Ansori bin Anwar Abu Bakar, salah seorang mukimin asal Indonesia, bersiaga dengan mobilnya untuk mengantar tim Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Daerah Kerja Mekkah, di kota Mekkah, Arab Saudi, Kamis (8/6/2023). Ansori sudah 20-an tahun tinggal di Jeddah dan sehari-hari bekerja sebagai sopir profesional. ADI PRINANTYO

Ansori bin Anwar Abu Bakar, salah seorang mukimin asal Indonesia, bersiaga dengan mobilnya untuk mengantar tim Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Daerah Kerja Mekkah, di kota Mekkah, Arab Saudi, Kamis (8/6/2023). Ansori sudah 20-an tahun tinggal di Jeddah dan sehari-hari bekerja sebagai sopir profesional.

Ansori bin Anwar Abu Bakar, pria berusia 50-an tahun, empat tahun terakhir ini membantu tim Petugas Penyelenggara Ibadah Haji atau PPIH Indonesia, khususnya tim Daerah Kerja Mekkah. Sudah 20-an tahun lamanya dia tinggal di Jeddah sehingga sudut-sudut jalanan kota Jeddah, Mekkah, juga sebagian Madinah dikenalnya dengan sangat baik. Selain itu, bahasa Arab-nya juga lancar.

”Sebelum menetap sejak 2006 sampai sekarang di Jeddah, saya juga pernah bekerja di Arab Saudi antara tahun 2001 sampai 2003. Juga menjadi sopir seperti sekarang,” tutur Ansori, yang asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Kamis (8/6/2023) pagi di Mekkah, Arab Saudi. Selain di Arab Saudi, dia juga pernah bekerja di Malaysia dan beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Malang, dan Yogyakarta.

Saat ditanya mengapa akhirnya kembali lagi ke Arab Saudi, pria yang hobi bercanda ini punya jawaban unik. ”Di kalangan warga Arab Saudi, katanya orang Madura itu seperti nyamuk. Kalaupun sudah ditepuk, maksudnya diusir, ya, bakal kembali lagi. Setidaknya itu terbukti dari perjalanan hidup saya ini,” katanya sembari terbahak.

Baca juga : Pembimbing Ibadah, Bantu Berwudu hingga Berbagi Nasihat

Suasana pintu keluar Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi, Rabu (7/6/2023) malam. Tingginya kedatangan jemaah dari berbagai belahan dunia ke Arab Saudi di setiap musim haji membuat pengelolaan ibadah haji dituntut makin profesional. Kontribusi para mukimin di Mekkah dan sekitarnya tergolong signifikan dalam pembenahan kualitas ini. KOMPAS/ADI PRINANTYO

Suasana pintu keluar Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi, Rabu (7/6/2023) malam. Tingginya kedatangan jemaah dari berbagai belahan dunia ke Arab Saudi di setiap musim haji membuat pengelolaan ibadah haji dituntut makin profesional. Kontribusi para mukimin di Mekkah dan sekitarnya tergolong signifikan dalam pembenahan kualitas ini.

Baca juga : Lansia yang Tersesat dan Tersesat Lagi di Masjidil Haram

Berkat kegigihan hidupnya selama mengais rezeki, Ansori kini sudah punya mobil, yang sehari-hari disewakannya kepada warga Arab Saudi yang memerlukan. ”Kalau ada warga di Jeddah atau Mekkah yang perlu diantar pakai mobil, termasuk sopirnya, ya, saya jalan. Kalau untuk mengantar berbelanja, ya, saya bisa dapat 40 riyal (sekitar Rp 150.000). Untuk perjalanan antarkota, seperti Jeddah-Mekkah atau sebaliknya, bisa ratusan riyal,” tambah Ansori.

Yusuf (27), pemuda asal Brebes, Jawa Tengah, juga mukimin yang membantu PPIH Indonesia pada musim haji 2023. Dia sudah enam tahun tinggal di Jeddah, dengan status mahasiswa jurusan sejarah Arab di Universitas King Abdulaziz, Jeddah. ”Semoga tahun ini sudah lulus,” tutur Yusuf, yang ditemui di kantor Daker Mekkah, Kamis (8/6/2023) pagi.

Dalam tim PPIH kali ini, Yusuf bertugas sebagai anggota tim pendukung untuk bidang teknologi informasi. Tugas dia salah satunya menjamin jaringan internet di kantor PPIH Daerah Kerja Mekkah, termasuk di ruang kerja Media Center Haji (MCH), tetap stabil dan aman dari gangguan.

Sembari kuliah, Yusuf juga belajar bahasa Arab secara otodidak, salah satunya dengan mengikuti kursus bahasa Arab di kampusnya.

