Beberapa warga Batam mendatangi kantor Komnas HAM untuk meminta pertolongan mengenai penggusuran kampung adat di Rempang, Batam, Kepulauan Riau, yang melibatkan kericuhan dan penahanan warga.

Oleh ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY

JAKARTA, KOMPAS — Lima warga yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Adat Pulau-pulau Rempang Galang menggelar aksi dan mendatangi pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk meminta pertolongan mengenai penggusuran kampung adat di Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Mereka mendirikan dua tenda dan spanduk di depan kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, sejak Senin (11/9/2023).

Ketua Umum Himpunan Masyarakat Adat Pulau-pulau Rempang Galang (Himad Purelang) Mustar Yatim mengatakan, tindakan tersebut mereka lakukan untuk menyikapi kondisi yang sedang terjadi, yakni mengenai hak hidup dan sejarah warga Pulau Rempang-Galang yang akan disisihkan karena investasi asing. Ia menyebut, cara penggusuran yang dilakukan tidak beradab dan manusiawi.

”Kami tetap mempertahankan hak-hak masyarakat. Himad Purelang sudah mengajukan tanah ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) sejak tahun 2008,” ujarnya.

Konflik agraria di Pulau Rempang bermula ketika Badan Pengusahaan (BP) Batam berencana merelokasi seluruh penduduk Rempang, yang jumlahnya lebih kurang 7.500 jiwa. Hal itu dilakukan untuk mendukung rencana pengembangan investasi di Pulau Rempang.

Kemudian, pada Kamis (7/9/2023), terjadi bentrok antara aparat kepolisian-TNI dan warga di Jembatan Batam-Rempang-Galang (Barelang) IV. Kericuhan pecah saat warga setempat menghadang ribuan aparat gabungan yang akan melakukan pengukuran dan pematokan lahan di Pulau Rempang. Mereka menolak pengukuran tersebut karena akan menggusur permukimannya.

Sekitar 1.000 personel gabungan diturunkan untuk mengawal pemasangan patok dan pengukuran atas rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City seluas 17.000 hektar sebagai kawasan industri, perdagangan jasa, dan pariwisata. Proyek tersebut masuk dalam program Strategis Nasional tahun ini, sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 dan ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.

Untuk mengosongkan lahan seluas 17,000 hektar itu, 16 kampung tua yang telah ada sejak ratusan tahun harus dilenyapkan. Orang-orang Melayu penghuni kampung-kampung tua itu dipaksa pindah ke kawasan tengah Pulau Galang.

Mustar menyebut, kericuhan tersebut mengakibatkan banyak korban berjatuhan, dari anak balita, anak-anak sekolah dasar dan menengah, hingga masyarakat dewasa, akibat tembakan gas air mata dan peluru karet. Dalam kejadian tersebut, polisi menahan delapan warga karena membawa senjata tajam saat bentrok terjadi.

Kedatangan Mustar beserta empat anggota lain ke Jakarta juga bermaksud menuntut agar polisi membebaskan warga yang ditahan di Polresta Barelang tanpa syarat. Selanjutnya, juga meminta agar penggusuran terhadap warga yang sudah tinggal di Rempang sejak 1824 demi memuluskan kehendak para investor China harus segera dihentikan.

Mustar mengatakan sangat menyayangkan sikap aparat kepolisian dan TNI yang melampaui kewenangannya dalam ranah hubungan hukum perdata atau kepentingan bisnis antara korporasi swasta dengan kepentingan rakyat sebagai penggarap tanah negara di pulau tersebut. Akibat melampau kewenangannya itu, hak asasi masyarakat menjadi terabaikan, bahkan ditabrak dengan cara-cara yang tidak memiliki rasa kemanusiaan.

”Untuk itu, kami akan berunjuk rasa dengan membuka dua unit tenda untuk tempat berteduh atau bahkan sebagai tempat tidur di halaman kantor Komnas HAM guna mendampingi Komnas HAM memproses semua pelanggaran HAM yang dilakukan di Pulau Rempang,” kata Mustar.

