DIREKTORAT Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri memeriksa saksi ahli dalam kasus dugaan penistaan agama, ujaran kebencian berdasarkan SARA, dan penyebaran berita bohong Panji Gumilang. Para saksi diperiksa hari ini dan besok. "Pemeriksaan pada Rabu dan Kamis, 12 sampai dengan 13 Juli 2023 kepada para saksi ahli berupa interview BAP kepada saksi ahli agama Islam, ahli sosiolog, ahli bahasa, dan ahli ITE," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi, Rabu (12/7). Namun, Ramadhan tak membeberkan identitas masing-masing saksi ahli tersebut. Ramadhan mengatakan sudah 19 saksi diperiksa dari dua laporan yang masuk terhadap pemilik Pondok Pesantren Al-Zaytun itu.

"Dua laporan yang dilakukan pada tanggal 23 dan 27 Juni terkait dengan dugaan kasus penistaan dan penodaan agama yang dilakukan oleh saudara PG," ungkap Ramadhan.

Ramadhan menyebut penyidik Dittipidum Bareskrim Polri juga masih menunggu hasil uji barang bukti di laboratorium forensik. Polisi akan menggelar perkara penetapan tersangka setelah pemeriksaan saksi ahli selesai dan hasil uji laboratorium forensik dikantongi.
 

"Terkait penetapan tersangka, saat ini Polri masih menunggu hasil dari Puslabfor Bareskrim Polri berdasarkan bukti-bukti yang sudah dikumpulkan," ucap jenderal bintang satu itu. Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun. Unsur pidana ini diketahui dari penyelidikan berbekal dua laporan polisi yang masuk ke Bareskrim Polri. Dua laporan itu adalah LP/B/163/VI/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 23 Juni 2023 dan LP/B/169/VI/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI 27 Juni 2023. Dengan persangkaan Pasal 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penistaan Agama. (Z-3)