KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Area Kabah di Masjidil Haram, di Mekkah, Arab Saudi, Rabu (3/8/2022) pagi, yang telah bersih dari pembatas fiber dan tanda jarak barisan yang terpasang selama dua tahun pandemi. Pembatas itu dihilangkan seiring penurunan kasus Covid-19 di negeri tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai dinamika yang terjadi membuat pemerintah dan DPR menunda penetapan biaya perjalanan serta penyelenggaraan ibadah haji 1444 Hijriah. Penetapan biaya ibadah haji ini direncanakan dapat ditetapkan pada Rabu (15/2/2023) setelah dilakukan penyisiran dan efisiensi berbagai komponen pembiayaan.
Biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) dan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1444H/2023 direncanakan dapat ditetapkan pemerintah dan Komisi VIII DPR dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/2). Namun, pemerintah dan DPR belum menemui kata sepakat meskipun telah melalui proses rapat selama lebih dari delapan jam dan baru berakhir pada malam hari.
Selain Komisi VIII dan Kementerian Agama (Kemenag), RDP juga dihadiri perwakilan dariPT Garuda Indonesia dan PT Saudia Airlines sebagai maskapai penerbangan resmi ibadah haji. Hadir pula Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang yang bertindak sebagai pemimpin rapat memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk merinci kembali biaya haji. Pembahasan dan penetapan pembiayaan haji ini akan kembali dilakukan pada Rabu (15/2/2023).
”Kami atas nama panja (panitia kerja) memohon maaf kepada masyarakat karena dijadwalkan malam ini sudah ada pengambilan keputusan terpaksa ditunda sampai besok demi kemaslahatan jemaah dan perbaikan perhajian kita,” ujarnya.
Selama proses RDP, pemerintah dan DPR melakukan penyisiran dan efisiensi beberapa komponen pembiayaan haji untuk berbagai keperluan jemaah selama di dalam negeri ataupun saat tiba di Tanah Suci. Melalui penyisiran dan efisiensi ini, biaya haji dapat ditekan hingga ke level minimal tanpa mengurangi kualitas pelayanan bagi setiap anggota jemaah.
KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Suasana perkemahan untuk jemaah haji di Mina, Mekkah, Arab Saudi, Kamis (30/6/2022). Tenda dan fasilitas perkemahan ini sedang disiapkan untuk menyambut jemaah haji yang akan melakukan mabit (menginap) di Mina pada awal Jui 2022.
Salah satu biaya yang dihapus adalah pengadaan gelang jemaah haji senilai Rp 5,5 miliar. Anggaran ini sebelumnya dikritisi Komisi VIII karena nilai satu gelang dalam usulan biaya ini dianggap terlalu besar dibandingkan dengan harga yang beredar di pasaran. Bahkan, melihat nilainya yang sangat besar, Komisi VIII menduga terdapat penggelembungan biaya (mark up) dalam komponen pembuatan gelang haji.
Penyisiran dan efisiensi lainnya juga dilakukan untuk pembiayaan katering, penginapan, dan pesawat. Beberapa komponen pembiayaan tersebut paling banyak mendapat sorotan dan memunculkan dinamika pembahasan dalam rapat.
Melalui penyisiran dan efisiensi ini, biaya haji dapat ditekanhingga ke level minimaltanpa mengurangi kualitas pelayanan bagi setiap anggota jemaah.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief menuturkan, pemerintah berusaha terus melakukan efisiensi dengan berbagai modifikasi di lapangan dan dukungan data yang dimiliki. Namun, efisiensi ini tetap memberikan jaminan pelayanan bagi jemaah haji.
Setelah melalui proses penyisiran dan efisiensi, Kemenag kemudian mengusulkan BPIH sebesar Rp 90 juta. Dari jumlah tersebut, Bipih atau biaya yang dibebankan kepada jemaah sebesar Rp 49,8 juta atau dengan komposisi 55,3 persen, sementara 44,7 persen pembiayaan lainnya atau sebesar Rp 40,2 juta ditanggung dana nilai manfaat.
Polemik
Sebelumnya, biaya haji 2023 menjadi polemik dan perbincangan publik setelah Menteri Agama Yaqut Choli Qoumas menyebut adanya kenaikan dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, pertengahan Januari lalu. Dalam rapat itu, Kemenag mengusulkan rata-rata BPIH untuk setiap anggota jemaah Rp 98,89 juta.
Setiap anggota jemaah kemudian dibebani 70 persen dari biaya BPIH tersebut dan 30 persen lainnya ditanggung dana nilai manfaat. Setelah dikalkulasi, Kemenag mengusulkan Bipih yang harus dibayar setiap calon anggota jemaah Rp 69,19 juta.
Baca Juga: Kontroversi Biaya Haji
Biaya yang ditanggung jemaah ini meningkat signifikan dibandingkan tahun lalu dengan jumlah Rp 39,8 juta. Sebab, tahun lalu biaya haji masih menggunakan skema komposisi 40 persen dari jemaah dan 60 persen ditanggung dana nilai manfaat.
Baca Juga: Kewajaran Biaya Haji
Ketua Komisi VIII Yandri Susanto saat RDP mengatakan, penetapan beberapa komponen biaya haji harus dilakukan dengan referensi yang benar, jelas, dan bisa dipertanggungjawabkan. Kemenag juga diminta melakukan efisiensi apabila memang memungkinkan untuk menurunkan berbagai komponen pembiayaan haji.
”Angka pembiayaan yang dimunculkan harus rasional dengan penyelamatan nilai manfaat atau jemaah haji, tetapi mutu pelayanan tidak boleh dikurangi. Oleh karena itu, apabila pembiayaan masih bisa diturunkan dilihat berapa penurunan tersebut sehingga ada titik temu,” katanya.