KRL Jabodetabek menjadi moda andalan bagi ratusan ribu komuter Jabodetabek. Keresahan membayang saat rencana penggantian kereta tak layak terganjal izin impor.

Oleh AGNES RITA SULISTYAWATY

Di tengah persiapan mudik-balik Lebaran 2023, isu impor kereta rel listrik mencuri perhatian. Impor KRL dianggap tidak mendesak untuk menggantikan kereta-kereta yang sudah masuk masa pensiun. Benarkah?

Rata-rata 815.000 penumpang menggunakan KRL Jabodetabek setiap hari. Sebagai perbandingan, selama 22 hari masa angkutan Lebaran 2023, yakni 12 April-3 Mei, PT KAI menyiapkan 6,9 juta tiket kereta Lebaran. Jikaa dirata-rata, satu hari disiapkan sekitar 313.000 tiket KA Lebaran. Jumlah ini kurang dari 40 persen rata-rata penumpang KRL Jabodetabek sehari. Tingginya animo pengguna KRL ini menerbitkan sebutan bahwa perjalanan komuter warga Jabodetabek ini mirip ”Lebaran” saban hari. Angka ini pun masih di bawah target pemerintah, yakni pengangkutan 1,2 juta penumpang KRL yang direvisi menjadi 2 juta penumpang KRL setiap hari.

Sebagai moda transportasi andalan ratusan ribu orang, sedikit saja gangguan di perjalanan bakal langsung membuat orang berteriak. Gema kondisi saat KRL mengalami gangguan wesel di sekitar Stasiun Manggarai pada 6 April 2023 sekitar pukul 06.30, misalnya, telah ramai terdengar dan bergaung.

Tak perlu buzzer untuk menyuarakan masalah ini karena penumpang yang terimbas di kereta ataupun stasiun otomatis melayangkan protes atau sekadar informasi di media sosial mereka. Di kehidupan nyata, keterlambatan perjalanan bagi para pengguna KRL ini juga berarti telat masuk kantor/sekolah, atau terlambat ke pertemuan.

Karena itu, keandalan prasarana dan sarana menjadi amat penting. Yang dimaksud prasarana, di antaranya, adalah wesel dan persinyalan, sedangkan sarana adalah kereta listrik pengangkut penumpang.

Kalau satu rangkaian kereta mogok saat beroperasi, sudah dipastikan kereta-kereta lain di jalur itu bakal terimbas. Apalagi, kereta tidak bisa berjalan mendahului, seperti halnya mobil atau bus, kecuali di sejumlah stasiun. Jadi, kalau ada gangguan, kereta lain hanya bisa bersabar menunggu giliran jalan.

Kereta juga menjadi komponen penting karena saban hari kereta hilir mudik mengangkut penumpang. Kapasitas satu kereta yang idealnya 100 penumpang bisa membeludak lebih dua kali lipat pada jam sibuk manakala orang perlu segera sampai ke tujuan. Jangankan dapat tempat duduk, bisa masuk KRL saja butuh perjuangan. Berdiri dan berdesakan, kadang selama berjam-jam, dilakoni ribuan komuter setiap hari, bahkan dua kali sehari.

Memang, pemandangan sebaliknya terlihat di luar jam sibuk, semisal selepas pukul 22.00 atau di rute sepi, seperti Jakarta Kota-Tanjung Priok. Adakalanya satu kereta hanya terisi 2-3 orang saja.

Keandalan kereta, dengan demikian, menjadi keutamaan. Apa boleh dikata, sejauh ini KRL yang beroperasi di Jabodetabek diisi kereta bekas yang dibeli dari operator Jepang. Kebetulan, dari sisi lebar rel dan ketangguhan kereta mengangkut penumpang secara masif, kereta bekas ini masih memenuhi syarat.

Persoalannya, kereta bekas di Jepang bakal digantikan kereta generasi baru. Dengan begitu, produksi suku cadang untuk seri-seri lawas KRL di sana juga lambat laun bakal berkurang, bahkan hilang sama sekali. Di sinilah peremajaan KRL di Jabodetabek menjadi kebutuhan.

Penggantian KRL

Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia Suryawan Putra Hia, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, 27 Maret 2023, mengatakan, tahun ini ada 10 rangkaian KRL yang harus diganti dan 19 rangkaian KRL lain pada tahun 2024.

Penggantian KRL ini disebabkan usia kereta yang sudah 15 tahun beroperasi di Indonesia. Adapun usia operasi KRL tersebut sudah 40 tahun apabila dihitung dari masa dinas di negara asalnya, Jepang. Sejumlah KRL yang perlu diganti itu, kata Suryawan, bahkan sudah tidak beroperasi lagi saat ini.