”Ada memang, beberapa mata kuliah yang disampaikan dalam bahasa Inggris. Tetapi, karena mayoritas mahasiswa orang Arab Saudi, dosen-dosen juga akhirnya banyak mengajar dalam bahasa Arab,” ujarnya.

Menurut Yusuf, banyak untungnya juga dia memperdalam kemampuan berbahasa Arab. Selain jadi lebih paham dalam kuliah-kuliah berpengantar bahasa Arab, kemampuan itu juga membuatnya lebih mudah berkenalan dengan teman kuliah, tetangga, atau siapa saja, sehingga jaringan pergaulannya meluas. ”Saya bisa menjadi anggota panitia haji, salah satunya juga kemampuan berbahasa Arab itu,” tambah Yusuf.

Baca juga : Berjuta Cara Layani Jemaah Lansia Berhaji

Siap tawar-menawar

Suasana di Terminal Bus Syib Amir di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (6/6/2023) siang waktu Arab Saudi. Tak jarang anggota jemaah lansia kesulitan mencapai terminal yang menyediakan bus KOMPAS/ADI PRINANTYO

Suasana di Terminal Bus Syib Amir di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (6/6/2023) siang waktu Arab Saudi. Tak jarang anggota jemaah lansia kesulitan mencapai terminal yang menyediakan bus "Shalawat", sebutan untuk bus gratis fasilitas Pemerintah RI untuk jemaah Indonesia yang akan kembali ke hotel. Salah satunya karena keterbatasan fisik.

Rusni, petugas haji bagian Seksi Khusus, juga sudah sekitar 15 tahun tinggal di Mekkah. Dengan kemampuan bahasa Arab yang baik, dia piawai bernegosiasi dengan berbagai pihak di Masjidil Haram. Salah satunya, para pendorong kursi roda yang menawarkan jasa mengantar jemaah lansia, dengan permintaan imbalan tertentu.

”Di sini harus ada yang berani membantu menawar harga jasa kursi roda ini. Kalau tidak, wah bisa-bisa kita tekor terus,” ujar Rusni, yang juga asal Madura. Rusni juga banyak berkiprah dalam mengantar jemaah menuju bus-bus ”Shalawat” dengan jurusan yang tepat, dari Terminal Syib Amir di kawasan Masjidil Haram.

Selain di Mekkah dan Jeddah, ada juga mukimin Indonesia di Madinah, salah satunya Hasan Tata Abas. Pria asal Banten ini merupakan orang Indonesia yang terpilih menjadi pelayan atau asisten salah satu Imam Masjid Nabawi di Kota Suci Madinah.

Sehari-hari Hasan membantu dan melayani Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim, satu dari tujuh Imam Masjid Nabawi, mulai dari menyiapkan ruangan hingga menyediakan makan dan minum. Hasan juga kerap menemani Sang Imam menjamu para tamunya. Dengan sigap Hasan menyajikan qohwah atau teh campuran rempah-rempah, minuman khas Arab Saudi, bagi tamu dan syekh.

”Kalau syekh sedang menyusun kitab-kitab, saya yang menyiapkan minumnya. Kalau ada tamu, saya yang membawakan oleh-oleh untuk tamu beliau ke mobil. Kantor beliau, ya, saya yang membersihkan dan sebagainya,” ujarnya.

Hasan Tata Abas (kanan) berfoto bersama rekan sejawatnya, Ismail Abu Muhammad, yang juga staf dari Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim. ADI PRINANTYO

Hasan Tata Abas (kanan) berfoto bersama rekan sejawatnya, Ismail Abu Muhammad, yang juga staf dari Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim.

Hasan yang mengabdi sejak 2004 tidak pernah menyangka bisa menjadi asisten Imam Masjid Nabawi. Singkat cerita, setelah lulus dari Universitas Islam Madinah melalui beasiswa, Hasan melamar kerja di Arab Saudi Group untuk ditempatkan di Masjid Nabawi. Bersama 47 peserta lainnya dari sejumlah negara di dunia, Hasan menjalani seleksi dan wawancara.

”Saat itu, syekh perlu asisten. Saya ikut interview lalu diterima. Alhamdulillah. Salah satu penunjang bisa lolos adalah hafal 30 juz Al Quran, meski tidak harus. Terpenting, ya, kesopanan dan akhlak. Sementara kita orang Timur kesopanan tidak dibuat-buat, kesopanan sudah tradisi,” ucap Hasan.

Kiprah para mukimin di Arab Saudi mewarnai suasana ibadah haji jemaah Indonesia seiring kontribusi mereka terutama dalam jejaring yang luas dan kemampuan mereka dalam berbahasa Arab. ”Demi Indonesia, saya rela bekerja totalitas,” ucap Ansori, mewakili mukimin lainnya.