Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengaku sudah cermat memilih frasa dalam unggahannya di media sosial. Ia juga berdalih mengunggah informasi itu sebagai bentuk kontrol publik.
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana membantah membocorkan rahasia negara dalam unggahannya di media sosial terkait uji materi sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi. Langkah pemerintah yang meminta kepolisian mengusut sumber informasi yang diterima Denny pun dianggap berlebihan.
Denny melalui keterangan tertulis, Selasa (30/5/2023), mengaku memperoleh informasi terkait putusan uji materi sistem pemilu bukan dari lingkungan Mahkamah Konstitusi (MK), hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK.
”Karena itu, saya bisa tegaskan, tidak ada pembocoran rahasia negara di dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik. Rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK,” ujarnya.
Meski demikian, Denny mengaku bahwa informasi yang diterimanya tersebut sangat kredibel dan patut dipercaya. Ia pun memutuskan untuk melanjutkan informasi kepada khalayak luas sebagai bentuk pengawasan publik. Ini agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.
”Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali. Karena itu, ruang untuk menjaga MK agar memutus dengan cermat, tepat, dan bijak hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah,” ujarnya.
Denny pun meminta semua pihak menyimak pernyataan yang disampaikannya. Ia mengaku sudah cermat memilih frasa dalam unggahannya di media sosial. Ia menjelaskan bahwa dalam tulisannya di media sosial itu tidak ada frasa yang mengandung makna informasi rahasia.
”Saya menulis MK akan memutuskan. Artinya masih akan, belum diputuskan. Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah informasi A1 sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD. Sebab, informasi A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya,” ujarnya.
Pada Minggu (28/5/2023), Denny melalui akun media sosialnya menyampaikan bahwa dirinya menerima kabar bahwa MK akan mengembalikan sistem pemilihan anggota legislatif dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Informasi yang diterimanya itu disebut sangat kredibel dan patut dipercaya.
Namun, MK menyanggah kabar itu. Belum ada rapat permusyawaratan hakim untuk membahas putusan terkait uji materi sistem pemilu. Bahkan, kesimpulan para pihak untuk perkara uji materi sistem pemilu juga belum ada.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan mengatakan, hingga saat ini belum ada laporan yang masuk ke Bareskrim Polri terkait dugaan bocornya putusan hakim MK. Penyelidikan akan dilakukan bila terdapat indikasi pidana.
”Itu cuitan, ya? Tentu kita harus menghargai ya, kita akan tunggu, kita akan menunggu dan siapa pun ya bukan hanya pejabat, Polri akan menindaklanjuti laporan tersebut, ya,” katanya.
Pengajar pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, berpendapat, pengusutan sumber informasi diharapkan tidak perlu sampai pada proses pidana. Proses pidana justru bisa memicu spekulasi dan kekisruhan baru yang tidak konstruktif bagi penyelenggaraan pemilu serta dapat memperparah polarisasi di masyarakat.
Menurut Titi, informasi rencana isi putusan MK tersebut lebih baik disikapi melalui evaluasi internal oleh MK.
MK bisa memperbaiki tata kelola kelembagaannya terutama untuk memperketat sistem integritas MK agar segala hal berkaitan dengan persidangan betul-betul secara prosedur dan dapat optimal mencegah pelanggaran, termasuk terjadinya kebocoran rahasia persidangan.
Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan bahwa internal MK akan membahas langkah-langkah yang tepat terkait dugaan kebocoran informasi putusan sistem Pemilu 2024.
”Ya tentu kami sudah membaca, sudah mencermati. Bukan tidak mungkin akan ditempuh langkah-langkah. Secara internal, akan dibahas terlebih dahulu kia-kira langkah apa yang harus dilakukan MK,” ujar Fajar ditemui di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/5/2023).