Sebagian fasilitas maktab di Arafah, yang pada puncak ibadah haji menjadi bagian dari wukuf, seperti kondisi pada Selasa (20/6/2023) petang waktu Arab Saudi.KOMPAS/ADI PRINANTYO

Sebagian fasilitas maktab di Arafah, yang pada puncak ibadah haji menjadi bagian dari wukuf, seperti kondisi pada Selasa (20/6/2023) petang waktu Arab Saudi.

MEKKAH, KOMPAS — Sekitar dua juta anggota jemaah haji dari berbagai penjuru dunia, termasuk 228.093 orang di antaranya asal Indonesia, Senin (26/6/2023) ini bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1444 H, akan memulai prosesi wukuf di Arafah, sebagai puncak ibadah haji.

Dari kota Mekkah, Arab Saudi, jemaah Indonesia, mulai Senin pagi waktu Arab Saudi pukul 07.00, akan bergerak ke Arafah. Pergerakan jemaah Indonesia itu akan diupayakan berlangsung secara mengalir hingga Senin malam atau Selasa (27/6/2023) dini hari WIB.

Dengan mobilisasi jemaah mulai Senin ini, diharapkan pada Selasa (27/6/2023) waktu shalat Zuhur, tepatnya 12.24 waktu Arab Saudi, seluruh jemaah sudah berkumpul di Arafah untuk menjalankan wukuf. Jemaah haji sedunia akan menghuni 100.000 lebih tenda berpendingin dalam ibadah puncak haji tersebut.

Dalam pertemuan Tim Pengawas Haji DPR dengan Kementerian Agama, Minggu (25/6/2023), Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi mengapresiasi Kemenag dan petugas haji, termasuk tim Kementerian Kesehatan, yang telah bekerja keras memastikan ibadah haji 2023 berjalan cukup baik. Ashabul lalu mengingatkan dan meminta penjelasan terkait kesiapan wukuf di Arafah, karena dipastikan padat jemaah, sehingga sewaktu-waktu bisa memicu kepanikan.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan, kepadatan jemaah di Arafah-Muzdalifah-Mina tak terhindarkan. Terkait dengan itu, telah diputuskan bahwa jemaah lansia, disabilitas, dan pengguna kursi roda permanen beserta pendamping, tidak akan turun bus saat di Muzdalifah demi menghemat tenaga. Jemaah lansia yang benar-benar tak mampu secara fisik akan diakomodasi dengan safari wukuf.

Baca juga:

Baca juga: Petugas Layanan Jemaah Lansia, Sabar Tiada Akhir

Jemaah menjalankan ibadah tawaf (mengelilingi Kabah) di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Minggu (25/6/2023) siang waktu Arab Saudi. Meski pada Senin (26/6/2023) sudah akan dimulai proses wukuf, dengan bergeraknya jemaah dari Mekkah ke Arafah, jemaah tetap antusias beribadah di Masjidil Haram hingga Minggu.  KOMPAS/ADI PRINANTYO

Jemaah menjalankan ibadah tawaf (mengelilingi Kabah) di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Minggu (25/6/2023) siang waktu Arab Saudi. Meski pada Senin (26/6/2023) sudah akan dimulai proses wukuf, dengan bergeraknya jemaah dari Mekkah ke Arafah, jemaah tetap antusias beribadah di Masjidil Haram hingga Minggu.

Baca juga: Cegah Masalah di Sela Tarwiyah

Iklan

”Jemaah lansia, penyandang disabilitas, dan pengguna kursi roda menuju Arafah beserta rombongan, kemudian berwukuf seperti jemaah umumnya, lalu berangkat ke Muzdalifah dengan bus terakhir di tiap maktab. Jemaah dengan kategori ini tidak turun dari bus di Muzdalifah, untuk selanjutnya langsung menuju Mina. Mereka menginap di Mina dan melontar jumrahnya akan dibadalkan (digantikan). Tawaf ifada juga dibadalkan,” kata Yaqut.

Secara khusus Menag juga menaruh perhatian kepada sekitar 25.000 jemaah Indonesia yang mabit (menginap) di Mina Jadid, kawasan perluasan Mina. Mengingat, jarak menuju Jamarat sebagai lokasi melempar jumrah mencapai 16 kilometer pergi-pulang.

