PEMBANGUNAN MANUSIA

Transformasi Pendidikan di Era Bonus Demografi

Bonus demografi membawa janji perubahan bagi Indonesia, dengan penguatan sumber daya manusia (SDM) unggul. Pendidikan menjadi salah satu elemen kunci mengoptimalkan potensi SDM dalam menghadapi era bonus demografi.

Oleh
OVA EMILIA

Ilustrasi

HERYUNANTO

Ilustrasi

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memprediksi pada 2030-2040 Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi dan ditengarai dengan tingginya jumlah usia produktif yang mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk.

Bonus demografi berpotensi meningkatkan sektor perekonomian jika negara bisa mengelola kondisi ini dengan baik.

Sebaliknya, jika tidak tertangani dengan baik, akan menjadi bencana demografi yang memunculkan konsekuensi peningkatan pengangguran dan ketimpangan pekerjaan, krisis infrastruktur dan layanan publik, penurunan kondisi perekonomian, perubahan perilaku masyarakat, hingga terjadinya ketidakstabilan sosial.

Pendidikan menjadi salah satu elemen kunci untuk mengoptimalkan potensi sumber daya manusia (SDM) dalam menghadapi era bonus demografi. Pemerintah bahkan telah menggiatkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), menerbitkan kartu prakerja, dan mengalokasikan investasi tinggi di bidang pendidikan sebagai upaya mitigasi awal atas kondisi penambahan populasi negeri ini.

Baca juga : Dukung Indonesia Emas 2045, Perguruan Tinggi Jadi Sarana Peningkatan SDM

Tantangan demografi

Bonus demografi membawa janji perubahan bagi Indonesia, dengan penguatan SDM unggul sebagai imajinasi masa depan.

SDM inovatif, kreatif, dan produktif akan membawa Indonesia menjadi negara yang kompetitif dalam kancah persaingan global dan menggapai pertumbuhan ekonomi tinggi yang menyejahterakan serta terbebas dari kemiskinan.

Indonesia masih mengalami berbagai permasalahan pendidikan. Sebagai negara dengan 17.504 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, Indonesia memiliki tantangan tersendiri dalam hal pemerataan akses pendidikan masyarakat. Selain itu, kesiapan infrastruktur dan teknologi, keterbatasan ekonomi, serta ketersediaan sumber daya pengajar sering kali disebut sebagai kendala lain atas pemerataan akses pendidikan ini.

Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menetapkan wajib belajar sembilan tahun. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahkan telah merancang RUU Sisdiknas terintegrasi yang mewajibkan belajar 13 tahun dengan penguatan 10 tahun pendidikan dasar dan tiga tahun pendidikan menengah.

Namun, apakah masalah pendidikan dasar telah terpenuhi?

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/3s0XtaV2O5QfZZyKjSK9U6n02_Y=/1024x1481/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F01%2F2b38cf43-509d-4ed9-8b21-392ca50ea05d_png.png

Data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (2022) menunjukkan, 56,41 persen penduduk Indonesia mengenyam pendidikan tinggi dan 23,4 persen tamatan sekolah dasar (SD).

Hasil Survei Nasional (2022) juga menunjukkan terjadinya peningkatan angka putus sekolah di Indonesia sebesar 1,38 persen untuk jenjang sekolah menengah atas (SMA), 1,06 persen untuk jenjang sekolah menengah pertama (SMP), dan 0,13 persen untuk jenjang SD.

Persentase ini penting untuk mendapatkan perhatian bersama, mengingat program wajib belajar menjadi bentuk jaminan negara agar tidak terjadi ”keterputusan” pendidikan untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan dasar bagi setiap warga negara. Bonus demografi hanya akan menjadi imajinasi jika permasalahan pendidikan dasar negeri ini belum teratasi.

Optimalisasi pendidikan

Bonus demografi dengan tingginya penambahan populasi manusia bukan sekadar kalkulasi yang merujuk pada obyek pendidikan.

Namun, mereka harus ditempatkan sebagai subyek pendidikan yang berhak mendapatkan akses memadai untuk tumbuh kembang pengetahuan, menjadi manusia cerdas, produktif, inovatif, serta berkomitmen moral pada kemajuan bangsa.

Universitas dalam hal ini juga tidak hanya menjadi wadah yang menampung penambahan kuota peserta didik, tetapi harus mampu menjadi ruang belajar yang fleksibel, adaptif, inovatif, dengan memanfaatkan teknologi pembelajaran dan mempertahankan mutu pendidikan untuk menghasilkan SDM unggul sebagai subyek pembangunan masa depan.

