Pemerintah daerah dituntut berinovasi untuk mengoptimalkan fungsi bandara, khususnya di daerah terpencil. Beragam helatan menarik, acara budaya, hingga olahraga bisa diciptakan guna meningkatkan lalu lintas penerbangan.

Oleh DEBRINA RATIH PUSPARISA

Petugas pengantur lalu lintas pesawat (air traffic controller AirNav Indonesia) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (16/10/2019), memantau dan mengatur pergerakan pesawat. Pergerakan take off dan landing per harinya pesawat di Bandara Soekarno-Hatta di bulan Oktober 2019 sebanyak 1.080-1.090 pergerakan per hari.

JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah bandara di wilayah terpencil telah dibangun di Sumatera. Namun, pemanfaatannya belum maksimal karena minimnya lalu lintas penerbangan. Pemerintah daerah didorong untuk mengatur strategi, mulai dari menerapkan subsidi kursi pesawat hingga mempromosikan wilayahnya masing-masing.

Dua bandara terpencil di Sumatera, yakni Bandara Raja Haji Abdullah, Karimun (Kepulauan Riau), dan Bandara Muara Bungo, Bungo (Jambi), telah membuka penerbangan komersial. Sayangnya, lalu lintasnya masih minim.

Pengamat penerbangan, Alvin Lie, menyayangkan selama ini pembangunan bandara-bandara hanya mementingkan prestasi politik, bukan kajian kebutuhan masyarakat. Alhasil, ketika bandara siap beroperasi, lalu lintas serta layanan penerbangan tidak seperti yang diharapkan.

”Kalau secara komersial tidak menarik, ya, itu konsekuensi membangun bandara tidak berdasarkan kajian kebutuhan populasinya. Tidak ada bandara di dunia mampu bertahan hidup hanya melayani warga setempat untuk keluar dan masuk,” tutur Alvin saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (17/8/2023).

Hal serupa dikatakan Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sekaligus Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani. Pengelolaan pariwisata di tiap daerah terpencil itu belum maksimal, padahal banyak tempat potensial yang masih bisa dieksplorasi.

Ia menyayangkan jika pemerintah daerah tidak memanfaatkan anggaran yang ada. Apalagi, biaya pemeliharaan bandara terbilang mahal sehingga perlu strategi guna memaksimalkannya.

Sebelumnya, sejumlah pejabat Kementerian Perhubungan meninjau beberapa bandara terpencil di Sumatera pada Minggu (13/8/2023). Walau sebagian di antaranya telah beroperasi, bandara tersebut belum berjalan optimal.

Bupati Karimun Aunur Rafiq mengeluhkan landasan pacu Bandara Raja Haji Abdullah yang belum dapat diperluas karena terhalang izin yang belum dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebab, kawasan yang akan digunakan masuk daerah penting cakupan luas bernilai strategis (DPCLS) yang terbentur Undang-Undang Cipta Kerja.

Apabila landasan masih sepanjang 1.540 meter seperti saat ini, maka pesawat berukuran besar, antara lain Boeing 737, tidak dapat mendarat di Bandara Raja Haji Abdullah. Sejauh ini, hanya pesawat Fokker dan ATR, serta maskapai Susi Air dengan penerbangan jarak pendek yang dapat memanfaatkan bandara itu.

”Oleh karena itu, bandara ini diperlukan sekali oleh masyarakat sehingga mereka tidak perlu lagi transit ke Kota Batam. Mereka naik kapal 1,5 jam sehingga (total durasi) perjalanan bisa 3-4 jam ke Karimun dari sejumlah daerah,” tutur Aunur di Bandara Raja Haji Abdullah, Karimun, Kepulauan Riau.

Hal serupa diutarakan Bupati Bungo Mashuri. Bandara Muara Bungo, Kabupaten Bungo, hanya melayani maskapai Nam Air rute Jakarta-Muara Bungo selama tiga kali dalam sepekan. Ia berharap, Kemenhub membantu mengundang kedatangan maskapai lain.