”Tahun lalu kami sudah memprotes posisi mabit jemaah Indonesia yang sebagian di Mina Jadid, dan pihak Arab Saudi menjanjikan perubahan. Tetapi, ketika tahun ini kami menerima lokasi mabit jemaah kita di Mina, ternyata masih ada sekitar 25.000 di Mina Jadid. Solusinya kami akan antar jemaah lansia di lokasi itu dengan mobil golf hingga titik berjarak sekitar 2,5 kilometer dari Jamarat, tepatnya di tenda misi haji Indonesia,” kata Menag.

Tenda-tenda jemaah haji di Padang Arafah, Mekkah, 27 Juli 2020.AFPAFP

Tenda-tenda jemaah haji di Padang Arafah, Mekkah, 27 Juli 2020.AFP

Hening dalam doa

Husein Jafar Al Hadar, pengajar UIN Syarif Hidayatullah, mengatakan, Arafah ibarat tempat terdekat untuk bertemu Allah, dan ibadah wukuf menjadi medianya. Begitu pentingnya wukuf, lanjut dia, sehingga jemaah diimbaunya sungguh-sungguh hening dalam doa dan perenungan.

”Doa yang makbul adalah doa yang disampaikan dengan hati yang tulus. Jadi sebaiknya kita benar-benar berkonsentrasi selama wukuf, demi mustajabnya doa kita,” ujar penceramah agama yang akrab dipanggil Habib Jafar, dan pada ibadah haji 2023 menjadi anggota tim Monitoring dan Evaluasi (Monev).

Penasihat keagamaan Petugas Penyelenggara Haji Indonesia (PPHI) Arab Saudi, KH Zulfa Mustofa, juga mengimbau jemaah mengabaikan hal-hal yang tak perlu, tetapi kerap menjadi polemik. Salah satunya, menurut Zulfa, adalah anggapan bahwa wukuf harus naik ke Jabal Rahmah.

”Tidak ada tuntutan wukuf harus naik Jabal Rahmah. Jadi, sebaiknya wukuf tetap berada di tenda, berdoa dengan khusyuk. Keluar tenda kalau untuk hal-hal mendesak saja, misalnya ke toilet. Ingat, setelah dari Arafah, perjalanan haji masih panjang karena harus ke Muzdalifah, juga ke Mina untuk melempar jumrah,” ujar Zulfa.

Foto ilustrasi. Seorang petugas kesehatan haji menangani jemaah lansia. Usia lanjut termasuk kelompok yang rentan mengalami patah tulang.KOMPAS/DEONISIA ARLINTA

Foto ilustrasi. Seorang petugas kesehatan haji menangani jemaah lansia. Usia lanjut termasuk kelompok yang rentan mengalami patah tulang.

Terkait ritual melempar jumrah, dia juga menyampaikan bahwa melempar jumrah bisa diwakilkan. Jemaah juga diminta memilih waktu melempar jumrah yang dirasa paling ringan. ”Paling ringan itu dalam arti yang lebih sejuk, di tengah cuaca panas di Mekkah seperti sekarang. Bisa pagi, atau sore,” tambah Zulfa lagi.

Direktur Bina Haji Kementerian Agama Arsad Hidayat menambahkan, waktu melempar jumrah jemaah Indonesia telah disepakati dengan Kementerian Haji Arab Saudi, yakni terbagi dua. Periode pertama dimulai 10 Dzulhijjah 1444 H tengah malam atau jelang 11 Dzulhijjah 1444 H dini hari sampai pukul 05.00 atau 06.00 pagi. Sementara periode kedua 11 Dzulhijjah setelah shalat Asar (pukul 16.45 waktu Arab Saudi), hingga pukul 22.00

”Jadi, harus konsisten di jadwal-jadwal tersebut. Pemilihan di kedua waktu itu, pertimbangannya karena lebih adem. Kalau tengah hari, kan, panas. Sekaligus, urgensi dibagi dua, ya, untuk menghindari penumpukan massa,” ujarnya.