Sudah saatnya universitas harus segera berbenah agar tidak sekadar terjebak dalam ruang instrumentalisasi pendidikan.

Sudah saatnya universitas harus segera berbenah agar tidak sekadar terjebak dalam ruang instrumentalisasi pendidikan. Universitas juga harus mampu menyediakan pendidikan kontekstual untuk menyelesaikan permasalahan sosial.

Berbagai upaya bisa dilakukan universitas untuk menguatkan proses capaian SDM unggul. Pertama, meningkatkan kualitas SDM pendidik melalui pengembangan profesional berkelanjutan. Kedua, merancang sistem pendidikan dan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan masa depan, melalui program pemberdayaan keterampilan, pemikiran kritis, kreatif, dan kolaboratif.

Ketiga, membuka peluang belajar selebar-lebarnya bagi para peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter kepribadian mereka.

Keempat, membangun kolaborasi dengan mitra strategis untuk meningkatkan pengalaman praktis peserta didik tentang dunia kerja. Kelima, menguatkan infrastruktur pendidikan yang memadai, termasuk menyediakan akses teknologi pembelajaran untuk memperkaya pengetahuan peserta didik.

jumlah satuan pendidikan di jenjang pendidikan anak usia dini hingga menegah yang melaksanakan dan mendaftar implementasi Kurikulum Merdeka dari tahun 2021-2023.

DOKUMENTASI KEMENDIKBUDRISTEK

jumlah satuan pendidikan di jenjang pendidikan anak usia dini hingga menegah yang melaksanakan dan mendaftar implementasi Kurikulum Merdeka dari tahun 2021-2023.

Membangun jejaring

Sistem pendidikan yang tangguh menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa dan tidak hanya bertumpu pada satu komponen.

Komitmen serta sinergi harmonis antara pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat, ataupun semua pihak menjadi kata kunci pengembangan sistem pendidikan di Indonesia.

Tiap-tiap elemen itu memiliki peran untuk berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan, mulai dari pengelolaan kebijakan, pembiayaan dan anggaran terutama untuk penyediaan skema beasiswa, penguatan sistem dan kurikulum pembelajaran, pengembangan inovasi, serta partisipasi dalam membangun kemitraan.

Semangat gotong royong dalam jejaring sinergi itu diarahkan untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang holistik, berkarakter, berkeadilan, dan berkualitas.

Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka bisa menjadi tumpuan pengembangan jejaring pendidikan masa depan.

Kebutuhan untuk memerdekakan pendidikan dengan memberikan peluang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk belajar memungkinkan universitas untuk membangun jejaring pendidikan dengan mitra strategis seperti universitas dengan institusi pendidikan lain, lembaga penelitian dan lembaga lainnya, serta industri.

Karakteristik keunggulan universitas akan saling mengisi dan melengkapi pemenuhan kebutuhan pembangunan

Jejaring kemitraan ini juga membuka peluang bagi universitas unggulan untuk mengampu universitas lain yang berada di daerah agar berkembang dan menghasilkan sumber daya kompeten untuk membangun wilayahnya.

Peserta didik dalam sistem ini akan memiliki living laboratory untuk keluasan pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang selaras dengan karakter dan potensi diri dalam menjawab kebutuhan pembangunan ataupun kriteria industri (link and match).

Jejaring pendidikan ini memerlukan prasyarat agar bisa terlaksana dengan optimal. Pertama, pemerintah melakukan pemandatan kepada universitas dengan merujuk pada capaian target tertentu, untuk mendorong keunggulan kompetitif tiap-tiap universitas.

Karakteristik keunggulan universitas akan saling mengisi dan melengkapi pemenuhan kebutuhan pembangunan. Kedua, pemerintah perlu menguatkan dukungan riset dan inovasi, termasuk pengembangan infrastruktur teknologi pendidikan. Ketiga, institusi pendidikan tinggi perlu memiliki komitmen bersama untuk menghasilkan SDM unggul demi pembangunan sosial berkeadilan.

SDM unggul masa depan an sich tidak hanya dilihat dari kacamata kriteria akademis. Ia mewujud sebagai subyek yang mampu bersinergi, menggali dan mengoptimalkan potensi dalam keunikan masing-masing untuk berdikari membangun negeri.

Melalui semangat gotong royong, harmoni jejaring kolaborasi akan menjadi kekuatan pendidikan untuk mencetak SDM unggul dan merespons derasnya tantangan masa depan bonus demografi di Indonesia.

Ova EmiliaGuru Besar Pendidikan Kedokteran Pertama di Indonesia, Rektor Universitas Gadjah Mada.

 
Editor:
SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN