Komitmen kejaksaan dalam menegakkan keadilan hukum tak hanya diupayakan dengan tindakan tegas. Di sisi lain, langkah itu juga perlu selaras dengan terus mengedepankan hukum yang humanis melalui keadilan restoratif (restorative justice).
”Bakti Bapak-Ibu (jaksa) sangat dibutuhkan rakyat Indonesia. Bakti untuk menegakkan hukum, bakti untuk menjunjung keadilan, bakti untuk kemajuan rakyat Indonesia,” ujar Presiden Joko Widodo.
Petikan amanat di atas disampaikan Presiden Jokowi saat menjadi inspektur upacara peringatan Hari Bhakti Adhyaksa Ke-63 yang digelar di lapangan upacara Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI di Jakarta, Sabtu (22/7/2023).
Lebih lanjut, Presiden juga menyampaikan, kejaksaan sebagai lembaga penegakan hukum memiliki kewenangan besar. Mulai dari kewenangan untuk melakukan penyidikan, penuntutan, perampasan dan pengembalian aset, hingga kewenangan lain.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI menjelaskan, kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan dan kewenangan lain.
Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Besarnya kewenangan itu merupakan amanat yang harus dijaga oleh jajaran korps Adhyaksa dengan penuh tanggung jawab dan profesionalitas. Hal itu menjadi sangat penting sehingga kejaksaan dapat menjaga kepercayaan dan memenuhi harapan publik.
Survei Nasional Kompas yang dilakukan secara tatap muka di 38 provinsi untuk periode Mei 2023 lalu merekam citra positif kejaksaan berada pada angka 74,2 persen. Jika dilihat secara tren sejak tahun 2015, angka ini menjadi capaian tertinggi yang kembali diraih oleh kejaksaan setelah pada 2021 juga mendulang apresiasi publik yang sama.
Tingginya tingkat kepercayaan yang disematkan masyarakat tersebut tentulah juga sangat berkorelasi dengan komitmen kejaksaan untuk terus menunjukkan kinerja secara profesional dalam menegakkan hukum.
Secara garis besar, sepanjang tahun 2022 lalu misalnya, dalam hal penindakan kasus korupsi, kejaksaan bahkan telah menunjukkan kinerja terbaik dibandingkan dengan lembaga penegakan hukum lain.
Baca juga : Merawat Harapan Publik kepada Kejaksaan
Merujuk pada laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2022 lalu, rapor kinerja kejaksaan dalam penindakan kasus korupsi terbilang unggul dibandingkan dengan lembaga penegak hukum lain, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri.
Tahun lalu, dari 579 penindakan kasus, sebagian besar atau 405 ditangani oleh kejaksaan. Penindakan pidana korupsi itu melibatkan 909 tersangka. Jumlah tersebut pun terbaca meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2021, kejaksaan menangani 371 kasus dan tahun 2020 ada 259 kasus.
Total sepanjang 2022, kejaksaan berhasil menangani kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 39,207 triliun. Jumlah itu terpaut jauh dari penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan KPK dengan kerugian Rp 2,212 triliun
Kasus korupsi Jiwasraya, Asabri, hingga kasus Surya Darmadi adalah sederetan kasus korupsi kelas kakap yang ditangani kejaksaan tahun lalu. Data terbaru, pada semester I tahun 2023, Kejaksaan Agung tercatat juga telah menangani kasus dengan total kerugian negara mencapai Rp 152 triliun.
Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari sejumlah kasus korupsi besar yang juga ditangani kejaksaan pada tahun 2023. Kasus yang diungkap kejaksaan beberapa bulan terakhir di antaranya korupsi LPEI, korupsi minyak goreng, hingga penyelewengan pada proyek BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menyeret bekas menterinya, Johnny G Plate.
Dalam laporannya, bidang pidana khusus Kejaksaan Agung kini telah menyelesaikan 2.117 perkara di tahap penyidikan, 3.923 perkara pada tahap penuntutan, dan 3.397 perkara yang dieksekusi.
Sementara bidang perdata dan tata usaha menangani 35.826 perkara penyelamatan dan pemulihan keuangan negara. Yang berhasil diselamatkan pada bidang perdata ini mencapai Rp 271,52 triliun dan 11,87 juta dollar AS.
Kinerja pada bidang pemulihan aset Kejaksaan Agung pun tak kalah besar dalam menyelamatkan keuangan negara. Nilai penyelesaian barang rampasan negara dan benda sitaan mencapai Rp 4,88 triliun.
Sementara dalam urusan pidana umum, Kejaksaan Agung telah menyelesaikan 387.000 perkara di tahap penuntutan. Terdapat sekitar 320.000 terpidana yang telah dieksekusi karena perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.
Baca juga : Presiden: Jangan Ada Lagi Jaksa Permainkan Hukum
Terkait dengan tindak pidana umum, Kejaksaan Agung juga mencatat ada 3.073 perkara yang diselesaikan melalui restorative justice. Kemudian setidaknya saat ini ada 3.535 rumah keadilan restoratif yang tersebar di seluruh Indonesia.
Keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga, dan pihak terkait lain untuk bersama-sama mencari penyelesaian dan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semua dan bukan pembalasan. Cara ini mengedepakan dialog dan proses mediasi sehingga ditemukan kesepakatan antara pihak yang tersangkut persoalan atau kasus.
Keadilan restoratif merupakan kewenangan yang dimiliki jaksa. Jaksa yang dapat menentukan seseorang disidang atau tidak, yang dalam artian menentukan suatu perkara berlanjut tidaknya ke proses pengadilan.
Pengedepanan restorative justice untuk tindak pidana ringan dan alasan kemanusiaan menjadi bukti nyata bahwa kejaksaan hadir untuk mewujudkan keadilan hukum bagi semua pihak. Dengan demikian, diharapkan tak lagi ditemukan praktik penanganan hukum yang tajam pada satu sisi saja.
Semangat untuk tegas dan mengedepankan sisi humanis pada penegakan hukum ini pun turut digaungkan dalam perayaan HUT ke- 63 kejaksaan tahun ini.
Tema perayaan ”Penegakan Hukum yang Tegas dan Humanis Mengawal Pembangunan Nasional” menjadi peneguhan bagi semua elemen kejaksaan di seluruh negeri untuk dapat terus menunjukkan kinerja terbaik dalam menegakkan hukum secara adil dan transparan bagi semua lapisan masyarakat.
Segenap langkah tegas kejaksaan dalam menindak kasus-kasus megakorupsi yang melibatkan banyak elite, juga komitmen untuk terus mengedepankan upaya dialog atau keadilan restoratif atas nama kemanusiaan, menjadi wujud nyata atas keadilan hukum yang terus dihadirkan kejaksaan.
Harapan besar tentulah tersemat pada korps Adhyaksa untuk dapat terus menunjukkan kinerja terbaik dalam penegakan hukum yang berkeadilan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Optimisme Perbaikan Kinerja Kejaksaan