Menurut rencana, unjuk rasa akan dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab sesuai perundangan setiap hari, mulai Senin, pada jam kerja. Mereka akan berunjuk rasa hingga akhir September atau sampai persoalan penggusuran tersebut diputuskan berdasar hakikat hak asasi manusia oleh Komnas HAM secara adil sesuai ketentuan perundang-undangan. Mereka juga berencana akan membakar bendera China di depan Komnas HAM.

Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Putu Elvina menerima kedatangan lima anggota Himad Purelang tersebut. Ia memberi waktu sekitar satu jam untuk mereka menyampaikan maksud kedatangannya ke Jakarta, beserta usulan-usulan yang digagas.

Beberapa usulan yang disampaikan antara lain Komnas HAM dinilai perlu lebih mengutamakan kondisi tanah negaranya dan tidak terjebak pada konsep budaya. Mengenai hal itu, pihak Komnas HAM akan berdiskusi dan melibatkan semua pihak dalam masalah tersebut.

Permintaan pembebasan warga yang ditahan juga diutarakan Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro pada keterangan resminya, Jumat (8/9/2023). Ia mendesak kepolisian untuk segera membebaskan warga Pulau Rempang yang saat ini masih ditahan.

Atnike mengatakan, peristiwa tersebut telah menimbulkan korban pada masyarakat, termasuk perempuan dan anak-anak. Untuk itu, Komnas HAM juga mendesak penghentian pengerahan pasukan dan tindakan represif kepada masyarakat.

”Kami juga minta pemerintah daerah melakukan pemulihan bagi masyarakat yang mengalami kekerasan dan trauma, termasuk anak-anak yang membutuhkan pemulihan khusus,” tutur Atnike.

Korban berjatuhan

Sebelumnya, Polresta Barelang telah membebaskan satu warga Rempang atas nama Boiran yang sempat ditangkap saat kejadian kerusuhan. Dari delapan orang yang diamankan, satu warga sudah dipulangkan karena tidak cukup bukti.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan mengatakan, tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat kepolisian saat bentrokan tertiup angin sehingga mengarah ke sekolah. Ia juga membantah ada korban luka-luka yang menimpa aparat keamanan dan warga.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, cara aparat kepolisian merespons protes warga terlalu berlebihan, seperti menggunakan pentungan dan gas air mata. Tindakan tersebut bukan hanya membahayakan orang dewasa, melainkan juga anak-anak sekolah yang sedang mengikuti kegiatan belajar-mengajar di kelas saat peristiwa berlangsung.

”Sulit untuk membenarkan bahwa gas air mata memasuki area sekolah karena tertiup angin. Tindakan ini merendahkan harkat dan martabat manusia yang diakui hukum internasional dan hukum nasional,” kata Usman.

Ia mengatakan, dalam peristiwa tersebut, terdapat puluhan warga luka-luka. Selain itu, ratusan murid sekolah yang sedang mengikuti kegiatan belajar terpaksa dihentikan dan dibubarkan setelah muncul gas air mata. Ada dua sekolah yang terkena tembakan gas air mata, yaitu SMP Negeri 22 Galang dan SD Negeri 24 Galang.

Dengan memasang spanduk di depan kantor Komnas HAM yang berisi gambar beberapa korban kericuhan di Rempang, Mustar menegaskan bahwa terdapat beberapa korban akibat peluru karet. Bahkan, menurut dia, para korban menggunakan uang pribadi untuk biaya perawatan.

Komnas HAM akan mendatangkan beberapa pihak terkait pada Senin sore, di antaranya Gubernur Kepulauan Riau, Wali Kota Batam, Kapolda Kepulauan Riau, Kepala Badan Pertanahan Nasional Batam, dan Kepala Badan Pengusahaan, untuk berdiskusi mengenai masalah tersebut.