Sidang Umum ke-44 AIPA atau The-44th General Assembly ASEAN Inter-Parliamentary Union  (AIPA) yang akan digelar di Jakarta, pada tanggal 5-11 Agustus 2023 mendatang menjadi momentum bagi Indonesia, secara khusus, sebagai paru-paru dunia dan juga ASEAN, secara umum, untuk menagih komitmen negara maju terhadap pendanaan aksi iklim.

Diketahui, pada 15th Conference of Parties (COP15) of the UNFCCC di Kopenhagen, Denmark, pada 2009 lalu, disebutkan bahwa negara-negara maju berkomitmen terhadap tujuan kolektif untuk memobilisasi 100 miliar dolar per tahun mulai 2020 untuk aksi iklim terhadap negara berkembang. Yaitu, untuk aksi mitigasi terhadap perubahan iklim dan transparansi terhadap pelaksanaan.

Demikian dipaparkan Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana saat diwawancarai Parlementaria usai hadir sebagai Narasumber dalam diskusi Koordinatoriat Wartawan Parlemen- Biro Pemberitaan Parlemen-BKSAP DPR RI dengan tema 'Parlemen yang Responsif untuk Stabilitas dan Kesejahteraan ASEAN' di Media Center, Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (21/7/2023).

"Bahwa Indonesia dalam ASEAN kita menjadi (seperti) negara 'kakak' daripada kawasan kita, yang menunjukkan bahwa Indonesia sudah menjadi paru-paru dunia Indonesia. (Karena itu) harus mendapat support dari negara ASEAN (atas) komitmennya untuk mendorong negara maju berkomitmen terhadap dana yang dijanjikan sebesar 100 miliar dolar untuk diberikan kepada negara-negara berkembang dan negara-negara yang 'miskin'," ujar Putu.

"Sehingga ini memang belum kita mampu mewujudkan. Dan harapannya jika ini tuntutan Indonesia harapannya juga menjadi tuntutan kawasan ASEAN kepada negara-negara yang maju," sambung Ketua Desk Kerja Sama Regional BKSAP DPR RI ini menegaskan. 

Di sisi lain, Putu juga ingin menyampaikan bahwa Indonesia dalam implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) termasuk terdepan dibandingkan negara-negara lainnya. 

"Negara lainnya karena tantangan tadi saya sampaikan (adanya) perang itu (membuat) ketahanan pangannya juga terganggu, ketahanan energinya terganggu. Indonesia secara geografis sangat diuntungkan karena tidak memiliki musim yang ekstrem (tapi) justru kita bisa mempertahankan pencapaian SDGs itu jauh di atas negara-negara lainnya bahkan di atas 70 persen pencapaian SDGs," ungkapnya.

Namun demikian, tandas Politisi Fraksi Partai Demokrat ini, yang terpenting adalah bagaimana komunikasi pencapaian dan SDGs tersebut juga disampaikan kepada daerah-daerah, tidak hanya di tingkat pusat. "Tapi masyarakat dari bottom up itu juga bisa bagaimana mereka memahami mengerti untuk mengawal terjadinya tujuan pembangunan berkelanjutan," pungkas Putu. 

Turut hadir dalam diskusi Koordinatoriat Wartawan Parlemen- Biro Pemberitaan Parlemen-BKSAP DPR RI dengan tema 'Parlemen yang Responsif untuk Stabilitas dan Kesejahteraan ASEAN' tersebut yaitu Wakil Ketua BKSAP DPR RI Sukamta (hadir virtual) dan Pakar Hubungan Internasional Universitas Padjajaran (Unpad) Teuku Rezasyah. (pun, del/rdn)