Ada tiga alasan yang mendukung prospek ekonomi di tengah gejolak ekonomi global tahun ini.

Bisnis.com, BADUNG — Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimistis prospek pertumbuhan ekonomi negara Asean tetap positif di tengah turbulensi ekonomi global.

Perry mengatakan, terdapat tiga alasan yang mendukung prospek ekonomi yang baik tersebut. Pertama, negara anggota Asean menerapkan kebijakan makroekonomi secara berhati-hati, baik kebijakan moneter maupun fiskal.

Kedua, negara Asean melakukan inovasi kebijakan pada banyak bidang, termasuk digitalisasi. Ketiga, koordinasi yang erat antara pemerintah, bank sentral, dan otoritas terkait.

Indonesia misalnya, tidak hanya mengandalkan satu respons kebijakan dalam mengatasi krisis multidimensi yang terjadi saat ini. Itulah mengapa Perry memandang bauran kebijakan penting untuk diimplementasikan, khususnya di Asean.

Sementara itu, Perry mengatakan bahwa negara berkembang, termasuk Indonesia masih akan menghadapi berbagai gejolak global, salah satunya perlambatan ekonomi, yang khususnya terjadi Amerika Serikat dan Eropa. 

Selain itu, tekanan inflasi di dalam negeri diperkirakan masih tinggi meski sudah menunjukkan tren penurunan. Suku bunga the Fed, bank sentral Amerika, juga diperkirakan masih berpotensi mencapai tingkat 5,5 persen dan tetap tinggi untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini menambah ketidakpastian bagi negara berkembang.

“Pemerintah dan BI bekerja sangat keras untuk memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat dan stabilitas terjaga. BI perkirakan tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai kisaran 5,1 hingga 5,2 persen, tahun depan 5,3 persen yang didukung konsumsi domestik, ekspor, dan investasi,” katanya dalam acara Gala Seminar Asean 2023, Rabu (29/3/2023).

Sejalan itu, Perry optimistis tingkat inflasi inti akan terjaga di tingkat 3 persen dan inflasi umum akan kembali turun pada tingkat 3,5 persen pada semester kedua 2023.

Perry menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan didukung oleh akselerasi digitalisasi yang sangat cepat, khususnya di bidang sistem pembayaran, termasuk transaksi digital banking dan e-commerce. Tren yang sama kata Perry juga terjadi di negara anggota Asean lainnya.

Untuk terus mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, Perry mengatakan bahwa BI akan terus melakukan bauran kebijakan. Pertama, pada kebijakan moneter, Perry mengatakan bahwa BI telah menaikkan suku bunga acuan secara total sebesar 225 basis poin hingga mencapai 5,75 persen.

BI memandang bahwa kenaikan suku bunga tersebut telah memadai untuk mengembalikan inflasi ke target 2-4 persen. Kebijakan ini juga disertai dengan langkah stabilisasi rupiah untuk menjaga baik inflasi, makroekonomi, dan sektor keuangan tetap stabil.

Kedua, BI akan tetap akomodatif dalam mengimplementasikan kebijakan makroprudensial, untuk mendukung peningkatan penyaluran kredit perbankan ke sektor riil.

Ketiga, BI terus mendorong digitalisasi di bidang sistem pembayaran. BI juga akan mendorong kelanjutan dari Regional Payment Connectivity (RPC) yang telah disepakati oleh 5 negara Asean.

BI bersama dengan empat negara anggota Asean, yaitu Thailand, Singapura, Filipina, dan Malaysia, telah menandatangani kerja sama konektivitas sistem pembayaran lintas batas pada akhir 2022 lalu. 

Kerja sama tersebut mencakup konektivitas pada area QR code, fast payment, data, local currency transaction (LCT), dan real time gross settlement (RTGS). Pada 2024, kerja sama tersebut akan diperluas dengan negara anggota Asean lainnya, tentunya berdasarkan kesiapan infrastruktur masing-masing negara.