Kejadian bentrok, arogansi, dan emosi yang diawali hal sepele akan menyakiti hati rakyat dan akan memengaruhi kepercayaan rakyat. Tanggung jawab TNI dan Polri menjaga persatuan negeri.

 

JAKARTA, KOMPAS – Seluruh jajaran TNI diharapkan tidak mudah terprovokasi, tetapi fokus pada tugas utamanya menjaga kedaulatan. TNI diingatkan bahwa konflik dengan Polri akan menjadi awal kehancuran negeri.

Hal ini disampaikan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dalam arahannya saat memimpin Apel Khusus dalam rangka Halalbihalal Tahun 2023 yang diikuti prajurit TNI mulai dari pati, pamen, bintara, dan dan tamtama serta seluruh PNS Mabes TNI bertempat di Plaza Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (2/5/2023).

Yudo mengatakan, kerap kali ada isu-isu negatif yang beredar yang memicu emosi secara personal dan memprovokasi TNI supaya bentrok dengan Polri. ”Kalau TNI-Polri sudah dipecah-pecah akan menjadi ancaman kita bersama dan awal dari kehancuran. Negara yang kuat karena TNI-Polri yang kuat,” kata Yudo.

Ia juga menggarisbawahi bahwa TNI diciptakan untuk rakyat dan untuk membela rakyat. Tugas TNI adalah menjaga kedaulatan, keutuhan NKRI, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah. Sebelumnya, dalam pengarahannya kepada pejabat utama Mabes TNI dan Mabes Angkatan serta panglima dan komandan komando utama, Yudo mengingatkan, negara dan rakyat telah memercayakan keutuhan dan kedaulatan negara kepada TNI. Sebab itu, perlu dipertanggungjawabkan dengan tugas TNI yang maksimal kepercayaan itu.

Yudo, yang saat itu didampingi KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana Muhammad Ali, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo, mengatakan, kejadian bentrok, arogansi, dan emosi yang diawali hal sepele akan menyakiti hati rakyat dan akan memengaruhi kepercayaan rakyat.

”Diperlukan kehadiran para pemimpin untuk menyelesaikan setiap masalah di wilayahnya. Bila tidak diatasi, maka merugikan kita semua. Pertahankan kepercayaan rakyat yang saat ini masih tertinggi terhadap TNI,” ujar Panglima TNI lagi.

Lebih jauh, Yudo mengatakan, pelaksanaan tugas agar tegas, tidak arogan, dan humanis. Seluruh prajurit agar menjalankan tugas dengan profesional dan penuh tanggung jawab. Para pimpinan diminta terus mempertajam rantai komando serta menegakkan penghargaan dan penghukuman, serta melaksanakan pengawasan intensif serta mencegah hal-hal yang buruk terjadi. ”Libatkan dinas hukum agar prajurit melek hukum. Bina, bimbing, arahkan prajurit agar memiliki jiwa korsa positip. Jaga soliditas TNI Polri dan instansi lainya,” kata Yudo.

Sebelumnya, Hendardi dari Setara Institute menyoroti rentan dan rapuhnya soliditas prajurit TNI dan anggota Polri di daerah. Hal ini terlihat dari mudahnya percikan konflik menjadi besar di lapangan. Apalagi, ada kekeliruan mengekspresikan jiwa korsa di antara prajurit. Hal ini merujuk pada dugaan penyerangan Mapolres Jeneponto yang dilakukan oknum TNI.

Setara menyesalkan karena seharusnya TNI dan Polri memastikan keamanan dan ketertiban masyarakat. ”Tetapi, justru secara signifikan menjadi penyebab instabilitas keamanan dan ketertiban tersebut sehingga menyebabkan ketakutan dan mengganggu hak rasa aman warga di tengah masyarakat,” kata Hendardi.

Hendardi menggarisbawahi, para pelaku penyerangan dan perusakan fasilitas di Jeneponto harus diproses hukum. Baik TNI maupun Polri harus menjamin tidak ada upaya melindungi pelaku yang berasal dari institusi mereka. Tindakan tegas itu tidak hanya dalam bentuk teguran, penempatan khusus, atau mutase, tetapi sampai pada pemecatan dan tuntutan pidana.

Hendardi juga meminta Presiden Joko Widodo memimpin penyelesaian hukum yang berkeadilan. Pembiaran atas peristiwa semacam ini akan menimbulkan normalisasi kekerasan (normalizing of violence) karena kekerasan dianggap sesuatu yang normal. Respons yang artifisial, seperti konferensi pers bersama tanpa disertai penyelesaian hukum, akan menjadi pemicu demoralisasi anggota Polri dan mengikis legitimisasi kepemimpinan Kapolri.