Selama ini, kawasan tersebut mengandalkan Gunung Kerinci dan sejumlah wisata alam lain di Kabupaten Merangin. Beberapa ajang balapan yang dihelat di Sirkuit Muara Bungo juga jadi daya tarik lainnya. Namun, Mashuri mengklaim, sejumlah maskapai masih enggan mendarat di Bandara Muara Bungo.

Menanggapi berbagai masukan ini, Menhub Budi Karya Sumadi akan memperpanjang landasan pacu di Bandara Raja Haji Abdullah dan Bandara Muara Bungo. Lalu lintas penerbangan juga akan ditambahkan (Kompas.id, 14/8/2023).

Pemda perlu bergerak

Ragam potensi dapat dimanfaatkan pemda guna menarik pengunjung agar lalu lintas penerbangan meningkat. Peluang ekonomi di ruang-ruang bandara perlu dioptimalkan untuk menekan biaya.

Dari kacamata pariwisata, Hariyadi merekomendasikan pemda perlu menggali dan menggiatkan beragam acara kebudayaan. Acara budaya dapat diandalkan, begitu juga dengan kegiatan olahraga, seperti pemanfaatan jalur off road, bersepeda, atau lari maraton yang digelar berkala. Pemda tidak bisa hanya mengandalkan acara tertentu, seperti balapan yang frekuensi pelaksanaannya rendah.

Selain itu, pemda harus berani menyubsidi tiket dengan skema block seat atau pemesanan kursi pesawat guna memenuhi kuota perjalanan maskapai. Sebab, pihaknya tidak memiliki banyak pilihan karena hanya maskapai tertentu yang dapat terbang ke daerah-daerah terpencil.

”Begitu pasarnya ada, masyarakat baru ada keinginan untuk pakai ke daerah tersebut naik pesawat. Kalau enggak ada produknya (pariwisata), susah. Makanya, pemda enggak cuma minta bandara saja, tetapi harus siap dengan subsidi tadi,” tutur Hariyadi.

Pada prinsipnya, maskapai tidak mau ambil pusing. Jika pihaknya merugi, tidak ada penerbangan. Begitu pula sebaliknya. Alhasil, pemda memang harus ”memancing” kedatangan maskapai lewat sektor pariwisata agar pengunjung berdatangan.

Menurut Alvin, bandara-bandara terpencil dapat berfungsi maksimal ketika pemda juga mempromosikan daerahnya. Orang-orang dari daerah lain punya keinginan berkunjung sehingga meningkatkan lalu lintas penerbangan.

”Jadi yang dipromosikan itu bukan bandaranya, melainkan potensi daerahnya. Bisnis bandara itu bisnis traffic, orang dan barang keluar-masuk daerah. (Hal itu) Juga mendatangkan produk dan penumpang dari daerah lain ke daerah tersebut,” kata mantan anggota Ombudsman RI itu.

Bandara dengan lalu lintas penerbangan rendah perlu memaksimalkan penghasilan dari sektor aero dan nonaero. Dari pergerakan pesawat atau aero, pengelola bandara bisa memanfaatkan penyediaan fasilitas negara, seperti ruang check in serta sewa ruang kantor dan pergudangan untuk maskapai. Sebaliknya, dari sisi nonaero dapat memfungsikan ruang-ruang komersial untuk gerai dan pertokoan.

”Harus kreatiflah punya ruang sebegitu besar, harus bisa memanfaatkannya untuk mendatangkan uang guna menutup biaya-biaya perawatan dan operasional,” ujar Alvin.

Bandara yang telah dibangun harus dirawat berkala sebab jika rusak, biayanya akan makin mahal. Oleh karena itu, lalu lintas penerbangan perlu diciptakan. Jika bukan penumpang, maka dapat memanfaatkan kargo.