Sejumlah hal perlu disiapkan pemerintah untuk menjawab berbagai tantangan ketahanan pangan di IKN, seperti perubahan iklim, pemetaan potensi pangan, dan pelibatan masyarakat adat.

BALIKPAPAN, KOMPAS — Pemerintah menyiapkan ekosistem ketahanan pangan berkelanjutan di Ibu Kota Nusantara atau IKN. Sejumlah hal perlu disiapkan untuk menjawab berbagai tantangan, seperti perubahan iklim, pemetaan potensi pangan, dan pelibatan masyarakat adat.

Hal tersebut menjadi salah satu pokok bahasan dalam diskusi bertajuk ”Simposium Memperkuat Ekosistem Pertanian Berkelanjutan untuk Mendukung Ketahanan Pangan IKN dan Kalimantan Timur” di Kota Samarinda, Selasa (11/7/2023). Kegiatan yang juga disiarkan daring ini dihadiri oleh sejumlah pejabat Otorita IKN, Pemprov Kaltim, akademisi, dan sejumlah kelompok tani.

Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Myrna Asnawati Safitri mengatakan, dari delapan prinsip pembangunan IKN, tiga di antaranya berkaitan erat dengan pembangunan pertanian di ibu kota baru. Ketiganya adalah prinsip pembangunan IKN yang selaras dengan alam, pembangunan yang sirkular dan tangguh, serta prinsip pembangunan yang rendah emisi karbon.

Tiga hal tersebut, kata Myrna, menjadi acuan dalam pembangunan pertanian dan ketahanan pangan di IKN. Prinsip selaras dengan alam akan diwujudkan dengan, salah satunya, menjadikan 65 persen kawasan IKN menjadi kawasan lindung. Selain itu, sedikitnya 10 persen areal IKN akan dijadikan sebagai area produksi pangan.

”Areal IKN luasnya sekitar 250.000 hektar. Minimum 25.000 hektar dijadikan area produksi pangan. Kami sendiri sudah mengidentifikasi areal tersebut, jumlahnya sekitar 40.000-an hektar. Jadi (luasnya direncanakan) antara 25.000-40.000-an hektar,” kata Myrna.

Secara sederhana, pertanian di IKN dirancang sebagai pertanian yang tidak merusak lingkungan. Hal itu akan dilakukan dengan memanfaatkan ruang hijau perkotaan, menggunakan pupuk organik, minim sampah, penggunaan lahan yang efektif, dan menggali sumber pangan alternatif.

Selain itu, kata Myrna, sebagai upaya menjaga keanekaragaman hayati, sumber pangan lokal juga akan dikembangkan di IKN. Myrna mengatakan, hal itu sangat mungkin terwujud bila daerah di sekitar IKN turut menopang kebutuhan pangan di ibu kota baru sehingga tercipta ekosistem pangan yang tangguh.

Dalam mewujudkan hal tersebut, sejumlah tantangan dihadapi Otorita IKN. Salah satu isu besar yang dihadapi dunia saat ini adalah perubahan iklim yang turut juga mengancam ketahanan pangan di berbagai belahan dunia.

Food and Agriculture Organization (FAO) Representative Ageng S Herianto yang hadir secara daring mengatakan, berhadapan dengan perubahan iklim perlu paradigma baru dalam menyikapinya. Salah satunya melalui sistem pangan yang juga diamanatkan oleh UU No 18/2012 tentang Pangan.

”Perbedaan mendasarnya adalah bahwa dalam sistem pangan itu kita perlu memastikan pangan sehat bagi seluruh penduduk,” kata Herianto.

Hal itu, ujar Herianto, mula-mula bisa dilakukan dalam mengelola ekosistem secara tepat. Salah satunya bisa menggunakan manajemen pengelolaan lanskap terintegrasi. Hal tersebut bisa menjadi salah satu strategi untuk mengatasi konflik lahan, kesehatan lahan, hingga penghematan air.

