Pemerintah terus menggenjot pembangunan jalan tol. Sejumlah kalangan berpendapat tata kelola pembangunan jalan tol membutuhkan pembenahan.

Oleh BM LUKITA GRAHADYARINI

JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengatur Jalan Tol menargetkan penambahan operasionalisasi 13 ruas tol sepanjang 309,78 kilometer hingga akhir 2023. Sampai akhir 2024, ditargetkan akan tersambung jalan tol sepanjang total 3.196 km.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Danang Parikesit mengemukakan, jumlah total jalan tol yang beroperasi hingga Maret 2023 meliputi 70 ruas tol sepanjang 2.623,51 km yang dikelola oleh 49 badan usaha jalan tol (BUJT). Dari 2.623,51 km jalan tol yang beroperasi, ruas jalan tol di Pulau Sumatera tercatat sepanjang 738,46 km, Pulau Jawa 1.716,15 km, Pulau Kalimantan 97,27 km, Pulau Sulawesi 61,46 km, Pulau Bali dan NTB 10,07 km.

Total investasi yang tercatat untuk ruas tol sebesar Rp 615 triliun, sejumlah 20 persen di antaranya berasal dari pemerintah, sedangkan 80 persen sumber pembiayaan jalan tol adalah non-APBN berupa investasi dari investor ataupun pinjaman.

Sementara 13 ruas tol yang akan dioperasikan pada tahun ini, di antaranya Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan Seksi 4-6 (sepanjang 28,2 km) Ciawi-Sukabumi Seksi 2 (sepanjang 11,9 km), Cibitung-Cilincing (JORR II) Seksi 4 (sepanjang 7,7 km), Cimanggis-Cibitung (JORR II) Seksi 2 sepanjang 23,01 km, dan Serpong-Cinere (JORR II) Seksi 2 sepanjang 3,6 km.

Selain itu, ruas tol Sigli-Banda Aceh Seksi 5 dan 6 sepanjang 13,2 km, Tol Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Prapat Seksi 1,2 sepanjang 38,45 km, Pasuruan-Probolinggo Seksi 4A sepanjang 8,57 km, Jakarta-Cikampek II Selatan Paket 3 sepanjang 31,25 km, Serpong-Balaraja Seksi 1B sepanjang 5,4 km, Kisaran-Tebing Tinggi (Indrapura) sepanjang 47,6 km, Binjai-Langsa (Stabat-Tanjungpura) sepanjang 26,2 km, dan Sp. Indralaya-Prabumulih sepanjang 64,7 km.

Pada 2024, tol yang beroperasi ditargetkan sepanjang 262,41 km, meliputi Kayu Agung-Palembang-Betung 24,9 km, Padang-Pekanbaru (Bangkinang-Pangkalan) 24,7 km, dan jalan tol akses Ibu Kota Nusantara (IKN) 52,8 km.

Kendala

Danang menambahkan, beberapa hal menjadi kendala dalam pembangunan jalan tol, antara lain semakin banyak ruas tol untuk mencapai kelayakan yang sesuai investasi membutuhkan dukungan fiskal pemerintah. Selain itu, keterbatasan kapasitas pembiayaan perbankan, lembaga keuangan, BUMN Karya, badan usaha swasta, dan/atau kontraksor pelaksana.

Kedua, penyediaan dana tanah. Ketiga, beberapa tahun terakhir terdapat perubahan kemampuan investor yang menurun akibat kondisi perekonomian global dan jalan-jalan tol dengan kelayakan marjinal yang membutuhkan dukungan kelayakan dari pemerintah. Selain itu, dalam penyelenggaraan jalan tol dibutuhkan pembentukan badan layanan umum (BLU).

”Kami sedang menjajaki BLU untuk dukungan pengusahaan jalan tol. Ini diharapkan menjadi penyelesaian untuk masalah ketersediaan pembiayaan, pembebasan tanah, ataupun dukungan pemerintah lain,” kata Danang dalam rapat dengar pendapat Komisi V DPR dengan Kepala BPJT Kementerian PUPR, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/3/2023).

Pengembalian pinjaman

Sementara itu, sejumlah anggota Komisi V DPR menyoroti temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait potensi kerugian keuangan negara Rp 4,5 triliun dari pembangunan jalan tol.

Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Mulyadi, mengemukakan, laporan KPK menyengat semua pihak dan menjadi peringatan keras terhadap proyek pembangunan jalan tol yang begitu masif di seluruh Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Ia menambahkan, prioritas pembangunan jalan tol yang menyedot anggaran besar itu kerap menuai persoalan, seperti proyek yang terlambat, pembengkakan biaya konstruksi, dan masa konsesi yang dinego kembali.

”Masa konsesi yang panjang seharusnya bisa diapresiasi oleh seluruh pengusaha jalan tol untuk lebih memaksimalkan pelayanan,” kata Mulyadi.

Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Partai Gerindra Andi Iwan Darmawan menyoroti lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan tol. Pengawasan kinerja pembangunan tol harus ditingkatkan. Dicontohkan, ada indikasi dominasi investor jalan tol yang merangkap sebagai kontraktor jalan tol.

”Ini adalah kawah candradimuka yang sulit untuk bisa kita amati, apakah lelang (proyek tol) ini adil,” katanya.

Danang menjelaskan, dana sebesar Rp 4,5 triliun tersebut merupakan dana yang dipinjam 12 Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dari BLU. Dana tersebut terdiri dari pinjaman pokok Rp 4,2 triliun dan sisanya sekitar Rp 300 miliar berupa bunga, denda, serta nilai tambah terhadap pinjaman tersebut.

Menurut Danang, satu dari 12 BUJT sudah melunasi pinjaman pokok tersebut ke BLU. Sedangkan 11 BUJT telah dilakukan penjadwalan pengembalian pinjaman pokok hingga tahun 2024. Adapun terkait nilai tambah, bunga, dan denda akan diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang juga akan mengacu pada hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Danang menambahkan, saat ini PMK tersebut telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan dalam proses untuk pengundangan peraturan perundang-undangannya.

”Begitu (PMK) selesai, dan diundangkan, kami akan menambahkan besaran bunga, denda, dan nilai tambah tersebut di dalam pinjaman pokok yang harus dibayarkan oleh BUJT selambat-lambatnya pada tahun 2024,” ujarnya.