Pernyataan Presiden Joko Widodo menegaskan lagi posisi ASEAN di bawah keketuaan Indonesia. Posisi ini penting dijadikan legasi, siapa pun negara ketua organisasi itu.
Oleh REDAKSI
Tiga hari menjelang Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara, yang akan dibuka pada Rabu (10/5/2023), Presiden Joko Widodo melontarkan pernyataan mengenai prinsip keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini. Indonesia tidak mau ASEAN menjadi proksi siapa pun atau negara mana pun. ”Prinsip Indonesia di keketuaan ASEAN adalah kolaborasi dan kerja sama dengan siapa pun,” kata Presiden, Minggu (7/5/2023), seperti dikutip harian ini.
Tegas, lugas, dan jelas. Itu yang bisa ditangkap dari pernyataan itu meskipun tidak disebutkan siapa dan negara yang dimaksud. Tanpa disebut secara eksplisit pihak atau negara yang dimaksud, orang bisa menangkap arahnya dari konteks situasi dan perkembangan geopolitik. Keketuaan Indonesia di ASEAN saat ini berlangsung di tengah rivalitas yang terus mengeras di antara kekuatan besar, khususnya dua negara adidaya, Amerika Serikat dan China.
Tak banyak kawasan yang memikul tekanan lebih besar daripada Asia Tenggara di tengah rivalitas AS-China. Titik api rivalitas itu mengepung kawasan Asia Tenggara, dari Laut China Selatan, Selat Taiwan, hingga Pasifik Selatan. Sementara China menancapkan dan memperluas pengaruhnya dengan kekuatan gurita ekonomi, AS menghadangnya dengan pembendungan (containment) dan upaya pemutusan relasi (decoupling) negara-negara kawasan dari China.
Sejauh ini negara di kawasan Asia Tenggara, dengan ASEAN sebagai jangkarnya, mampu bertahan dari tekanan agar mereka memihak salah satu kubu yang bersaing. Mereka menjalin kerja sama, baik dengan AS maupun China, memetik keuntungan dari kerja sama itu tanpa terikat komitmen untuk menjadi aliansi pihak mana pun. Posisi ini telah disinggung ASEAN dalam pandangan Indo-Pasifik-nya.
Dalam dokumen pandangan Indo-Pasifik-nya, ASEAN menegaskan ”Indo-Pasifik sebagai kawasan dialog dan kerja sama, bukan rivalitas”. Pernyataan Presiden Jokowi selaras dengan hal itu. Posisi itu pula yang menjadi landasan ASEAN dalam menyelesaikan persoalan di kawasan, termasuk dalam isu Myanmar ataupun Laut China Selatan.
ASEAN, kata Presiden Jokowi, tidak akan memilih cara yang biasa diambil AS atau Barat dengan menjatuhkan sanksi dalam menyelesaikan isu Myanmar. ASEAN akan terus mengedepankan dialog di negara itu. Begitu pun pada isu Laut China Selatan, ASEAN tak merespons militerisasi di perairan itu dengan memihak salah satu dari kekuatan besar.
Namun, apakah posisi itu akan terus mampu dipertahankan ASEAN di tengah semakin meruncingnya rivalitas tersebut? Ini yang harus bisa dijawab ASEAN. Indonesia, dengan keketuaan saat ini, harus mengawal ”prinsip kolaborasi, bukan proksi” akan terus menjadi panduan bagi arah dan perjalanan ASEAN, siapa pun negara yang mengetuai organisasi ini.