APBN-P 2016 Tekanan Kian Nyata pada Akhir Tahun JAKARTA, KOMPAS — Tekanan fiskal pada akhir 2016 kian nyata. Realisasi pendapatan negara pada triwulan terakhir diproyeksikan tak meningkat tajam. Sementara siklus penyerapan anggaran justru mencapai puncak pada triwulan terakhir. Pada sisi lain, utang yang ditarik pemerintah telah mencapai 101 persen dari target. "Dilihat saja per minggunya. Dilihat arus kasnya. Moga-moga bisa," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjawab pertanyaan Kompas seusai rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Kamis (8/9). Saat ditanya soal kemungkinan memotong lagi anggaran belanja sebagai antisipasi, Sri Mulyani mengatakan, hal tersebut belum diskenariokan. Ia berharap realisasi penerimaan negara pada September ini memberikan sinyal positif sehingga tidak perlu melakukan pemotongan lagi. Belum lama ini, pemerintah sudah memotong anggaran belanja negara senilai Rp 137,6 triliun. Hal ini merupakan langkah antisipasi agar pelebaran defisit bisa dijaga sampai 2,55 persen terhadap produk domestik bruto dari target 2,35 persen. Kebijakan pemotongan diambil guna mengantisipasi realisasi penerimaan negara yang diproyeksikan meleset Rp 219 triliun di bawah target pada akhir tahun. Sri Mulyani tidak menyebut spesifik soal penerimaan pada September tersebut. Realisasi uang tebusan program pengampunan pajak sejauh ini masih jauh dari target. Program pengampunan pajak berlangsung Juli 2016 sampai dengan Maret 2017. Durasi dibagi ke dalam tiga periode yang menawarkan tarif progresif. Mayoritas peserta diperkirakan ikut periode Juli-September mengingat tarifnya paling rendah. Beberapa pihak memperkirakan 60 persen peserta ikut periode pertama. Uang tebusannya akan mencapai 80 persen dari total tebusan sampai dengan akhir periode. Kementerian Keuangan sebelum era Sri Mulyani menargetkan uang tebusan sampai dengan akhir 2016 senilai Rp 165 triliun. Repatriasinya mencapai Rp 1.000 triliun. Sementara Bank Indonesia (BI) pada awalnya memproyeksikan realisasi tebusan senilai Rp 53,4 triliun. Adapun repatriasi sebesar Rp 560 triliun. BI pesimistis Belakangan, BI lebih pesimistis. Gubernur BI Agus DW Martowardojo pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (7/9), memproyeksikan penerimaan uang tebusan sampai dengan akhir tahun hanya Rp 18 triliun. Adapun penerimaan pada Januari hingga Maret 2017 senilai Rp 3 triliun. Sementara repatriasinya hanya Rp 180 triliun. Hal ini berangkat dari realisasi program pengampunan pajak yang sejauh ini masih minimalis. Hingga Kamis pukul 20.00, sebanyak 42.482 wajib pajak berpartisipasi. Total aset bersih yang dilaporkan Rp 325 triliun dengan uang tebusan Rp 7,36 triliun. Uang tebusan program pengampunan pajak termasuk dalam penerimaan Pajak Penghasilan Nonmigas. Total penerimaan pajak selama ini menyumbang lebih kurang 70 persen terhadap total pendapatan negara. Sampai dengan 31 Agustus, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 619 triliun atau 45 persen dari target. Pada periode yang sama tahun lalu, realisasinya Rp 598 triliun atau 46,2 persen dari target. Pada sisi lain, penyerapan belanja mencapai level maksimal justru pada triwulan terakhir. Selama ini, sekitar 60 persen dari total belanja modal, misalnya, terserap pada triwulan terakhir. Jika realisasi penerimaan sampai dengan akhir tahun meleset di bawah proyeksi, pilihannya tinggal dua, yakni mengerem belanja negara atau menambah utang. Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan, utang neto yang telah ditarik pemerintah per 31 Agustus mencapai 101 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 senilai Rp 364 triliun. Pada periode yang sama, utang bruto yang telah ditarik pemerintah mencapai 89 persen dari target Rp 611 triliun. Utang neto adalah utang untuk membiayai APBN. Utang bruto adalah utang APBN ditambah dengan utang untuk membayar pokok utang jatuh tempo pada tahun berjalan. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, penerimaan pajak akan landai sampai dengan akhir tahun. Alasannya, Direktorat Jenderal Pajak tidak punya cukup ruang dan sumber daya manusia untuk melakukan intensifikasi ataupun ekstensifikasi. Hal ini sejalan dengan pengampunan pajak yang membutuhkan banyak sumber daya manusia. Tenggat minta diundur Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah untuk memundurkan tenggat akhir dari program amnesti pajak. Perusahaan memerlukan waktu untuk mempersiapkan diri dan banyak peraturan yang baru dirilis pemerintah pada akhir Agustus. "Kami ingin ada perpanjangan tenggat tarif 2 persen ini diundur dari akhir September menjadi akhir Desember 2016," ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani. (C11/LAS)