JAKARTA, KOMPAS — Semakin banyaknya jumlah media daring merupakan tantangan bagi penyelenggara pemilu maupun Dewan Pers untuk memberikan pemahaman mengenaj peraturan pemilu dan kode etik jurnalistik dalam pemberitaan terkait pemilu. Namun, Dewan Pers mengingatkan insan pers untuk tidak partisan dan mendorong pemilu yang baik, sehat, dan demokratis.
Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam kegiatan Kick Off Program Workshop Pemilu 2024, Senin (19/6/2023), di Gedung Dewan Pers, Jakarta. Selain insan pers, dalam kegiatan tersebut juga hadir beberapa perwakilan partai politik, antara lain Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Soni Sumarsono.
Ninik mengatakan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan bahwa pers berkewajiban untuk memenuhi hak warga, yakni hak atas informasi sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Hak atas informasi dan kebebasan berekspresi merupakan bagian penting dari nilai demokrasi.
”Kalau ingin digunakan untuk alat demokrasi, pers harus mampu memperlihatkan kepentingan segenap masyarakat kita, bukan partisan tertentu, pemilik modal tertentu, sehingga pemilu kita kondusif, jujur dan adil,” kata Ninik.
Untuk itu, lanjut Ninik, pers tidak cukup hanya menyajikan fakta, tetapi juga harus bisa melakukan kontrol sosial, memberikan kritik, serta melakukan analisis. Yang paling penting, informasi yang diberikan tidak dikurangi maupun tidak dilebihkan.
Ninik pun mengingatkan kembali kesepakatan insan pers pada peringatan Hari Pers Nasional 2023 yang diselenggarakan di Medan, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Kesepakatan itu, antara lain, adalah komitmen untuk tidak menjadi pendengung salah satu pihak, menjaga agar polarisasi tidak terulang kembali, serta berpegang pada kode etik jurnalistik. Komitmen lainnya adalah menjadikan pers sebagai garda terdepan dalam menjaga keutuhan bangsa, menjadi pilar demokrasi, serta tidak terjebak pada euforia media sosial.
Dalam kesempatan itu, angota Dewan Pers sekaligus Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Totok Suryanto mengatakan, Pemilu 2024 kemungkinan akan diikuti banyak sekali media, jauh lebih banyak daripada Pemilu 2019. Diperkirakan, saat ini sudah ada lebih dari 500 media daring yang tercatat di Dewan Pers.
Bagi Dewan Pers, lanjut Totok, hal itu menjadi tantangan, khususnya dalam memberikan pemahaman terkait kepemiluan maupun terkait kode etik jurnalistik. Selain itu, kemungkinan terjadinya pengaduan terkait pemberitaan akan semakin banyak.
”Dewan Pers di sini ingin menyampaikan bahwa pers tidak dalam posisi kekuasaan maupun dalam posisi oposisi. Pers itu independen,” kata Totok.
Menurut Totok, dalam menghadapi Pemilu 2024, diperlukan kerja sama antara Dewan Pers, KPU, Bawaslu, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memberikan pemahaman terkait kepemiluan. Selain soal pemahaman, yang lebih mendasar adalah insan pers harus selalu menaati kode etik jurnalistik serta memiliki itikad baik. Hal itu penting untuk menghindari terjadinya disinformasi.
Kedekatan politik
Di dalam ruang diskusi, anggota KPI yang juga Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso mengatakan, isu besar yang selalu muncul terkait media televisi dan radio adalah netralitas media. Sebab, beberapa media memiliki kedekatan politik dengan figur tertentu.
Menghadapi Pemilu 2024, kata Tulus, KPU kini tengah menantikan Peraturan KPU yang mengatur siaran pemilu. Jika regulasi tersebut selesai diperbaiki, ia memastikan bahwa media televisi dan radio akan menjadi tempat klarifikasi yang penting di tengah banjir informasi yang terjadi melalui media sosial.
Anggota Bawaslu yang juga Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Toto Haryono berpandangan, pers merupakan kawan strategis bagi Bawaslu untuk membantu melakukan pengawasan, pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu. Meski demikian, lanjut Toto, persepsi yang dibangun terhadap peserta pemilu bukanlah menempatkan mereka sebagai lawan, melainkan sebagai calon negarawan.
”Dengan begitu, para calon negarawan itu diberi peringatan, misalnya agar nanti ketika sudah menjadi negarawan jangan maling,” kata Toto.
Sementara, Kepala Bagian Humas dan Informasi Publik KPU Reni Rinjani Pratiwi berharap agar pers memberitakan tahapan pemilu yang penting untuk diketahui masyarakat. Semisal, pada 19 Agustus 2023 mendatang akan diumumkan daftar calon sementara (DCS) sebagai peserta pemilu.
”Jadi orang bisa tahu siapa calon yang barangkali mereka kenal, termasuk memberikan input sehingga masyarakat bisa mengambil peran lebih aktif,” kata Reni.