Sejumlah ”toko Indonesia” di kawasan Syisya, kota Mekkah, Arab Saudi. Di toko-toko seperti ini, proses jual-beli bisa dengan mata uang rupiah dengan pedagang yang bisa berbahasa Indonesia.  KOMPAS/ADI PRINANTYO

Sejumlah ”toko Indonesia” di kawasan Syisya, kota Mekkah, Arab Saudi. Di toko-toko seperti ini, proses jual-beli bisa dengan mata uang rupiah dengan pedagang yang bisa berbahasa Indonesia.

Pelataran di sekitar Terminal Syib Amir, Sabtu (10/6/2023) pagi, belum terlalu padat seiring banyaknya jemaah yang sudah pulang dari Masjidil Haram selepas shalat Subuh. Khadijah, seorang perempuan warga Mekkah, bersama anak perempuannya menggelar dagangan mereka berupa sajadah bergambar bunga dan lukisan kaligrafi.

”Satu 20 riyal, satu 20 riyal. Kalau tiga, 50 riyal saja… Ambil, ambil, lihat dulu,” teriak si anak yang berusia 20-an tahun menawarkan sajadah berukuran besar. Untuk sajadah kecil ditawarkan 12 riyal, atau setara Rp 50.000, yang juga bisa ditawar. Si anak perempuan lantang berteriak, ”50 ribu Jokowi, 50 ribu Jokowi.” Kata ”Jokowi” yang tentu saja mengacu pada Presiden Joko Widodo, mengandung maksud, jika ada yang mau membeli, bisa dengan mata uang rupiah. Tak harus siapkan riyal.

Ibu-ibu dari jemaah Indonesia, begitu mendengar penawaran berbahasa Indonesia disertai diskon, langsung berkerumun. Tawar-menawar terdengar riuh. Namun, harganya juga tidak banyak berubah. ”Itu sudah murah,” jawab Khadijah sambil tersenyum. Beberapa jemaah perempuan asal Indonesia dengan antusias membeli tiga sajadah besar seharga 50 riyal, atau sekitar Rp 200.000. ”Lumayan buat oleh-oleh,” ujar seorang ibu yang anggota jemaah haji asal Demak, Jawa Tengah.

Baca juga: Mekkah 44 Derajat Celsius, Jemaah Perlu Cegah Dehidrasi

Suasana pasar tiban di sekitar Terminal Syib Amir di kawasan Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Sabtu (10/6/2023) pagi. KOMPAS/ADI PRINANTYO

Suasana pasar tiban di sekitar Terminal Syib Amir di kawasan Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Sabtu (10/6/2023) pagi.

Khadijah hanya salah satu penjual di pasar tiban Terminal Syib Amir. Selain dia, beberapa pedagang lain juga menggelar lapak dagangan di situ. Yang dijual beraneka ragam. Alat shalat? Sudah pasti. Ada sajadah, tasbih, peci dengan beragam model, mukena, dan surban. Namun, barang yang dijual bisa lebih beragam di pagi hari. Nasi kuning dengan lauk telur dadar, tempe goreng, dan sambal pun ada. Aneka gorengan, seperti pisang goreng dan bakwan, tak ketinggalan.

Baca juga: Kanan-Kiri Mukimin Indonesia di Mekkah dan Sekitarnya

Itu baru di sekitar Terminal Syib Amir di kawasan Masjidil Haram. Di kawasan Syisya dan beberapa sisi lain kota Mekkah, cukup banyak toko yang memasang papan nama ”toko Indonesia”. Identitas ”toko Indonesia” itu intinya berpesan kepada pengunjung bahwa toko itu melayani jual-beli dengan mata uang rupiah dan pedagangnya bisa berbahasa Indonesia.

Di salah satu toko di Syisya tersedia berbagai barang kebutuhan jemaah. Sebagian besar tentu saja peralatan ibadah. Namun, dijual juga oleh-oleh seperti tas serta gantungan kunci penjualan ”Mekkah” dan ”Madinah”. Barang-barang kebutuhan sehari-hari juga tersedia, seperti sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sikat gigi, bahkan parfum berbagai merek. Yang jelas, mau cari kebutuhan apa saja, jemaah Indonesia tak perlu ragu, datang saja ke ”toko Indonesia”.

Baca juga: Haji, Status, dan Pesan Kemanusiaan

Iklan

Kesibukan jual-beli di oko Indonesia di kawasan Syisya, Mekkah, Arab Saudi, Minggu (11/6/2023) siang. KOMPAS/ADI PRINANTYO

Kesibukan jual-beli di oko Indonesia di kawasan Syisya, Mekkah, Arab Saudi, Minggu (11/6/2023) siang.

