Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Hendrawan Supratikno meminta kepada pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, untuk tidak memberikan suntikan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) secara setengah-setengah kepada perusahaan BUMN yang memang membutuhkan, mengingat hal itu hanya memperpanjang penderitaan perusahaan tersebut.

 

"Jadi jangan tanggung-tanggung, kalau mau nyuntik suntiknya harus yang cukup sebab kalau tidak kita sebenarnya memperpanjang penderitaan BUMN ini, itu sebabnya kami akan memberikan laporan kepada Menteri Keuangan jangan tanggung-tanggunglah, kalau menyelesaikan suatu masalah tanggung-tanggung kita tidak bisa mengharapkan suatu BUMN yang besar dan kuat," katanya.

 

Hal tersebut diungkapkan usai memimpin pertemuan dengan jajaran direksi PT. PAL (Persero) dan PT. Pelindo (Persero) juga Pejabat Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan RI, terkait meminta masukan jajaran direksi BUMN terhadap PMN sebagai bahan dukungan BAKN dalam melakukan penelaahan, Surabaya, Jawa Timur, Rabu, (5/7/2023).

 

Menurut Hendrawan, pemerintah memang memiliki keterbatasan anggaran, tapi prioritas anggaran yang harus diperbaiki. Dalam laporan keuangan Pemerintah Pusat tahun 2021, jumlah PMN yang sudah dikeluarkan Pemerintah kurang lebih sekitar Rp2.377 Triliun, namun sampai saat ini belum jelas dampak dari pemberian PMN itu apa.

 

"Dan ini tidak ada laporan yang jelas efisiensinya efektifitasnya, itu sebabnya kami meminta Kementerian Keuangan memberi laporan dan sampai hari ini belum," tandasnya.

 

Sementara itu terkait dua perusahaan BUMN yang menjadi lokasi peninjauan BAKN DPR RI yaitu PT. Pelindo dan PT. PAL, Prof. Hendrawan menilai PT. PAL sendiri telah memperoleh PMN sejak 15 tahun lalu dan sampai saat ini kondisi keuangannya belum membaik secara signifikan.

 

PT. Pelindo sendiri saat ini dalam rangka penyatuan atau merger dari 4 Pelindo menjadi satu, sehingga membutuhkan suntikan dana segar dalam pengelolaan 110 pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia, agar dapat benar-benar dimanfaatkan sebagai kekuatan ekonomi maritim Indonesia.

 

Hendrawan juga memaparkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap pemberian PMN kepada perusahaan-perusahaan BUMN, yang menurut hasil temuan BPK pemberian tambahan PMN tersebut tidak melalui kajian yang memadai.

 

"Artinya tidak ada koordinasi dengan kementerian teknis, misalnya BUMN di sektor kelautan mestinya harus ada koordinasi dengan Kementerian Kelautan, BUMN di sektor Pelabuhan dengan Kementerian Perhubungan, koordinasinya tidak maksimal," tutupnya.

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 disebutkan bahwa, Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/ atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Badan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.

 

PMN merupakan salah satu bentuk investasi pemerintah yang bertujuan untuk menghasilkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial. Manfaat ekonomi dapat berupa bunga, dividen dan royalti. Sedangkan manfaat sosial berupa peningkatan kualitas layanan publik, seperti peningkatan infrastruktur energi, pertanian, kesehatan, dan sebagainya.

 

Realisasi penyaluran PMN kepada BUMN penerima selama tahun 2015-2018 adalah sebesar Rp88,57 triliun, dengan perincian penyaluran pada 5 program prioritas nasional yaitu: Program Pembangunan Infrastruktur dan Konektivitas sebesar Rp65,91 triliun; Program Kedaulatan Pangan sebesar Rp10, 67 triliun; Program Pembangunan Maritim sebesar Rp5,15 triliun; Program Industri Pertahanan dan Keamanan, sebesar Rp2,60 triliun; Program Kemandirian Ekonomi Nasional sebesar Rp4,25 triliun.

 

Turut hadir dalam Kunjungan Kerja Spesifik Badan Akuntabilitas Keungan Negara ke Surabaya diantaranya: Wahyu Sanjaya (F-PD), Anis Byarwati (F-PKS), Irwan Ardi Hasman (F-Gerindra), Bachrudin Nasori (F-PKB). (ndy/aha)