Pemenuhan kebutuhan pokok minimum Marinir berkisar 40-60 persen. Angka ini dinilai tidak seimbang dengan potensi ancaman yang ada.

JAKARTA, KOMPAS — Hingga Mei 2023 baru 64 persen kebutuhan pokok minimum atau minimum essential force (MEF) TNI Angkatan Laut yang terpenuhi. Kondisi ini dikhawatirkan membuat TNI AL sulit menghadapi ancaman militer, terutama di Laut Natuna Utara.

”Pencapaian MEF TNI AL sudah 64 persen dan untuk Marinir 60 persen personel dan berkisar 40-60 persen material Marinir,” kata Kepala Staf TNI AL Laksmana Muhammad Ali usai menjadi Inspektur Upacara serah terima jabatan Komandan Korps Marinir dari Mayjen Widodo Dwi Purwanto kepada Mayjen Nur Alamsyah di Lapangan Upacara Brigif 1 Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (21/5/2023).

Ali mengatakan, TNI AL akan meningkatkan kemampuan Korps Marinir di antaranya dengan melakukan peremajaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Beberapa alutsista yang akan diremajakan adalah kendaraan pendarat amfibi LVT 7, artileri pertahanan udara (arhanud) berupa kendaraan lapis baja BVP 2, dan persenjataan perorangan seperti night vision goggles.

Rahmi Fitriyanti, pengajar Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, mengatakan, pemenuhan alutsista TNI AL dan Marinir tersebut bukanlah angka yang cukup terkait perkembangan lingkungan strategis. Ia mengatakan, saat ini TNI AL memiliki tugas berat menjaga kedaulatan terutama di wilayah Natuna Utara dan pulau-pulau terluar.

”Apalagi sekarang anggaran jadi lebih sulit karena persiapan pemilu,” kata Rahmi.

Ia mengatakan, alutsista TNI AL perlu ditambah, apalagi mengingat ada agresivitas China di Laut Natuna Utara yang berpotensi menyeret Indonesia pada konflik. Menurut Rahmi, pemenuhan tersebut sebaiknya tidak ditunda lagi mengingat tahun 2024, rangkaian MEF pertama akan berakhir dengan harapan seluruh TNI telah terpenuhi 100 persen.

”Bisa dipikirkan juga untuk mengambil anggaran yang lain, untuk dialihkan misalnya anggaran yang tidak terserap. Hal ini tidak bisa ditunda lagi,” kata Rahmi.

Ali mengatakan, TNI AL punya visi untuk membangun kekuatan matra laut yang profesional, modern, dan tangguh. Korps Marinir sebagai salah satu bagian dari sistem senjata armada terpadu TNI AL sangat penting untuk operasi amfibi. Operasi ini penting terkait pengamanan pantai dan pulau terluar serta proyeksi kekuatan.

Salah satu pekerjaan rumah yang, menurut Ali, ada di depan mata adalah interoperasbilitas antarsatuan TNI AL. Oleh karena itu, pembangunan Marinir sifatnya berkelanjutan dan sejalan dengan visi organisasi TNI AL. Ali mengatakan, saat ini usulan untuk menjadikan Komandan Korps Marinir sebagai perwira tinggi bintang tiga telah diajukan ke Presiden.