JAKARTA, KOMPAS – Forum Silaturahmi Anak Bangsa atau FSAB selama 20 tahun telah menjadi ruang dialog antara anak-anak tokoh bangsa yang menjadi korban konflik di masa lalu. Rekonsiliasi membutuhkan komunikasi dan saling percaya sebagai pra-kondisi.

Hal ini disampaikan Ketua FSAB Suryo Susilo dalam diskusi HUT Ke-20 FSAB yang disiarkan oleh RRI, Rabu (14/6/2023). Suryo Susilo mengatakan, saat ini sudah generasi ketiga yang banyak terlibat. Generasi ketiga ini tidak mengalami langsung konflik yang terjadi seperti peristiwa 1965 sehingga rekonsiliasi sudah lebih lancar. ”Generasi ketiga ini lebih mudah move on,” kata Suryo.

Tidak mudah membangun dialog ini, setelah 20 tahun masih ada yang berkeras yang salah pihak ini atau itu,” kata Suryo Susilo. Salah satu anggota FSAB, Duta Besar RI untuk Filipina Agus Widjojo, mengatakan, ia sebagai anak Pahlawan Revolusi pernah semeja dan berdiskusi dengan Ilham Aidit, anak DN Aidit.

Dalam diskusi tersebut disimpulkan bahwa memang ada persepsi yang berbeda tentang sejarah yang terjadi. Menurutnya, diskusi-diskusi semacam itu perlu menjadi prasyarat rekonsiliasi.

Suryo menyayangkan, tim yang dibentuk Mahfud MD untuk penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat masa lalu tidak pernah berdiskusi dengan FSAB. Padahal, pemerintah dalam upaya menyelesaikan kasus-kasus seperti 1965 bisa mendapat masukan dari berbagai pihak yang ada di FSAB.

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengapresiasi 20 tahun FSAB. Ia mengatakan, FSAB diharapkan terus menebarkan benih perdamaian ke berbagai penjuru negeri. Hadir juga dalam acara tersebut, anggota Wantimpres, Sidarto Danusubroto; Direktur Program dan Produksi LPP RRI Mistam; serta Wakil Pemred Harian Kompas Paulus Tri Agung Kristanto. Juga hadir para penasihat FSAB, Dubes Amelia Yani, Dubes Nurrachman Oerip, Catherine Pandjaitan, Nina Pane, dan Joesoef Faisal. Hadir juga Mayang Panggabean (Cucu DI Pandjaitan), serta Anna (Cucu SM Kartosoewirjo).

Dalam FSAB berkumpul keturunan berbagai pelaku Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta), Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), maupun Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI). ”Melalui semangat berhenti mewariskan konflik, dan tidak membuat konflik baru, FSAB telah menjadi mercusuar yang menjaga perdamaian dan persatuan bangsa,” kata Bambang.