Mengenai rencana pemerintah menerapkan urban farming atau pertanian urban di IKN, Herianto berpendapat pemerintah perlu menyusun rencana dengan matang. Dari 1,9 juta penghuni di IKN kelak, pemerintah perlu memetakan siapa yang bakal menjalankan program pertanian urban.

Selain itu, kesadaran masyarakat di IKN juga perlu dipastikan mengenai pertanian urban. Bahkan, kata Herianto, pemerintah juga perlu menyiapkan sistem penyuluhan pertanian urban yang baik.

Ia juga menyampaikan pentingnya melibatkan masyarakat adat di sekitar IKN dalam program tersebut. Hal itu akan turut mengembangkan pangan lokal yang ada sekaligus mempertahankan biodiversitas semaksimal mungkin.

Herianto juga mengimbau pemerintah untuk menerapkan sistem pertanian yang seimbang dalam penggunaan pupuk. Penggunaan pupuk kimia berlebihan akan berdampak terhadap penurunan kualitas tanah. Hal itu akan membuat tanah semakin sulit untuk dijadikan lahan untuk berproduksi.

Namun, di sisi lain, penggunaan pupuk organik juga perlu persiapan matang agar tak terjadi kegagalan panen. Ia memberi contoh di Sri Lanka yang memasifkan pertanian organik. Akhirnya produksi pangan menurun derastis. ”Harus ada pertanian organik, ramah lingkungan, dan dikombinasikan dengan baik,” katanya.

Wilayah penyangga

Selain menyusun konsep produksi pangan di wilayah IKN, pemerintah juga tengah memetakan potensi pangan wilayah penyangga di sekitar IKN. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kaltim mencatat, total alokasi food estate di Kaltim ada sekitar 18.000 hektar yang tersebar di enam kabupaten.

Direktur Perbenihan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian Yudi Sastro mengatakan, beberapa daerah yang produksi padinya kurang dari 4 ton per hektar perlu didorong untuk menggunakan varietas unggul berdaya hasil tinggi.

Adapun untuk Kutai Kartanegara yang produksi padinya di atas 4 ton per tahun, kata Yudi, bisa didorong untuk pengolahan hasil panen. Itu diharapkan bisa memberi nilai tambah hasil panen dan turut mendukung sumber pangan IKN.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa mengatakan, untuk membentuk ekosistem pangan di IKN, pemerintah perlu membuat neraca pangan. Neraca pangan penting untuk memetakan daerah di sekitar IKN yang punya surplus komoditas pangan. Dengan demikian, kekurangan sumber pangan di IKN bisa disuplai dari daerah terdekat.

Dalam neraca pangan 2022, ada dua wilayah terdekat IKN dengan kondisi surplus beras, yakni Sulawesi Selatan surplus beras 2 juta ton dan Kalimantan Selatan surplus beras 27.000 ton.

”Otorita IKN bisa melakukan kerja sama antardaerah. Itu bagian dari ekosistem pangan. Inilah pemetaan yang perlu diperkuat oleh teman-teman di IKN,” katanya.

Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, Kaltim sudah punya program strategis dalam mewujudkan visi pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, termasuk di dalamnya sektor pertanian. Isran mengatakan, pertanian dalam arti luas di Kaltim mengalami kenaikan signifikan dalam empat tahun terakhir.

Hal itu terlihat dari indikator peningkatan kesejahteraan petani, yakni Nilai Tukar Petani atau NTP. ”NTP tahun 2018 senilai 96,14 menjadi 126,03 pada 2022. (NTP) naik sebesar 29,89 persen. Artinya, melampaui capaian nasional dan target dalam RPJMD,” kata Isran.

Pelaksana Tugas Direktur Ketahanan Pangan Otorita IKN Setia P Lenggono mengatakan, diskusi mengenai ekosistem pertanian dan ketahanan pangan di IKN ini akan terus berlanjut. Salah satunya melalui lokakarya untuk menghimpun berbagai program yang bisa diintegrasikan dengan daerah lain di sekitar IKN.