BUMN Perlu Kontribusi Total Aset Ditargetkan Rp 7.000 Triliun JAKARTA, KOMPAS — Badan usaha milik negara harus mampu bersaing secara global dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional. BUMN perlu memberikan penerimaan bagi negara, bukan diberi injeksi modal. Pengelolaan BUMN secara efisien dan profesional diperlukan. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTOPetugas mendemonstrasikan penggunaan simulator kokpit N219 di anjungan PT Dirgantara Indonesia dalam Indonesia Business and Development Expo di Balai Sidang Senayan, Jakarta, Kamis (8/9). Pameran yang diikuti 118 BUMN dan sejumlah BUMD itu menjadi wadah untuk mempromosikan perkembangan kinerja, inovasi, dan perannya dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka pameran Indonesia Business and Development Expo (IBDExpo) 2016 di Jakarta, Kamis (8/9). Dalam IBDExpo 2016 yang diikuti 118 BUMN serta sejumlah BUMD dan berlangsung 8-11 September 2016 itu hadir Menteri BUMN Rini Soemarno dan para direksi BUMN. Tujuan pameran itu antara lain menunjukkan produk-produk atau kinerja yang sudah dihasilkan BUMN- BUMN kepada masyarakat, seperti proyek PLN, Pertamina, dan perdagangan digital BUMN. "Perusahaan apa pun yang mau berkembang harus mampu bersaing. Untuk itu, harus efisien," kata Wapres. Dalam era keterbukaan, persaingan BUMN tidak hanya terkait persaingan BUMN dengan perusahaan swasta atau BUMN dengan BUMN, tetapi juga BUMN dengan BUMN dari negara-negara lain. Seusai membuka pameran, Jusuf Kalla menyempatkan mengunjungi beberapa stan pameran antara lain stan PT Telekomunikasi Indonesia, BTN, PT Pertamina, PT PGN, PT PLN, BRI, dan PT Inalum. Wapres menambahkan, perekonomian dunia mengalami pelambatan. "Ini tantangan berat," katanya. Persaingan pun bertambah berat. Karena itu, BUMN harus meningkatkan efisiensi dan dikelola secara profesional. Menurut Jusuf Kalla, tahun 2016, pemerintah dapat memberikan penyertaan modal negara (PMN) kepada sejumlah BUMN. Ke depan, BUMN perlu memberikan kontribusi lebih besar pada perekonomian nasional, terutama memberikan kontribusi pajak. Target Rp 7.000 triliun Secara terpisah, dalam pengarahan kepada jajaran BUMN, Rini menekankan, Kementerian BUMN selama ini berupaya menyinergikan BUMN agar menjadi efisien dan berdaya saing. "Yang kita lakukan sekarang menyiapkan holding," katanya. Tujuannya, lanjut Rini, adalah mengembangkan perusahaan BUMN tanpa harus bergantung pada injeksi modal baru dari negara. Ia menambahkan, saat ini aset BUMN lebih dari Rp 5.000 triliun. Ditargetkan, tahun 2019 aset BUMN bisa mencapai Rp 7.000 triliun. Rini menambahkan, tidak mudah mengelola BUMN karena di satu sisi BUMN harus untung dari manajemen yang profesional. Di sisi lain, BUMN juga harus menjadi pelaku pembangunan dan memberi kontribusi bagi pembangunan di tingkat nasional ataupun di daerah. Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro mengungkapkan, Kementerian BUMN dan kementerian terkait telah menyusun draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Hal ini sebagai payung hukum pembentukan perusahaan induk BUMN (holding). Melalui revisi PP itu, lanjut Imam, diharapkan secara administrasi ada kejelasan regulasi terkait dengan kepemilikan saham pada BUMN-BUMN yang dibentuk menjadi holding. "Ditargetkan, akhir September PP itu dapat dikeluarkan," katanya. Rini menambahkan, melalui revisi PP itu, pada dasarnya, ditegaskan bahwa saham BUMN tercatat sebagai aset atau tercatat dalam neraca negara. Di sisi lain, aset BUMN dibukukan dalam setiap BUMN. Dari data tahun 2014, kontribusi pajak BUMN sebesar Rp 177 triliun dan dividen sebesar Rp 40 triliun. Total nilai proyek BUMN-dengan jangka waktu 1-3 tahun-per akhir 2015 sebesar Rp 795,9 triliun. (FER/SON)