APBDes yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan desa mencapai 39,02 persen atau Rp 48,5 triliun. Optimalnya, 30 persen anggaran untuk penyelenggaraan pemerintahan dan 70 persen untuk kesejahteraan masyarakat.

Oleh WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN

Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Ivanovich Agusta dan Mendesa PDTT Abdul Halim Iskandar (kanan) berjalan bersama menuju lokasi jumpa pers mengenai APBDes 2023 dan masa depan anggaran desa, di Kuningan City, Jakarta, Kamis (22/6/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Hampir 40 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau APBDes dihabiskan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Jumlah itu melebihi alokasi anggaran untuk pembangunan, pembinaan, pemberdayaan, hingga penanggulangan bencana di desa. Padahal, aturan yang ada menegaskan bahwa anggaran maksimum penyelenggaraan pemerintahan adalah 30 persen.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mencatat, APBDes pada 2023 sebesar Rp 124,32 triliun. Jumlah itu terdiri dari Rp 48,5 triliun (39,02 persen) untuk penyelenggaraan pemerintahan desa; Rp 44,2 triliun (35,55 persen) untuk pembangunan desa; Rp 7,68 triliun (6,18 persen) untuk pembinaan kemasyarakatan; Rp 11,97 triliun (9,63 persen) untuk pemberdayaan masyarakat; dan Rp 11,95 triliun (9,61 persen) untuk penanggulangan bencana, keadaan darurat, serta kebutuhan mendesak desa.

Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar menyebutkan, anggaran penyelenggaraan pemerintahan desa mendominasi karena dana untuk kegiatan pemerintah desa termasuk di dalamnya. Hal ini seperti operasional desa dan honor perangkat desa.

”Saya rasa semua penggunaan anggaran harus dibuka dan dibedah mulai dari APBDes, APBD, hingga APBN. Hal ini agar bagian yang tidak maksimal dapat diketahui dan diperbaiki alokasinya,” ujarnya dalam jumpa pers mengenai APBDes 2023 dan masa depan anggaran desa di Kuningan City, Jakarta, Kamis (22/6/2023).

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/SZcmnyxAx1YHblPOu6ClDWP0f8I=/1024x746/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F06%2F24%2F20200624-ADI_BUMDES-4-mumed_1592994516_png.png

Sejak 2015 hingga sekarang, jumlah APBDes meningkat drastis karena ketambahan anggaran dari program dana desa oleh pemerintah pusat. Pagu atau batas maksimum dana desa tahun 2023 sebesar Rp 68 triliun atau setara dengan 54,7 persen dari total APBDes di Indonesia.

Secara spesifik, anggaran program dana desa yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan desa meningkat dari Rp 2,76 triliun (4,06 persen) pada 2022 menjadi Rp 5,47 triliun (8,05 persen) pada 2023.

Meskipun demikian, dana desa yang digunakan untuk pembangunan meningkat dari Rp 23 triliun (33,84 persen) tahun 2022 menjadi Rp 35,95 triliun (52,87 persen) tahun 2023. Sementara itu, dana desa untuk penanggulangan bencana atau kebutuhan darurat menurun dari Rp 29,17 triliun (42,9 persen) pada 2022 menjadi Rp 12,07 triliun (17,75 persen) pada 2023.

”Penurunan anggaran untuk kebutuhan darurat dan peningkatan anggaran untuk pembangunan desa mengindikasikan bahwa desa mulai bangkit dari dampak pandemi Covid-19,” ujar Halim.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/LkNu624c7tBDk2VHQh6aUTfeAoI=/1024x668/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F04%2F24%2F202004024-NSW-Dana-Desa-4-mumed_1587720125_png.png

Per 19 Juni 2023, sebanyak Rp 30,97 triliun dana desa telah disalurkan untuk kas 72.620 desa dan sejumlah Rp 3,88 triliun di antaranya berupa bantuan langsung tunai (BLT) bagi 2,75 juta keluarga di 71.984 desa. Adapun total 74.954 desa tercatat sebagai penerima dana desa.

Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Kemendesa PDTT Ivanovich Agusta, saat ditemui seusai acara, menjelaskan, total anggaran untuk penyelenggaraan pemerintahan desa dalam APBDes berada di atas jumlah laik, yakni maksimal 30 persen. Jumlah yang sebesar 39,02 persen itu seharusnya bisa lebih rendah.

”Kemendesa PDTT tidak memiliki kewenangan untuk menindak atau mengingatkan. Namun, temuan tersebut dapat kami sampaikan ke Kementerian Dalam Negeri untuk ditindaklanjuti,” ungkapnya.

Ivanovich menambahkan, alokasi anggaran yang optimal adalah 30 persen untuk penyelenggaraan pemerintahan dan 70 persen lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Peningkatan kesejahteraan dapat dilakukan dengan cara pembangunan, pembinaan, pemberdayaan, hingga bantuan spesifik.

Membuat peta

Dihubungi terpisah, dosen Kebijakan dan Perencanaan Kebijakan Publik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, menilai, jumlah maksimum 30 persen untuk penyelenggaraan pemerintahan itu merupakan suatu aturan yang harus ditaati. Karena itu, pemetaan desa dibutuhkan untuk menentukan alokasi dana desa yang dapat diberikan.

”Ada beberapa desa yang sumber pendapatannya hanya dari program dana desa sehingga bisa dijustifikasi. Desa yang tergolong kecil itu mau tidak mau harus fokus menyejahterakan masyarakat dan menjalankan fungsi pemerintahan,” katanya.

Desa-desa yang ada perlu dipetakan berdasarkan kapabilitas institusi, persona pimpinan desa, dan potensinya. Seluruh desa tidak bisa disetarakan kondisi dan keadannya, misalnya, desa di daerah kepulauan dan pegunungan.

Selain itu, kata Berly, pengawasan ketat termasuk sanksi, jika anggaran penyelenggaraan pemerintahan terus di atas 30 persen, perlu dilakukan oleh Kemendesa PDTT dan Kemendagri. Pada saat bersamaan, desa yang masih membutuhkan dukungan dana juga harus diperhatikan dan dikecualikan.