Penyesuaian tarif jalan tol menimbulkan polemik antara pengguna jalan tol dan pengelola jalan tol. Masing-masing pihak memiliki kepentingan sehingga dibutuhkan peran pemerintah untuk mengakomodasi kedua belah pihak.

Oleh Agustinus Yoga Primantoro

JAKARTA, KOMPAS — Penyesuaian tarif jalan tol dinilai belum mengakomodasi kepentingan masyarakat luas, terutama dari segi pelayanan. Pemerintah diharapkan mampu mengakomodasi, baik kepentingan investor atau pengelola jalan tol maupun pengguna jalan tol.

Sesuai aturan, penyesuaian tarif tol dilakukan berkala, yakni dua tahun sekali mengikuti laju inflasi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah (PP) No 15/2005 tentang Jalan Tol guna menjaga iklim pengembalian investasi jalan tol kepada pihak Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).

Koordinator Indonesia Toll Road Watch (ITRW) Deddy Herlambang, pada Senin (21/8/2023), mengatakan, penyesuaian tarif jalan tol sebaiknya tetap mengedepankan kepentingan masyarakat selaku pengguna jalan. Oleh sebab itu, kenaikan tarif jalan tol kiranya turut diimbangi dengan peningkatan standar pelayanan.

”Penyesuaian tarif tol harus dibarengi dengan perbaikan kualitas pelayanan. Selama ini, kenaikan tarif tol otomatis terjadi dalam dua tahun, tetapi tidak ada penyesuaian SPM (Standar Pelayanan Minimum), itu masalahnya. SPM hampir 10 tahun tidak pernah berubah,” kata Deddy saat dihubungi dari Jakarta.

Terkait dengan hal itu, pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) wajib menerapkan Sistem Pelayanan Minimum (SPM). Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 16/PRT/M/2014 tentang SPM Jalan Tol.

Menurut Deddy, SPM dewasa ini tidak lagi relevan dengan kebutuhan masyarakat sehingga perlu ditinjau kembali peruntukannya. Beberapa hal yang diatur dalam SPM, seperti kecepatan rata-rata, tingkat kekesatan jalan, dan kecepatan transaksi, lebih bersifat teknis atau sebatas standar operasional prosedur (SOP) yang harus dipenuhi BUJT ketimbang mengutamakan pelayanan bagi masyarakat.

”SPM terlalu bersifat akademis dengan berbagai formulasi rumus yang bagi publik tidak relevan. Lebih baik mulai dipertimbangkan skema tarif diskon di saat jalan tol macet atau sanksi jika terjadi kecelakaan. Hal ini lebih relevan bagi masyarakat,” ujar Deddy.

Deddy berpendapat, indikator keberhasilan jalan tol dapat dilihat melalui tingkat kecelakaan yang terjadi. Semakin minim angka kecelakaan dan tingkat fatalitasnya, pengelola jalan tol dianggap berhasil memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat.

Berdasarkan data (BPJT), kasus kecelakaan terjadi di jalan tol pada tahun 2022 mencapai 4.487 kejadian atau meningkat 12,51 persen dibandingkan tahun 2021 yang sebanyak 3.988 kejadian. Lebih lanjut, jumlah korban meninggal di tempat (MD) akibat kecelakaan di jalan tol pada tahun 2022 mencapai 438 jiwa atau meningkat 16,18 persen dibandingkan tahun 2021 yang sebanyak 377 jiwa.

Beberapa waktu lalu, PT Jasa Marga, dalam keterangan resminya, Jumat (11/8/2023), mengumumkan penyesuaian tarif tol Ruas Jalan Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) dan Prof DR Ir Soedijatmo (Sedyatmo) per 20 Agustus 2023. Penyesuaian ini berdasarkan Keputusan Menteri PUPR No 854/KPTS/M/2023 tentang Penyesuaian Tarif Tol pada Ruas Jalan Tol Jagorawi dan Keputusan Menteri PUPR No 855/KPTS/M/2020 tentang Penyesuaian Tarif Tol pada Ruas Jalan Tol Sedyatmo.

Selain menerapkan penyesuaian tarif, Jasa Marga juga meningkatan pelayanan bagi pengguna ruas Tol Jagorawi dan Sedyatmo. Peningkatan Layanan tersebut terutama di bagian transaksi, yakni dengan mengintegrasikan Ruas Tol Jagorawi dengan Ruas Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi).

Berpolemik

Selain memastikan SPM dapat berjalan, BUJT sebagai pengelola jalan tol juga memilliki kepentingan, yakni pengembalian nilai investasi yang salah satunya melalui penyesuaian tarif. Anggota Divisi Perekonomian dan Pembiayaan ITRW, Revy Petragradia, mengatakan, tarif jalan tol selalu menjadi polemik antara kepentingan investor dalam hal ini BUJT dan kepentingan konsumen jalan tol sehingga dibutuhkan peran pemerintah yang secara independen memediasi kedua belah pihak.

