PT KCI diminta melakukan modernisasi mesin atau ”retrofit” terhadap rangkaian kereta tua alih-alih mengimpor 29 rangkaian bekas dari Jepang. Perusahaan itu juga diminta memperbaiki perencanaan peremajaan armada.

Oleh KRISTIAN OKA PRASETYADI

JAKARTA, KOMPAS — PT Kereta Commuter Indonesia atau KCI diminta melakukan modernisasi mesin atau retrofit terhadap rangkaian kereta tua alih-alih mengimpor 29 rangkaian bekas dari Jepang. Perusahaan itu juga diminta memperbaiki perencanaan peremajaan armada agar tidak menghambat pengembangan industri kereta api nasional.

Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Septian Hario Seto di Jakarta, Kamis (6/4/2023). Pernyataan itu berdasarkan hasil tinjauan (review) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diterima pada Rabu (29/3/2023).

”Kemarin kami sudah sempat ada rapat eselon I untuk membahas masalah ini. Kami minta PT KCI melakukan review terhadap operasi mereka saat ini dan mengoptimalkan sarana yang ada. Kami juga minta dilakukan retrofit (modernisasi mesin) atas sarana-sarana yang saat ini ada atau akan pensiun,” kata Seto.

Sebelumnya, PT KCI berencana mengimpor 29 rangkaian kereta (trainset) yang terdiri dari 348 gerbong dari East Japan Railway Company (JR-East) untuk menggantikan rangkaian-rangkaian yang sudah dioperasikan nonstop 15 tahun terakhir. Sepuluh di antaranya didatangkan pada 2023, sementara 19 sisanya pada 2024.

Secara umum, ada empat poin dari tinjauan BPKP. Pertama, impor dinilai tidak mendukung pengembangan perkeretaapian nasional, seperti diatur Peraturan Menteri Perhubungan (Pemenhub) Nomor 175 Tahun 2015. ”Ini (pengadaan KRL) harus memenuhi spesifikasi teknis, salah satunya mengutamakan produk dalam negeri,” kata Seto.

Kedua, kereta bekas Jepang yang rata-rata sudah berusia 25 tahun itu tidak memenuhi syarat sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021, hanya barang-barang yang belum dapat dibuat industri dalam negerilah yang dapat diimpor dalam keadan bekas.

Seto mengatakan, kebutuhan kereta di dalam negeri dapat dipenuhi oleh PT Industri Kereta Api (Inka). ”Jadi, itu (impor) bisa dilakukan kalau (kereta) belum bisa diproduksi di dalam negeri,” ujarnya.

Ketiga, kapasitas gerbong-gerbong milik PT KCI diyakini masih bisa dioptimalkan. Menurut data BPKP, ada 1.114 gerbong KRL yang aktif beroperasi, tidak termasuk 48 gerbong yang diistirahatkan dan 36 gerbong yang dikonservasi (dipensiunkan) sementara. Jumlah tersebut, kata Seto, dinilai masih bisa melayani ratusan juta penumpang setiap tahun.

Menurut data BPKP, pada 2019, PT KCI dapat melayani 336,3 juta penumpang dengan 1.078 gerbong. Pascapandemi pada 2023, jumlah penumpang menurun jadi 293,6 juta, sementara jumlah gerbong kereta naik menjadi 1.114, dengan okupansi tahunan 62,75 persen.

Overload memang terjadi pada peak hour (puncak keramaian), bisa mencapai di atas 900.000 (penumpang). Tapi, ini masih lebih kecil dibandingkan 2019, di mana rata-rata penumpang (saat peak hour) adalah 1,1 juta (penumpang),” kata Seto.

Keempat, BPKP menyebut estimasi PT KCI soal biaya angkut kereta dari Jepang, yaitu biaya kirim pada 2018 ditambah 15 persen seiring laju inflasi, tidak wajar. Pengangkutan dan pengiriman kereta justru sangat mungkin membutuhkan kapal kargo sehingga biaya diprediksi membengkak.

”Kalaupun dilakukan impor, 10 trainset (rangkaian) bukan baru itu pun didatangkan secara gradual, enggak bisa langsung (sekaligus). Jadi, sebagian besar juga akan datang di tahun 2024. Jadi, kalau retrofit ini bisa dilakukan pemesanannya dari sekarang, harusnya 2024 kita sudah bisa melihat beberapa hasilnya karena retrofit butuh 16 bulan,” katanya.

Seto menegaskan, polemik KRL bekas impor ini adalah akibat dari perencanaan PT KCI yang buruk. ”Kalau planning-nya bisa dilakukan dengan lebih baik, lebih awal, tentu (hasilnya) juga lebih bagus.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade, juga mengkritik perencanaan PT KCI yang buruk. Seharusnya PT KCI dapat mengajukan pesanan kepada PT Inka sejak awal 2021 setelah pabrik di Banyuwangi dibuka di pengujung 2020.

”Kalau tahun 2023 dan 2024 harus ganti, berbagai skenario, kan, harusnya bisa dipertimbangkan. Retrofitaja, biayanya cuma 40 persen dari harga beli baru, terus waktunya cuma 14 bulan. (Artinya) Memang dari awal tidak ada niat beli dari PT Inka, memang rencananya beli dari Jepang,” katanya.

Meski demikian, hasil tinjauan BPKP tidak akan langsung diejawantahkan menjadi kebijakan. Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, pihaknya masih menunggu rapat koordinasi dengan Kemenkomarves sebelum secara definitif menolak penerbitan surat rekomendasi impor kereta.

Rapat tersebut diperkirakan berlangsung pekan depan dan dipimpin langsung oleh Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan. ”Nanti tinggal rapat koordinasi untuk memutuskan (jadi tidaknya impor),” kata Febri.

Arya Sinulingga, Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan siap mematuhi dan memenuhi apa pun yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan aturan perundangan. Pihaknya juga akan siap bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait untuk menemukan solusi paling tepat.

”Yang pasti kita akan cari solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan penumpang kereta yang jumlahnya pasti akan naik. Apakah dengan memberdayakan yang sudah ada, memperbaiki, itu akan kami pikirkan. Tapi, yang paling penting adalah menjaga aspek keselamatan,” kata Arya.

Menurut prediksi PT KCI, jumlah tahunan penumpang KRL akan naik dari 273,6 juta pada 2023 menjadi 344,82 juta pada 2024. Pada 2025, jumlahnya akan bertambah lagi menjadi 362,06 juta, kemudian 398,39 juta pada 2026. Tanpa penggantian dan pembelian kereta baru, okupansi diprediksi akan melampaui 100 persen.

Sementara itu, Vice President Corporate Secretary PT KCI Anne Purba tidak merespons ketika dihubungi untuk dimintai tanggapan terhadap hasil tinjauan BPKP. Sementara itu, Manajer Hubungan Masyarakat PT KCI Leza Arlan mengatakan belum dapat memberikan pernyataan.