Kenal baik Indonesia

Menurut Ansori bin Anwar Abubakar, salah seorang mukimin Indonesia di Mekkah, awalnya orang Arab Saudi lebih dulu mengenal orang Jawa, dan orang Madura, seiring banyaknya pendatang asal Madura dan Jawa ke Mekkah, Madinah, dan Jeddah. Nama ”Indonesia” bisa dibilang baru dikenal belakangan ini ketimbang Jawa dan Madura.

”Namun, setelah makin lama jemaah asal Indonesia juga makin banyak yang berhaji, nama Indonesia makin dikenal. Sedikit-sedikit, ada jemaah haji ditanya, jawabnya ’dari Indonesia’. Akhirnya, orang Arab jadi makin kenal Indonesia,” ujarnya.

Baca juga: Pembimbing Ibadah, Bantu Berwudu hingga Berbagi Nasihat

Ansori bin Anwar Abu Bakar, salah seorang mukimin asal Indonesia, bersiaga dengan mobilnya untuk mengantar tim Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Mekkah di kota Mekkah, Arab Saudi, Kamis (8/6/2023). Ansori sudah 20-an tahun tinggal di Jeddah dan sehari-hari bekerja sebagai sopir profesional.ADI PRINANTYO

Ansori bin Anwar Abu Bakar, salah seorang mukimin asal Indonesia, bersiaga dengan mobilnya untuk mengantar tim Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Mekkah di kota Mekkah, Arab Saudi, Kamis (8/6/2023). Ansori sudah 20-an tahun tinggal di Jeddah dan sehari-hari bekerja sebagai sopir profesional.

Terlebih lagi, dari pemantauan beberapa hari terakhir di beberapa sudut kota Mekkah, terutama di Masjidil Haram, pergerakan jemaah Indonesia terlihat lebih menonjol daripada jemaah negara-negara lain. Tentu saja dengan atribut-atribut yang khas, seperti bendera Merah Putih dan tulisan ”Indonesia”, di syal dan ornamen lain.

Kantor Daerah Kerja Mekkah Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi juga berdiri megah di kawasan Syisya dengan tulisan besar: ”Kantor Urusan Haji Indonesia”. Di gedung lima lantai itu, saat musim haji seperti sekarang berkantor ratusan petugas haji Indonesia selama 24 jam dalam sehari. Sejumlah hotel yang dihuni jemaah Indonesia juga berada di sekitar kantor Daker Mekkah.

Tak heran, beberapa ”toko Indonesia” juga berdiri di sekitarnya, plus pedagang lapak barang oleh-oleh, berbahasa Indonesia juga. Semakin malam, semakin padat pembeli pula. Nama Indonesia pun makin familiar di telinga warga Mekkah. ”Andunesi”, begitu nama Indonesia ala lidah warga Arab Saudi.

Para askar, petugas keamanan Masjidil Haram yang dikenal angker karena bertugas menertibkan jemaah, pun hobi bercanda dengan jemaah Indonesia. Mereka juga kerap menyapa, ”Andunesi, apa kabar?” Layak disyukuri, tak hanya baik di mata warga Arab Saudi, jemaah negara lain juga mengenal baik jemaah dan petugas Indonesia.

Direktur Bina Haji Kementerian Agama Arsad Hidayat (kanan) menyampaikan materi di hadapan 60 anggota Media Center Haji 2023, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Minggu (9/4/2023) malam.KOMPAS/ADI PRINANTYO

Direktur Bina Haji Kementerian Agama Arsad Hidayat (kanan) menyampaikan materi di hadapan 60 anggota Media Center Haji 2023, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Minggu (9/4/2023) malam.

Salah satu yang khas Indonesia: sering menolong, misalnya menyumbang sandal gratis untuk jemaah yang membutuhkan. Inilah awal mula, di kalangan petugas haji Indonesia kerap diimbau membawa sandal baru ke Masjidil Haram, jangan-jangan ada jemaah yang sandalnya rusak, atau kehilangan sandal. Maklum, hawa panas di Mekkah membuat lantai Masjidil Haram panas bukan main.

Direktur Bina Haji Kementerian Agama Arsad Hidayat menyatakan, citra bahwa anggota jemaah haji Indonesia secara personal ramah, selalu bersikap baik dan suka menolong, harus dipertahankan. ”Demikian pula citra bahwa jemaah haji Indonesia well organized, diorganisasi dengan baik, juga wajib dipertahankan, bahkan harus terus ditingkatkan,” ujar Arsad.

Citra baik jemaah Indonesia terbukti menghadirkan penerimaan dan penyambutan yang baik pula dari warga Arab Saudi. Ibarat pepatah, ”di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, pendatang dari Indonesia yang adaptif, akhirnya dikenal baik di Arab Saudi. Menjamurnya ”toko Indonesia” di Mekkah, itu salah satu buktinya.