS akan soft landing di mana inflasi dapat turun tanpa menyebabkan resesi.
Dia mengakui, kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 4,5 persen berdampak pada pasar saham, pasar utang, dan nilai tukar di berbagai negara tapi ini tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi AS.
Dia bilang ekonomi AS tetap tumbuh tinggi dan inflasi perlahan turun meski tetap berada di level yang lebih tinggi dari yang diinginkan yakni 2 persen.
"Jadi kesimpulannya, kalau negara Amerika kemungkinan soft landing that's a good news karena berarti ekonomi dunia tidak terlalu buruk," ucapnya.
Kabar baik lainnya datang dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atau China yang telah membuka ekonominya setelah pandemi Covid-19. Diperkirakan kebijakan ini akan berdampak positif pada ekonomi dunia pada kuartal II atau semester I-2023.
Tidak hanya AS, ekonomi Eropa saat ini juga sudah jauh lebih baik dan tidak seburuk kondisi sebelumnya. Meskipun negara-negara Eropa sempat dihantam oleh harga minyak dunia yang sempat naik 3-5 kali lipat.
"Jadi ini memberikan harapan kalau Amerika, Eropa, RRT baik, India tetap tumbuh bagus," tukasnya.
Kendati demikian, inflasi masih menjadi faktor yang perlu tetap diperhatikan lantaran kenaikan harga tidak hanya disebabkan dari sisi permintaan tetapi juga dari sisi penawaran.
Sisi penawaran ini dapat terganggu akibat adanya ketegangan geopolitik yang salah satunya disebabkan oleh perang antara Rusia dan Ukraina.