Mendesaknya kebutuhan mengganti KRL untuk saat ini belum bisa dipenuhi PT Inka selaku produsen kereta di Indonesia. Inka, kata Suryawan, butuh 32 bulan untuk memproduksi KRL baru terhitung mulai awal 2022. Karena itu, KRL produksi Inka dijadwalkan menambah perjalanan pada tahun 2026.

Mendesaknya kebutuhan mengganti KRL untuk saat ini belum bisa dipenuhi PT Inka selaku produsen kereta di Indonesia. Inka, kata Suryawan, butuh 32 bulan untuk memproduksi KRL baru terhitung mulai awal 2022. Karena itu, KRL produksi Inka dijadwalkan menambah perjalanan pada tahun 2026.

Menyoal peremajaan kereta, para pengguna sebetulnya tidak terlalu ambil pusing apakah KRL pengganti itu masih berupa kereta bekas dari Jepang atau kereta gres baru produksi dalam negeri, atau kalau ada opsi impor dari negara lain. Yang terpenting adalah keandalan kereta dalam melayani pergerakan ratusan ribu penumpang setiap hari.

Selama ini pun, semua kereta bekas yang dibeli dari Jepang harus melewati proses sertifikasi dari Direktorat Jenderal Perekeretaapian sebelum dioperasikan. Proses ini sejatinya menjadi salah satu jaminan kereta layak melayani penumpang.

Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo, dalam kesempatan yang sama, menjamin keselamatan perjalanan KRL di atas segalanya. ”Kondisi KRL bekas, selama jaminan suku cadang masih memadai, masih bisa kami jalankan. Saya bertanggung jawab atas keselamatan. Kalau kereta-kereta itu tidak layak dijalankan, saya akan hentikan karena keselamatan manusia, keselamatan jiwa, itu menjadi utama,” katanya.

Jawaban Didiek ini menegaskan aspek keandalan kereta serta jaminan keselamatan bagi penumpang. Jaminan itu pula yang harus diberlakukan pada KRL buatan lokal kelak.

Kalau pekerjaan rumah sebagai produsen kereta listrik dikerjakan para pemangku kebijakan sejak jauh-jauh hari, bukan tidak mungkin KRL yang andal, aman, dan sesuai dengan kebutuhan para komuter bisa kita produksi sendiri. Nyatanya, industri perkeretaapian kita kini masih berproses untuk menyediakan KRL sesuai dengan kebutuhan.

Tarif terjangkau

Selain aspek keselamatan dan keamanan, hal lain yang disuarakan para pengguna adalah tarif angkutan umum yang terjangkau. Para pengguna angkutan umum yang sudah berkorban mengurangi polusi udara ini meminta pemangku kebijakan untuk menetapkan tarif yang terjangkau.

Untuk KRL, rencana kenaikan tarif tertunda setidaknya dua tahun terakhir. Saat ini masih berlaku tarif progresif dengan tarif terendah Rp 3.000. Tarif berlaku saat ini masih ditopang dengan subsidi dari APBN. Tahun ini, pemerintah menggelontorkan Rp 1,6 triliun untuk KRL. Sebagian pengguna KRL meminta agar tarif tetap dipertahankan terjangkau.

Masalahnya, jika kita membeli kereta baru, tarif dipastikan akan naik. Didiek menyebutkan, harga KRL bekas dari Jepang Rp 1,6 miliar per unit. Adapun harga KRL buatan PT Inka ditaksir Rp 20 miliar per unit. Artinya, harga KRL baru mencapai 12,5 kali lipat dari KRL bekas. Tentu saja, manfaat membeli barang baru dengan harga berlipat ini seharusnya diikuti dengan sederet manfaat yang lebih baik, seperti biaya perawatan yang lebih rendah, konsumsi energi lebih kecil, serta efektivitas dalam operasional.

Sembari menunggu KRL baru selesai diproduksi, di lapangan, pergerakan para komuter tidak bisa dibendung. Jam kerja sebagian besar komuter yang masih terkonsentrasi pada pagi hingga sore hari membuat kepadatan pada jam puncak sulit dielakkan. Kebutuhan ini membawa konsekuensi bahwa kita harus legowo menerima opsi saat ini untuk menggantikan KRL yang tidak layak beroperasi lagi dengan KRL bekas dari Jepang.

Kecuali, apabila kita sepakat tidak memprioritaskan layanan angkutan umum bagi ratusan ribu penggunanya.