Dana desa selama sembilab tahun digulirkan telah meningkatkan desa maju dan desa mandiri. Kemajuan desa-desa ini dalam rangka pencapaian SDGs.
Oleh KORNELIS KEWA AMA
Peserta konferensi internasional pembangunan desa perbatasan antarnegara di Kupang, Jumat (13/1/2023), sedang mendengarkan pemaparan dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar. Konferensi berlangsung secara daring dan luring.
KUPANG, KOMPAS — Selama sembilan tahun dana desa digulirkan telah menghasilkan 20.249 desa maju dan 6.238 desa mandiri dari total 74.961 desa di Indonesia. Jumlah desa sangat tertinggal masih 4.982 unit.
Indonesia memiliki lima titik hubung dengan lima negara anggota ASEAN. Pembangunan desa perbatasan antarnegara untuk mencapai sasaran SDGs.
MenteriDesa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar sebagai pembicara kunci pada ”International Conference of Sustainable Rural Development in Border Areas, di Kupang, NTT, Jumat (13/1/2023), mengatakan, Undang-Undang Desa telah membagi rata ”kue” pembangunan ke 74.961 desa di Indonesia. Alokasi dana desa dalam tenggat waktu sembilan tahun itu mencapai Rp 468 triliun.
Dana tersebut telah mendongkrak status desa-desa di Indonesia. Desa dengan kategori maju sebelumnya hanya 3.608 unit, tahun 2022 menjadi 20.249 unit. Desa mandiri naik dari 174 desa menjadi 6.238 desa.
”Sementara desa berkembang meningkat dari 22.882 desa menjadi33.902 desa. Ini kemajuan yang luar biasa,” kata Abdul Halim secara daring dari Jakarta.
Desa dengan kategori tertinggal dan sangat tertinggal pun terus menurun. Jumlah 33.592 desa tertinggal turun menjadi 9.584 desa. Desa sangat tertinggal turun dari 13.453 menjadi 4.982 desa. Sisa desa tertinggal dan sangat tertinggal ini terus digenjot sehingga segera naik status menjadi desa mandiri atau desa maju.
Konferensi itu digelar secara luring dan daring dengan moderator Ny Sopacua. Hadir dalam pertemuan itu, antara lain,enam Dirjen dari Kemendes PDTT, perwakilan UNDP Indonesia Norimasa Shimamura, Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Sudirman, dan Deputi Bidang Pengelolaan Kawasan Perbatasan BNPPGutman Nainggolan.
Deputi Sekjen untuk Komunitas Sosbud Sekretariat ASEAN Ekkaphab Phanthvong, Komisioner Ombudsman RI Dadan Suparjo, Koordinator ”Territorial Approach of the SDGs” Stefano Marta, Koordinator Proyek IOM Indonesia Sebastien Reclaru, dan 1.000 kepala desa mewakili kepala desa se-Indonesia.
Empat kepala desa perbatasan juga hadir sebagai pembicara, yakni Desa Silawan, NTT, Fernandes Kali; Desa Sebulus, Kalimantan Barat, Irpan Riadi; Desa Siomeda, NTT,Dominikus Manafe; dan Kepala Desa Toray, Marauke, Papua, Ny Basilina Deda.
Menurut Abdul Halim, wilayah perbatasan tidak sekedar menegaskan kedaualatan batas negara, tetapi juga menjadi beranda negara. Kawasan perbatasan negara memiliki peran penting dalam penyelesaian masalah-masalah dan menentukan masa depan hubungan antar negara.
Desa-desa di Indonesia tampil sebagai entitas yang paling bertahan terhadap krisis. Dampak Covid-19 melanda Indonesia sejak awal 2020 mendorong kemiskinan naik dari 6,69 persen menjadi 7,5 persen. Tetapi kemiskinan di desa turun sebesar 0,3 persen, yakni dari 12,85 persen menjadi 12,29 persen.
