Sebanyak 85 persen konsumen di Asia Tenggara merasa tindakan individu mereka secara kolektif dapat menciptakan dampak yang signifikan terhadap lingkungan.

Oleh
AHMAD ARIF

JAKARTA, KOMPAS - Sebanyak 85 persen konsumen di Asia Tenggara merasa tindakan individu mereka secara kolektif dapat menciptakan dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Meski demikian, hanya satu dari sepuluh orang yang disurvei mengaku ingin berinventasi di sektor hijau.

Karakteristik konsumen ini disampaikan Florence Ang dari Milieu Insight, perusahaan riset konsumen dan analitik data di Asia Tenggara, Rabu (19/4/2023). Temuan didasarkan survei terhadap 4.800 responden dari Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Survei dilakukan berkaitan dengan Hari Bumi yang jatuh pada 22 April 2023 dan tema tahun ini adalah ”Invest in Our Planet”.

Survei menemukan, 85 persen responden percaya bahwa pilihan konsumen individu secara kolektif dapat menciptakan dampak yang signifikan terhadap lingkungan dan 54 persen telah memilih untuk menerapkan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, seperti mengurangi penggunaan plastik atau mendaur ulang.

Investasi hijau yang paling diminati adalah pengelolaan limbah sebesar 57 persen, energi terbarukan 54 persen, dan transportasi hijau 50 persen.

Dari seluruh responden, hanya 11 persen yang secara aktif melakukan investasi hijau. Di antara negara-negara yang disurvei ini, Malaysia berada di garis depan gerakan keuangan hijau dengan proporsi investor hijau tertinggi sebesar 17 persen, sedangkan Thailand memiliki proporsi terendah, hanya 6 persen.

Suvei juga menunjukkan, lebih dari setengah responden (53 persen) yang belum berinvestasi bersedia melakukannya di masa depan dan 41 persen masih ragu untuk berinvestasi di sektor hijau.

Sebanyak 70 persen responden yang mendukung investasi hijau telah meningkatkan alokasinya dalam dua tahun terakhir. Hal ini menunjukkan pandangan optimistis untuk berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan.

Baca juga: Pilih-pilih Investasi Hijau

Di antara mereka, 67 persen responden mulai berinvestasi di lingkungan karena kekhawatiran tentang perlindungan lingkungan untuk generasi mendatang, 48 persen ingin mengalokasikan sebagian dari portofolio investasi mereka untuk proyek yang bertujuan, dan 43 persen dipengaruhi oleh teman atau keluarga.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/Wl2he3g49zgZzlkaPc2dSPnkxIo=/1024x1281/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F04%2F19%2F101fde89-3b01-4833-965b-45d9aec514bf_jpg.jpg

Menurut Ang, survei ini juga menemukan, tiga sektor investasi hijau yang paling diminati adalah pengelolaan limbah sebesar 57 persen, energi terbarukan 54 persen, dan transportasi hijau 50 persen. Energi terbarukan menjadi sektor investasi teratas di Thailand, mencapai 74 persen, dan Singapura 62 persen, dengan investor juga tertarik pada transportasi hijau 61 persen.

Baca juga: Pembiayaan Jadi Hambatan Investasi Ekonomi Hijau

Hasil survei juga menunjukkan, motivator utama yang akan memengaruhi keputusan peserta untuk mengalokasikan lebih banyak dana ke proyek hijau adalah dampak lingkungan yang positif sebesar 76 persen, stabilitas pasar yang lebih baik 48 persen, serta peraturan tentang pelaporan hijau, pengembalian keuangan yang lebih tinggi, dan insentif pemerintah masing-masing 39 persen.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/1VvCL2Pict2JJMFFRjSbItMDtpE=/1024x996/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F04%2F19%2F1b196ac1-e0f0-4c81-8e89-c09037e06e3b_jpg.jpg

Sementara itu, laporan Pertemuan Musim Semi IMF dan Bank Dunia pada April 2023 menunjukkan, dunia saat ini butuh biaya besar untuk melakukan transisi energi yang adil bagi pasar negara berkembang. Diperlukan investasi setidaknya 4 triliun-6 triliun dollar AS per tahun pada tahun 2030 untuk memenuhi tujuan ini.