RMOL. Air mata penyesalan mengiringi pembacaan nota pembelaan atau pledoi mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti. Dalam  pembelaannya, terdakwa kasus suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu mengakui kesalahannya telah menerima uang dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. "Saya menyesal telah berbuat kesalahan, yang bukan merugikan saya, tetapi juga masyarakat yang memilih saya," ujar Damayanti saat membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakarta, Rabu (7/9). Mantan politisi PDI Perjuangan itu sempat menyinggung perannya sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum bisa dijadikan pertimbangan majelis hakim untuk memberikan vonis seadilnya. Serta memohon hakim tidak mencabut hak berpolitiknya dengan alasan masih ingin mengabdi kepada masyarakat dan berbakti kepada bangsa dan negara. Menurut Damayanti, dirinya telah membantu penegak hukum dalam membeberkan sejumlah nama yang terlibat dalam kasus suap proyek pembangunan jalan di Kementerian PUPR. "Pada saat proses penyidikan saya ajukan justice collaborator. Saya mengungkap pihak lain, pimpinan Komisi V DPR dan Kemenpupera agar perkara ini menjadi jelas. Saya terima kasih kepada pimpinan KPK," ujarnya. Permintaan maaf kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga ikut dimuat dalam nota pembelaannya. Menurut Damayanti, sebagai kader partai banteng, dirinya telah mengecewakan dan melakukan perbuatan melawan hukum. "Mohon maaf kepada Ibu Megawati Soekarnoputri karena saya sudah kecewakan beliau. Meski sudah dipecat DPP tapi darah putih tetap mengalir dalam darahku," ungkapnya. Damayanti yang dituntut enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan terbukti secara sah menerima uang suap sebesar Rp 8,1 miliar dari Abdul Khoir untuk proyek pelebaran ruas Jalan Thero-Laimu dan kegiatan pekerjaan konstruksi ruas Jalan Werinama-Laimu di Maluku senilai Rp 41 miliar. Meski demikian, uang suap itu telah diserahkan kepada KPK. Menurut Damayanti, dirinya hanya korban dari sistem yang telah ada jauh sebelum duduk di Komisi V DPR. "Majelis Hakim agar menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya untuk saya. Agar saya masih bisa mengurus anak-anak saya," pinta Damayanti mengetuk pintu hati majelis hakim. [wah]