Demikian pula, ketika ketimpangan di kota terus melonjak, dari 0,390 menjadi 0,403. Tetapi ketimpangan di desa tetap lebih rendah dan menurun dari 0,320 menjadi 0,314.
Selama 2022, total dana desa Rp 70 triliun dimanfaatkan desa untuk pemulihan ekonomi nasional, program prioritas nasional, mitigasi penanganan bencana alam dan non-alam.
Disebutkan, sejumlah 18 SDGs desa itu antara lain, desa tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, desa sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, desa layak air bersih dan sanitasi serta keterlibatan perempuan desa.
Roadmap pencapaian SDGs desa dimulai dari mendesain tahapan pembangunan desa, dari pendataan partispatoris, perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Semua ini terekam dalam system informasi desa atau SID.
Saat ini ada 931.846 warga pendata, 77.723 admin pengelola di desa, berhasil mengelola dan merekomendasikan 62.395 jenis kegiatan pembanguan desa.
Wakil Menteri Desa PDTT Budi Arie Setiyadi mengatakan, dalam lingkup ASEAN Indonesia memiliki 5 titik hubung dengan lima negara anggota ASEAN. Ini mendorong kolaborasi pembangunan desa-desa lintar negaa, konektivitas ekonomi, dan asimiliasi budaya dengan tetap berpijak pada kedaulatan negara masing-masing.
Pada 5 titik hubung ini, jumlah desa beranda Indonesia sebanyak 1.899 unit. Titik ini menjadi jalan kolaborasi pembangunan 74.961 desa di Indonesia dengan lebih dari 74.000 desa di Thailand, 11.000 lebih desa di Vietnam, ratusan desa di Malaysia, dan desa lain di kawasan regional Indonesia.
Berdasar pada SDGs desa, desa-desa di Indonesia dapat menyumpang 84 persen bagi pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. SDGs desa memastikan keselarasan langkah pencapaian tujuan pembangunan nasional, sekaligus selaras dengan SDGs.
Penggunaan data mikro berbasis induvidu, keluarga, rukun tetangga, dan lingkungan desa memastikan rekomendasi pembangunan desa tidak melewatkan seorang pun. Semua warga desa merasakan dampak dari pembangunan desa.
Pejabat Sekda NTT Yohanna Lisapally mengatakan, soal perbatasan identik dengan resistensi negara dan harga diri bangsa di perbatasan. Eksistensi bangsa di perbatasan ini perlu dibangun kedua pihak dengan saling mengakui dan menghormati. NTT terus membangun komunikasi dengan Timor Leste dalam berbagai kesempatan.
Dikatakan, desa-desa di perbatasan dengan Timor Leste terus dibangun. Listrik, air bersih, jalan, jembatan, irigasi, pendidikan, kesehatan, dan peningkatan ekonomi warga. Potensi ekonomi kedua negara di perbatasan sedang dibahas, khususnya titik batas Wini, di Timor Tengah Utara dengan Distrik Oecussi.
”Ini butuh kolaborasi di tingkat masyarakat pusat, provinsi, serta pemerintah kabupaten dan kota,” kata Lisapally.
Ia mengatakan, pembangunan ekonomi di perbatasan negara tidak hanya dibicarakan, tetapi juga direalisasikan. Kesejahteraan masyarakat perbatasan RI upaya menjaga keutuhan NKRI.
”Kami juga minta dukungan pusat untuk pengelolaan Laut Sawu secara lebih berdaya guna bagi kesejahteraan masyarakat NTT,” ujarnya.
Kepala Desa Sebulus (yang berbatasan dengan Malaysia), Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, mengatakan, ada satu dusun dari desa itu yang belum memiliki listrik dan tidak ada sinyal Telkom.
Kepala Desa Silawan, Belu, NTT, Fernandes Kali meminta pengelolaan kawasan ekonomi di perbatasan itu untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat setempat. Kepala Kampung Toray, Merauke, Barsalina Dida minta pembangunan gedung SMA dan pengadaan tenaga bidan.