Pemerintah akan menerapkan tarif promosi dan subsidi tarif guna menarik minat masyarakat pada LRT.
Oleh YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
JAKARTA, KOMPAS — LRT Jabodebek diperkirakan mulai beroperasi akhir Agustus 2023. Guna menarik minat masyarakat, pemerintah akan memberikan subsidi tarif. Namun, sejumlah pekerjaan rumah terkait keselamatan penumpang masih perlu diperhatikan.
Kementerian Perhubungan telah menetapkan tarif LRT Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek). Hal itu sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 67 Tahun 2023 tentang Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api Ringan (LRT) Terintegrasi Jabodebek untuk Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik pada 14 Juli 2023.
Selanjutnya, pemerintah akan memberikan subsidi tarif bagi penumpang. Besaran tarif yang akan dikenakan pada pengguna LRT sebesar Rp 5.000 untuk 1 kilometer (km) pertama, dilanjutkan Rp 700 per km. Alhasil, besarannya berkisar Rp 7.100 hingga Rp 27.400 untuk jarak terpendek sampai terjauh. Jarak terpendek berada di rute Stasiun Cawang-Stasiun Halim yang panjangnya sekitar 4 km, sedangkan terjauh adalah Stasiun Harjamukti-Stasiun Jatimulya, yakni sepanjang 33 km.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Risal Wasal mengatakan, para operator kereta berharap agar tarif dapat dievaluasi setiap dua tahun. Namun, pihaknya tetap mengacu pada Peraturan Menhub Nomor PM 25 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kereta Api Ringan (LRT) Terintegrasi Jabodebek.
”Sepanjang tidak dicabut atau tidak diganti, dia (peraturan) tetap berlaku. Jadi tarif tidak akan naik sepanjang dia masih dinyatakan berlaku sesuai PM 25 Tahun 2023,” ujar Risal di Gedung Cipta Kemenhub, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Subsidi diberlakukan guna meringankan beban masyarakat agar beralih ke transportasi umum. Dalam hitungan per kepala, besaran subsidi yang diberikan pemerintah sebesar Rp 18.000 untuk rute terjauh.
Risal menambahkan, tarif ditetapkan melalui sejumlah pertimbangan. Hal itu terdiri dari studi kelayakan, kajian kemampuan untuk membayar (ATP), keinginan untuk membayar, serta memperhitungkan kondisi keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman.
Pemerintah tengah mengkaji konsep pemberlakuan tarif promo dalam rangka memperkenalkan LRT, sekaligus merayakan HUT Ke-78 Kemerdekaan Indonesia. Meski masih tahap usulan, Kemenhub berencana menetapkan tarif promo sebesar Rp 5.000 untuk seluruh lintas pelayanan dari 30 Agustus hingga 30 September 2023.
Memasuki Oktober 2023, Kemenhub mengusulkan pemberlakuan tarif batas maksimal Rp 20.000. Ketentuan ini akan berlaku selama satu bulan untuk menciptakan permintaan penumpang.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang menilai tarif yang ditetapkan pemerintah cukup adil karena dihitung per km.
”Jadi, tidak semua flat. Kalau kita enggak bisa bayar sampai rute jauh (dengan nominal yang ditetapkan), jadi itu fair,” kata Deddy.
Dalam kajian Kemenhub, sekitar 34,3 persen pengguna mobil, sepeda motor, bus, dan KRL akan berpeluang beralih (shifting) ke LRT. Namun, mayoritas perpindahan ini terjadi pada pengguna KRL dengan kemungkinan pergeseran 48,5 persen. Pengguna bus yang berminat pindah ke LRT sebesar 27,4 persen. Ini artinya dominasi perpindahan terjadi pada antarmoda transportasi umum.
Sementara itu, perpindahan transportasi pribadi, baik mobil maupun sepeda motor, lebih rendah dibandingkan pengguna KRL. Perkiraan pergeseran pengguna mobil hanya 13,9 persen, sedangkan sepeda motor sebesar 40,8 persen.
”Ternyata probabilitas shifting pribadi ke public transport enggak terlalu indah. Itu tantangan kami, bagaimana (agar masyarakat) yang shifting itu dari kendaraan pribadi meningkat,” kata Risal.
Pihaknya tengah mempertimbangkan peningkatan sejumlah layanan guna menarik minat pengguna transportasi pribadi. Salah satunya berupa kantong dan skema tarif parkir bagi pengendara agar dapat memarkirkan kendaraan pribadinya sebelum menuju tujuan akhir dengan angkutan massal.
Baca juga: Sarana Andal Mesti Disediakan untuk Jamin Pelayanan KRL
Meski demikian, Deddy menilai, jika terjadi perubahan pola antarpengguna transportasi umum, ada predator bagi sesama angkutan massal. Hal ini yang tak tepat sebab seharusnya target yang dibidik adalah pengguna kendaraan pribadi.
”Kalau hanya pindah moda (transportasi), berarti volume kendaraan pribadi tidak (banyak) berkurang,” ujarnya.
Kemenhub masih memiliki pekerjaan rumah untuk meningkatkan kenyamanan pengguna kendaraan pribadi meski tak lama lagi LRT akan diresmikan. Harapannya, target untuk mendorong mereka beralih ke LRT bisa tercapai.
Deddy merekomendasikan agar pemerintah menyediakan kantong parkir di stasiun-stasiun suburban, terutama stasiun-stasiun ujung, seperti Jatimulya (Bekasi Timur) dan Harjamukti (Cibubur). Pembangunan ini bukan di kawasan urban agar tak menimbulkan kemacetan serta tak merugikan angkutan umum lain di daerah pusat, yakni Jakarta.
Selain itu, sistem unit kereta dengan perbedaan kecepatan harus diintegrasikan. Sebab, kereta akan berjalan tanpa masinis sehingga risiko ancaman keselamatan juga lebih tinggi.
Pengguna LRT juga harus memahami upaya penyelamatan dalam keadaan darurat. Alhasil, hal ini harus disosialisasikan kepada semua penumpang.