Mahfud MD menegaskan tak ada perdamaian bagi pelaku perdagangan orang. Sejauh ini, Polri tetapkan 2 tersangka untuk kasus 20 WNI yang diperdagangkan dan dipekerjakan di bisnis penipuan di Myanmar, yakni Anita dan Andri.

JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Selasa (9/5/2023), menegaskan bahwa Indonesia menyatakan perang terhadap tindak pidana perdagangan orang atau TPPO. Dia juga menyebutkan bahwa dalam penegakan hukum TPPO itu tidak ada perdamaian antara korban dan pelaku (restorative justice).

Hingga kini, kasus 20 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban perdagangan orang di Myanmar telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Kepolisian Negara RI menetapkan dua orang yang diduga berperan sebagai perekrut 20 WNI itu sebagai tersangka, yakni Anita Setia Dewi dan Andri Satria Nugraha. Kini keduanya masih dalam pengejaran kepolisian.

Mahfud menyampaikan perang terhadap perdagangan orang itu kepada wartawan saat menghadiri dan memimpin pertemuan ASEAN Political and Security Council (APSC) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Selasa. Mahfud mengatakan, isu tindak pidana perdagangan orang (TPPO) akan mendapatkan perhatian khusus di KTT ASEAN.

”Kejahatan TPPO adalah kejahatan serius yang tidak bisa didamaikan, pelakunya harus dihukum,” ujar Mahfud melalui keterangan tertulis, Selasa.

Mahfud menambahkan, TPPO sudah menjadi penyakit yang sangat mengancam bagi kehidupan masyarakat. Selain dibahas dalam forum resmi KTT ASEAN, bentuk kerja sama TPPO juga akan diputuskan oleh negara-negara ASEAN. Sikap Indonesia sendiri sudah jelas, yaitu menyatakan perang terhadap TPPO. Dengan demikian, terhadap kasus ini tidak ada perdamaian antara korban dan pelaku (restorative justice).

”Dan kebetulan saya ini bicara dari NTT. NTT ini daerah yang paling banyak tindak pidana perdagangan orangnya. Menurut catatan, setiap tahun tidak kurang dari warga NTT yang pulang dari luar negeri sudah menjadi mayat karena diperjualbelikan sebagai budak oleh mafia perdagangan orang ini,” paparnya.

Mahfud juga mengatakan, pemerintah sudah membuat kebijakan dan menyediakan segala perangkat yang diperlukan untuk menindak tegas TPPO. Bagi Indonesia, prioritas capaian dari Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini yang akan dituangkan dalam komponen ASEAN Matters adalah kesepakatan dan implementasi kerja sama penanganan TPPO akibat penyalahgunaan teknologi.

”Saat ini korban TPPO tidak hanya WNI, tetapi juga terdapat warga negara dari negara-negara anggota ASEAN lainnya. Para korban TPPO ini di bawah ke negara ASEAN lainnya sehingga diperlukan kerja sama aparat hukum antarnegara ASEAN,” katanya.

Pada kesempatan itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga mengajak semua negara anggota ASEAN untuk meningkatkan upaya memerangi maraknya kejahatan transnasional di ASEAN. Mulai dari terorisme, narkoba, dan khususnya perdagangan orang. Oleh karena itu, ASEAN harus memiliki instrumen yang memadai untuk mengatasi kejahatan perdagangan orang termasuk melalui adopsi Leaders Declaration on Combating Trafficking in Persons Caused by Abuse of Technology.

”Deklarasi itu akan memuat pendekatan komprehensif dalam hal pencegahan dan perlindungan korban, serta meningkatkan kolaborasi antarnegara,” terangnya.

Tahap penyidikan

Sementara itu, kasus perdagangan orang terhadap 20 WNI yang dipekerjakan untuk bisnis penipuan di Myanmar, ditingkatkan ke tahap penyidikan. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Djuhandani Rahadrjo Puro, Selasa, mengatakan, kasus itu ditingkatkan ke penyidikan didasarkan pada hasil gelar perkara dan pemeriksaan sejumlah saksi.

Dalam kasus ini, Polri menetapkan dua orang yang diduga sebagai perekrut 20 WNI itu sebagai tersangka, yakni Anita Setia Dewi dan Andri Satria Nugraha.Penetapan itu didasarkan pada gelar perkara nomor LP/B/82/V/2023/SPKT Bareskrim Polri tanggal 2 Mei 2023 tentang dugaan TPPO pada Selasa (9/5/2023). Baik Anita maupun Andri dinilai perannya memenuhi unsur dugaan TPPO Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan atau Pasal 81 UU No 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Setelah dilakukan penetapan tersangka, Bareskrim Polri akan melengkapi administrasi penyidikan. Selain itu, Bareskrim juga berencana mencari serta menangkap pelaku dan mengembangkan perkara guna menentukan apakah ada tersangka lainnya.

”Bareskrim telah melaksanakan gelar perkara terkait kasus tersebut dan hasilnya meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan,” ujar Djuhandani, seperti dikutip dari laman Humas Polri.

Guna kebutuhan penyidikan, Bareskrim Polri tengah mendata dan meminta keterangan terhadap 20 korban untuk mencari adanya pelaku lain yang turut memberangkatkan mereka ke luar negeri. Pemeriksaan juga dilakukan pada lima orang berdasarkan laporan polisi yang ada.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho menyebut, 16 WNI telah dibebaskan pada Sabtu (6/5/2023) malam. Mereka telah diserahkan pada Kedutaan Besar RI (KBRI) Bangkok di Maesot, Thailand, setelah diseberangkan dari Myawaddy, Myanmar.

”Secara umum, terlihat mereka (korban) dalam kondisi sehat,” kata Sandi secara tertulis, Minggu (7/5/2023).

Pembebasan itu bermula saat tim KBRI Bangkok, Thailand, mendapat informasi dari KBRI Yangon, Myanmar, dan Organisasi Antipenipuan Global (GASO). Diketahui, bahwa 16 WNI menyeberang dengan bantuan pasukan penjaga perbatasan (BGF) Myanmar. Sementara itu, 4 WNI lainnya telah

Upaya penyelamatan terhadap para WNI mendapat apresiasi dari pihak keluarga korban serta Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno mengatakan, pemulangan 20 WNI tak akan menghentikan proses hukum.

”(Hal ini) justru memperkuat langkah penegakan hukum untuk menjerat para sindikat TPPO,” kata Hariyanto, dikutip dari laman SBMI.

Selanjutnya, para keluarga korban didampingi SBMI akan mengajukan permohonan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) guna menempuh proses hukum. Selain itu, SBMI juga mengarahkan keluarga supaya mendapat bantuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia membantu reintegrasi sosial para korban.

Kasus perdagangan orang ini bermula ketika perekrut menawarkan para korban bekerja sebagai operator komputer di salah satu perusahaan bursa saham di Thailand. Mereka akan diupah sekitar Rp 8 juta-Rp 10 juta per bulan. Seluruh akomodasi ditanggung dengan ketentuan pinjaman, kemudian korban akan menggantinya dengan potongan gaji. Namun, mereka kemudian diberangkatkan ke Myanmar dengan kapal melewati Bangkok, Thailand.

Korban justru disekap dan dipaksa bekerja untuk melakukan penipuan daring (online scam)hingga 17 jam per hari. Mereka disiksa, baik mental maupun fisik, antara lain pemukulan hingga penyetruman (Kompas.id, 5/5/2023).