Dihapuskannya anggaran wajib minimal untuk kesehatan jadi bom waktu bagi kualitas kesehatan di masa mendatang. Ini menjadi salah satu dampak negatif dari disahkannya UU Kesehatan.

Dalam undang-undang sapu jagat (omnibus law) bidang kesehatan yang baru disahkan DPR awal bulan Juli 2023, pemerintah tidak lagi harus mengalokasikan anggaran wajib minimal bidang kesehatan sebesar 5 persen dari APBN.

Alokasi anggaran akan ditetapkan sesuai kebutuhan program nasional. Muncul kekhawatiran layanan kesehatan yang termasuk target SDGs ini akan menurun.

Indonesia memiliki undang-undang sapu jagat atau omnibus law kedua, yakni di bidang kesehatan yang disahkan DPR pada 11 Juli 2023.

Pembahasan RUU Kesehatan yang sempat mendapat penolakan disertai gelombang aksi unjuk rasa oleh masyarakat kesehatan yang masif ini dikebut dalam hitungan waktu sekitar tujuh bulan. Transparansi dan pelibatan publik jadi persoalan.

RUU Kesehatan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023 pada akhir tahun 2022. Pada 7 Februari 2023, Badan Legislasi DPR menyetujui RUU Kesehatan dibahas lebih lanjut sebagai inisiatif DPR setelah dilakukan proses penyusunan. Selanjutnya pada 5 April 2023 pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan ke DPR.

Selang dua setengah bulan kemudian, pada 19 Juni 2023, pemerintah dan DPR sepakat melanjutkan pembahasan RUU Kesehatan ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. Tujuh fraksi di Komisi IX DPR setuju dengan pembahasan tersebut, sementara dua fraksi menolak, yaitu Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/aL757dXYlihuYvyrRvfO-Wg-6e0=/1024x636/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F09%2F21%2F20210921-NSW-RAPBN-2022-Grafik1-mumed_1632237048_png.png

Pembahasan terus melaju hingga akhirnya kurang dari sebulan kemudian RUU Kesehatan disetujui DPR untuk menjadi UU. Pada akhirnya enam fraksi di DPR menyetujui, satu fraksi (Partai Nasdem) menyetujui dengan catatan, serta dua partai (PKS dan Partai Demokrat) tetap menolak UU tersebut.

Banyak hal yang masih menjadi penolakan masyarakat kesehatan terkait UU Kesehatan yang baru, termasuk oleh PKS dan Partai Demokrat. Salah satunya terkait alokasi anggaran belanja wajib kesehatan (mandatory spending) yang dihapuskan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin beralasan selama ini belanja wajib belum memenuhi kontribusi pemerataan anggaran kesehatan kerap tidak transparan, dan merugikan negara. Pemerintah akan menggantinya dengan metode anggaran yang berbasis program dalam rencana induk kesehatan.

Selain soal anggaran wajib yang dihapus, isu lainnya yang masih menjadi kontroversi adalah soal penghapusan berbagai wewenang organisasi profesi, percepatan pendidikan dokter berbasis rumah sakit, perizinan dan registrasi tenaga medis, hingga kemudahan masuknya investasi dan dokter asing. Penolakan muncul lantaran omnibus law kesehatan dianggap bertentangan dengan upaya penguatan sistem kesehatan nasional.

Baca juga: Mengamankan Anggaran Kesehatan

 

Perubahan

Dalam Undang-Undang Kesehatan yang lama, UU Nomor 36 Tahun 2009, Pasal 171 mengatur alokasi anggaran kesehatan pemerintah minimal 5 persen dari APBN di luar gaji dan minimal 10 persen dari APBD provinsi dan kabupaten/kota di luar gaji.

Dalam pasal selanjutnya disebutkan alokasi pembiayaan kesehatan ditujukan untuk pelayanan kesehatan di bidang pelayanan publik, terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak telantar.

Amanat ini sejalan dengan tujuan ketiga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan untuk semua orang di segala usia.

Sejak tahun 2016, pemerintah pusat berupaya memenuhi anggaran wajib tersebut. Prioritas bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta atau universal. Pada tahun 2016, realisasi anggaran kesehatan berhasil mencapai target 5 persen dari belanja APBN dengan nilai Rp 92,8 triliun.

