MEKKAH, JUMAT - Musim haji tahun ini diikuti jemaah dalam jumlah normal setelah tiga tahun didera pandemi Covid-19. Bahkan, Pemerintah Arab Saudi berencana menaikkan kuota haji dan umrah sebanyak tiga kali lipat dari masa sebelum pandemi. Persoalannya, risiko cuaca ekstrem dan emisi karbon akibat krisis iklim mengintai jika ambisi ini tidak diatur dengan saksama.

Kementerian Haji Arab Saudi per Jumat (23/6/2023) melaporkan bahwa 2 juta anggota jemaah haji telah tiba. Jumlah ini hanya kurang seperlima dari jumlah jemaah haji tahun 2019, yaitu 2,5 juta orang. Saat pandemi, jemaah hanya 10.000 orang pada 2020, 60.000 orang pada 2021, dan 926.000 orang pada 2022.

Melihat penanganan pandemi Covid-19 yang baik dan kembali hidupnya perekonomian, Arab Saudi ingin meningkatkan kuota. Pada tahun 2019, jumlah jemaah haji dan umrah yang datang ke kerajaan tersebut 10 juta orang. Menurut rencana, per tahun 2030, jumlah jemaah itu dinaikkan menjadi 30 juta orang. Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman mengatakan, peningkatan jumlah ini juga disertai target sistem haji hijau.

Baca juga : Dua Anggota Calon Jemaah Haji Asal Jatim Meninggal di Madinah, Penyelenggara Ingatkan Cuaca Panas

Hal ini karena ibadah haji merupakan salah satu kegiatan yang paling banyak menghasilkan emisi gas rumah kaca di dunia. Pada tahun 2018, para pakar lingkungan dari Universitas Victoria di Australia meneliti bahwa dalam lima hari pelaksanaan haji, emisi yang dihasilkan sebesar 1,8 juta ton atau setara dengan emisi kota New York, AS, selama dua pekan. Sebanyak 87 persen emisi berasal dari penerbangan.

”Masih ada harapan karena pemerintah mengatakan, sistem haji pada tahun 2030 adalah (haji) hijau. Sekarang ada kantor pusat koordinasi kebijakan berkelanjutan dan lembaga pemantaunya,” kata Abdullah Abonomi, salah satu peneliti dari Universitas Victoria.

Menurut dia, ini preseden yang menggembirakan karena ketika penelitian dilakukan pada 2018, belum ada wacana mengenai haji yang berkelanjutan serta ramah lingkungan. Tampaknya, Pemerintah Arab Saudi serius dengan ambisi melepas ketergantungan dari energi fosil dan imbasnya terhadap alam.

Suasana kawasan Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (6/6/2023). Temperatur Mekkah pada Kamis lalu mencapai 44 derajat celsius dan diprediksi selalu di atas 40 derajat celsius pada hari-hari mendatang.KOMPAS/ADI PRINANTYO

Suasana kawasan Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (6/6/2023). Temperatur Mekkah pada Kamis lalu mencapai 44 derajat celsius dan diprediksi selalu di atas 40 derajat celsius pada hari-hari mendatang.

Meskipun begitu, masih harus dilihat pengaturan tata laksana ibadah itu sendiri. Jemaah dari luar negeri menginjak tanah Arab Saudi di Bandara Internasional King Abdul Aziz di Jeddah. Setelah itu, mereka harus menuju Mekkah. Saat ini, guna mengurai kemacetan dan meminimalkan emisi, pemerintah menyediakan kereta cepat Jeddah-Mekkah.

Baca juga: Haji Ramah Lansia, Tantangan Baru 2023

Namun, biaya sekali jalan kereta cepat itu 19 dollar AS. Jumlah ini masih dianggap berat, terutama bagi jemaah dari kalangan ekonomi lemah. Pilihan lain adalah naik bus, taksi, atau menyewa mobil.

Apabila pada 2030 kuota naik tiga kali lipat, Arab Saudi harus menyediakan lebih banyak penerbangan, angkutan darat, penginapan, listrik, dan air. Padahal, menurut laporan Bank Dunia 2016, Timur Tengah mengalami penurunan debit air dengan risiko krisis air pada 50 tahun mendatang. Bank Dunia mengatakan, per tahun 2050, pengeluaran setiap negara Timur Tengah untuk pengadaan air bersih memakan 6-14 persen pendapatan domestik bruto.

Baca juga : Kaum Muda, Menggugatlah untuk Masa Depan Bumi

”Generasi muda semakin menyadari beban lingkungan dari ibadah haji. Ada banyak kampanye untuk melakukan haji cukup sekali seumur hidup dan menghindari pemakaian kemasan sekali pakai saat pelaksanaannya,” kata Odeh Jayyousi, dosen dan peneliti inovasi dari Universitas Teluk, Bahrain.

Ia juga menekankan pentingnya Pemerintah Arab Saudi memperhatikan hasil-hasil penelitian terkini mengenai perkembangan cuaca serta iklim di kawasan tersebut. Pada 2019, Institut Teknologi Massachussetts (MIT) di AS menghitung bahwa jika Bumi berhasil menghindari kenaikan suhu 1,5 derajat celsius per 2030 sekalipun, masih ada periode berbahaya untuk melakukan haji.

Jemaah haji menggunakan alas sajadah, sementara jemaah lain menggunakan payung untuk melindungi tubuh dari sengatan matahari saat mereka berjalan di kota suci Mekkah, Arab Saudi, 23 Juni 2023. AFP/SAJJAD HUSSAIN

Jemaah haji menggunakan alas sajadah, sementara jemaah lain menggunakan payung untuk melindungi tubuh dari sengatan matahari saat mereka berjalan di kota suci Mekkah, Arab Saudi, 23 Juni 2023.

Periode ini adalah 2047-2052 dan 2079-2086. Dikatakan berbahaya karena perkiraannya, Timur Tengah mengalami cuaca ekstrem pada masa-masa itu. Sekarang, pada musim panas 2023, suhu rata-rata di Mekkah 37 derajat celsius. Tahun depan, musim haji jatuh pada musim semi bulan April dan setelah itu bergeser ke musim dingin.

Baca juga: Suhu Global Awal Juni 2023 Lewati Ambang Batas 1,5 Derajat Celsius

Dalam penelitian sejumlah pakar lintas universitas yang terbit di jurnal Atmospheric Research edisi Agustus 2017, dijabarkan bahwa Timur Tengah sebagai kawasan yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Konteks rentan tidak hanya dari cuaca ekstrem, seperti kekeringan dan gagal panen.

Situasi kawasan tak sepenuhnya ajek sehingga risiko kemanusiaan sangat tinggi. Krisis iklim akan memicu krisis ekonomi yang berimbas pada krisis politik dan keamanan. Artinya, selain bencana kemanusiaan akibat alam, juga ada bencana akibat konflik dan migrasi. (AP)