”Sebelum penyesuaian tarif dilakukan, pemerintah wajib memastikan BUJT telah memenuhi SPM. Di sisi lain, konsultasi publik juga perlu disampaikan dalam rencana pembangunan agar masyarakat tersosialisasi dengan baik mengenai formulasi tarif,” kata Revy.

Adapun rata-rata tarif tol per km saat ini telah mencapai lebih dari Rp 1.000 per kilometer untuk kendaraan, seperti sedan, mobil jip, pikap atau truk kecil, dan bus (golongan I). Hal membuat masyarakat selaku pengguna jalan beranggapan tarif yang disesuaikan terlalu mahal.

Di sisi lain, BUJT selaku pengelola jalan tol memiliki kepentingan dalam pengembalian nilai investasi. Dalam menentukan formulasi tarif jalan tol, studi kelayakan terlebih dahulu dilakukan, baik oleh pemerintah yang akan memprakarsai proyek jalan tol maupun proyek yang diprakarsai BUJT.

Studi kelayakan ini meliputi kajian ekonomi dan kajian finansial. Kajian ekonomi dilakukan untuk menilai manfaat-manfaat ekonomi dari proyek jalan tol, sedangkan kajian finansial dilakukan untuk mengukur nilai pengembalian investasi yang didapat melalui pendapatan proyek.

Hasil kajian ITRW berdasarkan data dari berbagai studi kelayakan jalan tol pada tahun 2017-2020, rata-rata biaya konstruksi telah mencapai lebih dari Rp 100 miliar per km untuk pembangunan jalan tol di atas tanah (landed) dan lebih dari Rp 250 miliar per km untuk pembangunan jalan tol layang (elevated). Besaran nilai investasi tersebut bergantung pada lokasi dan kondisi lahan yang akan dibangun jalan tol.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/082-8jlf91eO-Ax6A4tYAdqIiHQ=/1024x1755/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F03%2F24%2F2f4f1f31-09b4-4634-8574-357fac8eff5e_png.png

”Pengelola tol dan pemerintah perlu memastikan validitas data pengguna saat mengkaji kemampuan membayar dan keinginan membayar masyarakat. Selain itu, studi kelayakan juga dapat menggambarkan prioritas kebutuhan masyarakat atas akses jalan tol,” lanjutnya.

Skema pembiayaan

Besarnya lalu lintas (traffic) akan menentukan pengembalian nilai investasi terhadap investor. Selain memastikan proyek layak dan tepat sasaran, dukungan dari pemerintah melalui variasi skema pembiayaan kiranya dapat menjadi opsi yang meminimalkan risiko pengembalian bagi investor.

”Perlu pemahaman dari sisi pemerintah bahwa APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) terbatas sehingga perlu didorong dengan skema-skema pembiayaan yang kreatif. Hal ini tentu akan membuat pengembalian investasi menjadi lebih murah,” lanjut Revy.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/c93Btk9J-jUxhTG6AgmD1vNaU6E=/1024x1609/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F09%2F8270612f-c64b-4b89-b601-51eb82333aa6_jpg.jpg

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, pihaknya terus mengeksplorasi berbagai inovasi pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur guna mengatasi keterbatasan APBN dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur. Inovasi pembiayaan ini diharapkan dapat menuntaskan pembangunan infrastruktur yang tidak memungkinkan jika hanya mengandalkan APBN.

”Inovasi pembiayaan tidak hanya kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), tetapi juga seperti skema pendanaan pengadaan tanah melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) termasuk penerapan Dana Talangan Tanah (DTT) untuk mengatasi terbatasnya anggaran pemerintah untuk pengadaan tanah. Melalui inovasi pengadaan tanah dan DTT, Jalan Tol Trans-Jawa dapat terselesaikan pada tahun 2019,” kata Basuki, dalam keterangan resminya, Rabu (1/3/2023).

Berdasarkan data dari BPJT, jumlah jalan tol yang beroperasi hingga saat ini mencapai 2.620,02 km. Sementara itu, nilai investasi yang tercatat per tahun 2022 mencapai Rp 794,85 triliun atau tumbuh 7,8 persen dibandingkan tahun 2021, yakni Rp 736,73 triliun.

Selain itu, total volume transaksi jalan tol pada tahun 2022 sebesar Rp 29,2 triliun juga meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang sebesar Rp 23,776 triliun. Lebih lanjut, transaksi hariannya tercatat sebanyak 4,54 juta transaksi atau naik dibandingkan tahun 2021 yang sebanyak 3,83 juta transaksi.