Kemenperin bersikukuh, impor 29 rangkaian kereta bekas dari Jepang untuk menggantikan KRL yang uzur adalah pilihan terakhir. Ke depan, operator KRL dan produsen kereta didorong memperbaiki koordinasi dan perencanaan.

Oleh KRISTIAN OKA PRASETYADI

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perindustrian bersikukuh bahwa impor 29 rangkaian kereta bekas dari Jepang untuk menggantikan kereta rel listrik atau KRL yang sudah uzur adalah pilihan terakhir. Di masa depan, operator KRL dan produsen kereta didorong memperbaiki koordinasi dan perencanaan agar polemik serupa tidak terulang.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif, Kamis (30/3/2023), mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang kebutuhan kereta bekas. Audit telah berlangsung sejak pekan ketiga Maret.

Menurut rencana, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) akan mengimpor 29 kereta yang terdiri dari 348 kereta milik East Japan Railway Company (JR East). Semuanya diproduksi pada 1995-1999 dan masih dioperasionalkan hingga kini di Jepang.

Febri belum dapat memastikan apakah Kemenperin akan menerbitkan rekomendasi yang dibutuhkan PT KCI untuk impor tersebut, tetapi ia menyebutnya sebagai opsi terakhir. ”Kita lihat hasil audit nanti. Prioritaskan beli produk industri dalam negeri, retrofit (peremajaan teknologi), dan paling akhir impor kereta bekas,” katanya.

Dua rangkai kereta rel listrik (KRL) menunggu penumpang di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Setiap hari, sekitar 830.000 warga Jabodetabek bermobilitas dengan KRL.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Dua rangkai kereta rel listrik (KRL) menunggu penumpang di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Setiap hari, sekitar 830.000 warga Jabodetabek bermobilitas dengan KRL.

Sebelumnya, Direktur PT KCI, Suryawan Putra Hia menyatakan, ada 10 rangkaian kereta (trainset) atau 120 kereta yang harus diganti pada 2023 karena teknologi yang sudah ketinggalan zaman. Di samping itu, usia barang sudah melampaui 40 tahun atau lebih dari 15 tahun sejak didatangkan ke Indonesia.

Kemudian, pada 2024, ada 19 rangkaian yang suku cadang dan teknologinya sudah kuno. Menurut Suryawan, khusus 2024, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi telah menyarankan agar PT KCI mengkaji dulu kemungkinan pembelian kereta baru atau retrofit.

Akan tetapi, impor kereta bekas dari Jepang menjadi pilihan paling logis. Pasalnya, pertama, keuangan PT KCI cukup seret akibat keuntungan bersih yang hanya sekitar 10 persen dari margin (selisih antara biaya produksi dan harga jual layanan) selama enam tahun terakhir. Untuk impor 10 rangkaian pada 2023, misalnya, biayanya hanya Rp 150 miliar.

Kedua, PT Industri Kereta Api (INKA) selaku produsen kereta baru bisa memenuhi pesanan kereta baru paling cepat pada 2025 melalui produksi di pabrik Banyuwangi yang dibuka pada akhir 2020. Karena itu, PT KCI dan PT INKA menyepakati kontrak pembelian 16 kereta baru senilai Rp 4 triliun yang akan diantar pada akhir 2025 dan dioperasionalkan mulai 2026.

Penumpang berdesakan untuk naik ke kereta rel listrik (KRL) di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Saat ini, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) memiliki 109 rangkaian kereta untuk melayani 436,14 juta orang sepanjang tahun.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Penumpang berdesakan untuk naik ke kereta rel listrik (KRL) di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Saat ini, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) memiliki 109 rangkaian kereta untuk melayani 436,14 juta orang sepanjang tahun.

”Memang yang baru ini untuk penambahan kapasitas, antisipasi penambahan volume penumpang di 2026. Sementara itu, yang 2023 dan 2024 untuk replacement (penggantian) beberapa trainset yang dinyatakan obsolete (usang),” ujarnya.