Warga lanjut usia mengantre untuk mendapatkan layanan berobat gratis di Kampung Tambakrejo, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/5/2023). Kegiatan tersebut merupakan bagian dari bantuan Pemerintah Kota Semarang untuk memberikan layanan kesehatan gratis dan pasar pangan murah bagi warga miskin.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Warga lanjut usia mengantre untuk mendapatkan layanan berobat gratis di Kampung Tambakrejo, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/5/2023). Kegiatan tersebut merupakan bagian dari bantuan Pemerintah Kota Semarang untuk memberikan layanan kesehatan gratis dan pasar pangan murah bagi warga miskin.

Namun, tiga tahun berturut-turut setelah itu anggaran kesehatan tidak sampai 5 persen dari belanja APBN. Baru di masa pandemi Covid-19, mulai dari tahun 2020 hingga 2022, anggaran kesehatan melebihi anggaran wajib.

Tahun 2021 persentasenya bahkan mencapai 11,2 persen. Hal itu disebabkan pemerintah mengeluarkan stimulus fiskal untuk menangani dampak penularan Covid-19.

Untuk tahun 2023 ini anggaran kesehatan masih berpatokan pada mandatory spending. Namun, besarannya turun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari Rp 212,9 triliun (6,7 persen) pada tahun 2022 menjadi Rp 178,7 triliun (5,8 persen) pada 2023.

Untuk tahun 2024, dengan dihapuskannya mandatory spending dikhawatirkan anggaran kesehatan kembali turun. Hal itu karena berdasarkan UU Kesehatan yang baru, tanpa acuan anggaran wajib minimal, penyusunan belanja kesehatan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan politik anggaran.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/UeiZ4w_iL1SDHJaz-aDsWUiXvqs=/1024x690/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F28%2F4e87de55-c1ea-4e42-8253-c2a2f4a4e564_png.png

Dalam draf UU Kesehatan yang sudah disahkan DPR, pendanaan kesehatan sangat bersifat umum. Dalam Pasal 401 Ayat 3 disebutkan, sumber pendanaan kesehatan berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sumber lain yang sah.

Memang disebutkan pendanaan kesehatan bertujuan untuk mendanai pembangunan kesehatan secara berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.

Selain itu, pendanaan kesehatan juga akan dimanfaatkan untuk mulai dari upaya kesehatan, penanggulangan bencana, KLB, dan/atau wabah, penguatan sumber daya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, penguatan pengelolaan kesehatan, hingga penelitian, pengembangan, dan inovasi di bidang kesehatan.

Baca juga: Penghapusan Alokasi Belanja Kesehatan Wajib Dinilai Kontraproduktif

 

Konsekuensi

Ketika anggaran kesehatan tidak diupayakan pada batas minimal tertentu, yang terjadi adalah sejumlah potensial konsekuensi. Hal itu antara lain potensi meningkatnya biaya yang ditanggung pasien secara mandiri.

Layanan kesehatan bisa jadi akan memberatkan bagi kelompok masyarakat yang rentan seperti penduduk miskin, lansia, dan anak telantar.

Pelayanan kesehatan yang tidak dapat dijangkau oleh kelompok rentan akan memerosotkan tingkat kesehatan masyarakat. Hal ini akan menjadi bom waktu pada kualitas sumber daya manusia di kemudian hari.

Anggaran kesehatan yang tidak dijaga dengan batas minimal juga akan membuat Indonesia semakin jauh dari upaya memenuhi target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mencapai pengeluaran bidang kesehatan sebesar 5 persen dari produk domestik bruto. Saat ini, menurut ukuran WHO, pencapaian Indonesia dalam anggaran kesehatan masih di bawah 5 persen.

Pelayanan kesehatan yang tidak dapat dijangkau oleh kelompok rentan akan memerosotkan tingkat kesehatan masyarakat.

Anggaran kesehatan sejatinya perlu ditingkatkan dari tahun ke tahun karena cakupan pelayanan yang sangat luas. Apalagi untuk Indonesia yang penduduknya banyak. Pelayanan kesehatan harus bisa diakses oleh masyarakat secara adil dan merata, dan tentu saja dengan harga terjangkau.

Dampak dihapuskannya anggaran wajib minimal ini hanya sebagian kecil dari persoalan yang ditimbulkan setelah disahkannya UU Kesehatan yang baru. (LITBANG KOMPAS)

Baca juga: Undang-Undang Kesehatan Disahkan, Penolakan Tetap Bergulir

 
Editor:
YOHAN WAHYU