Saat ini, PT KCI memiliki 109 trainset yang dapat mengangkut 436,14 juta orang sepanjang tahun. Jika 29 kereta tidak diganti, setidaknya 116,03 juta penumpang akan telantar pada 2024. Masalah akan jadi lebih parah pada 2026 saat jumlah penumpang KRL akan meningkat menjadi 517,39 juta sehingga dibutuhkan 125 trainset.

Baca juga: Integrasi Antarmoda Diharapkan Mengurai Kusutnya Lalu Lintas Jakarta

Terkait hal ini, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menyebut kebutuhan kereta KRL pengganti sudah sangat mendesak. “Kalau KRL yang batas usia pemakaiannya sudah habis tetap dioperasikan akan berdampak pada keselamatan. Setahu saya, batas usia pemakaian kereta api itu 40 tahun,” kata dia.

Impor kereta dari Jepang adalah pilihan yang ekonomis karena investasinya cenderung kecil, tetapi usia pemakaian bisa mencapai 15 tahun. Jadi, PT KCI tak perlu menaikkan tarif perjalanan demi menutup investasi besar pada rangkaian baru.

Para penumpang menunggu keberangkatan kereta rel listrik (KRL) dari Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Setiap hari, sekitar 830.000 warga Jabodetabek bermobilitas dengan KRL.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Para penumpang menunggu keberangkatan kereta rel listrik (KRL) dari Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Setiap hari, sekitar 830.000 warga Jabodetabek bermobilitas dengan KRL.

Di samping itu, lanjutnya, impor dari Jepang bukan berarti mengabaikan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Darmaningtyas menyebut beberapa bagian, seperti blok rem komposit, unit penyejuk ruangan (AC), kaca film, sistem roda berpegas karet (rubber bounded bogie), dan kain jok yang bisa dibuat di Indonesia.

Menurut data Kemenperin, nilai rata-rata TKDN pada 2020 adalah 43,3 persen dan akan ditingkatkan menjadi 50 persen pada 2024. Adapun terkait perdagangan dengan Jepang, neraca perdagangan Indonesia masih surplus 54,53 juta dollar AS sepanjang 2022.

Meski begitu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyebut polemik impor KRL ini bukan sekadar soal neraca perdagangan, TKDN, atau efisiensi. Seharusnya, pasar perkeretaapian yang besar di dalam negeri dilayani pula oleh industri dalam negeri.

”Ini bukan berarti sesempit memihak pelaku industri, tetapi kita harus melihat efek multiplier (pengganda) yang akan jauh lebih besar kalau (kebutuhan KRL) diproduksi di dalam negeri. Akan lebih banyak orang yang dipekerjakan di situ. Yang diuntungkan bukan hanya pengguna KRL, tetapi orang-orang yang mendapat lapangan kerja,” ujarnya.

Para penumpang menunggu kedatangan kereta rel listrik (KRL) di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Saat ini, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) memiliki 109 rangkaian kereta untuk melayani 436,14 juta orang sepanjang tahun.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Para penumpang menunggu kedatangan kereta rel listrik (KRL) di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Saat ini, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) memiliki 109 rangkaian kereta untuk melayani 436,14 juta orang sepanjang tahun.

Menurut Faisal, perdebatan tentang impor KRL ini adalah buntut masalah koordinasi antara PT KCI dan PT INKA. Jika PT KCI memiliki perencanaan yang baik, kebutuhan kereta pada 2023 dan 2024 pasti sudah dipesan sejak lama. Akibatnya, perekonomian nasional dikorbankan karena ada opsi impor.

”Harusnya ada komunikasi antara PT KCI dan PT INKA dalam hal planning. Itulah mengapa, industrialisasi itu tidak bisa dipegang oleh satu kementerian saja (Kemenperin). Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) juga harus terlibat demi memenuhi kebutuhan pasar,” tuturnya.

Untuk sementara, Faisal menyarankan pemerintah untuk mengambil opsi selain impor, yaitu retrofit atau peremajaan mesin. Dengan begitu, perekonomian dalam negeri akan diuntungkan. Neraca perdagangan dengan Jepang pun akan semakin baik untuk jangka panjang.