Bentrokan antara masyarakat dan aparat di Pulau Rempang merupakan bentuk pengingkaran dan pelanggaran terhadap konstitusi. Peristiwa tersebut menorehkan luka sosial yang sulit disembuhkan.

Oleh GIANIE

Sejak proyek strategis nasional (PSN) bergulir pada 2016, sudah ratusan proyek yang dikerjakan, bahkan lebih dari 100 proyek yang sudah selesai dan beroperasi. Tak sedikit halangan yang dihadapi dalam mewujudkan PSN.

Salah satunya terkait pembebasan lahan yang melibatkan masyarakat setempat. Peristiwa kerusuhan di Pulau Rempang menjadi puncak buruknya komunikasi dan keberpihakan kepada hak masyarakat adat dalam merealisasikan PSN.

Masyarakat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, pada awal September ini menolak rencana relokasi atau pengosongan lahan 16 kampung adat Melayu yang ditawarkan pemerintah. Wilayah mereka akan dijadikan kawasan industri, perdagangan, dan pariwisata yang terintegrasi.

Pengembangan kawasan yang diberi nama Kawasan Rempang Eco-City tersebut merupakan proyek pemerintah pusat melalui kerja sama antara Badan Pengusahaan (BP) Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG). Proyek dimaksudkan untuk mendorong peningkatan daya saing Indonesia dari Singapura dan Malaysia.

https://cdn-assetd.kompas.id/hLKeQepbdt2zfui0zoR2Fp5VnNQ=/1024x559/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F18%2Fc3d64b78-568e-434a-8f68-781dab81b378_png.png

Masyarakat Pulau Rempang meminta pembangunan proyek tersebut dilakukan tanpa penggusuran karena keberadaan kampung adat hanya sebagian kecil (sekitar 10 persen) dari total luas lahan Pulau Rempang.

Masyarakat berpandangan pembangunan kawasan bisa dilakukan tanpa menggusur warga. Apalagi, untuk kepentingan pariwisata, masyarakat bisa diajak berpartisipasi.

Namun, proses pengosongan lahan dipaksakan untuk memenuhi tengat penyerahan lahan kepada PT MEG pada 28 September 2023. Bentrok warga dengan aparat pun terjadi pada 7 September 2023 yang berujung penggunaan gas air mata. Rentetan peristiwa selanjutnya, sejumlah warga ditahan polisi.

Sebelumnya, pada 21 Agustus 2023, ratusan warga Pulau Rempang memblokade jembatan yang menghubungkan Pulau Rempang dengan Pulau Batam. Aksi tersebut untuk menolak kedatangan tim terpadu dari Batam yang akan mengukur lahan di Pulau Rempang.

Gerak cepat PSN

Percepatan pengosongan lahan terus diupayakan pemerintah untuk mewujudkan PSN. Pasalnya, PSN merupakan proyek yang menjadi prioritas tinggi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat.

Kawasan Pulau Rempang masuk dalam daftar PSN belum lama ini. Ia masuk dalam daftar PSN sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. Peraturan Menko Perekonomian tersebut disahkan pada 28 Agustus 2023.

Proyek Kawasan Rempang Eco-City ini ditaksir memiliki nilai investasi mencapai Rp 381 triliun hingga tahun 2080. Keberadaannya diharapkan dapat meningkatkan perekonomian, tidak saja di Batam, tetapi juga kabupaten/kota lain di Kepulauan Riau. Diperkirakan, pengembangan kawasan ini akan menyerap tenaga kerja sekitar 306.000 orang hingga 2080 (laman BP Batam, 31/8/2023).

Berdasarkan Peraturan Menko Perekonomian No 7/2023, pengembangan Kawasan Rempang Eco-City masuk dalam daftar program strategis nasional ke-13.

Secara keseluruhan, peraturan yang merupakan perubahan ketiga atas peraturan yang terbit tahun 2021 itu menambah panjang daftar PSN, yaitu menjadi 211 proyek PSN dan 13 program PSN. Dalam peraturan sebelumnya, daftar PSN terdiri atas 210 proyek PSN dan 12 program PSN.

Jumlah proyek dan program PSN terus berubah, mengalami pengurangan dan penambahan sejak tahun 2016. Cikal bakal dilaksanakannya PSN berawal dari Peraturan Presiden No 75/2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas yang terbit di akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (17 Juli 2014).

Infrastruktur yang penyediaannya dipercepat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi demi mewujudkan kesejahteraan rakyat ini pendanaannya bersumber dari APBN, APBD, BUMN/BUMD, swasta, dan sumber dana lain yang sah.

Untuk kelancaran pelaksanaannya, terutama untuk mendorong percepatan penyediaan dan menyelesaikan hambatan-hambatan yang timbul, dibentuklah Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). KPPIP diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Dalam Perpres No 75/2014 tersebut disebutkan daftar infrastruktur prioritas diterbitkan paling lama enam bulan sejak perpres ditetapkan. KPPIP akan menerbitkan daftar infrastruktur prioritas setiap tahun, yang sekaligus memuat sumber pendanaan dan skema pembayaran.

Daftar infrastruktur prioritas yang pertama terbit pada awal 2016 melalui Perpres No 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Terdapat 226 proyek PSN dan 1 program PSN dalam perpres tersebut.

Setiap tahun, proyek dan program PSN dievaluasi oleh pemerintah sehingga jumlahnya berubah-ubah. Hingga tahun 2020, daftar PSN ditetapkan melalui perpres. Setelah itu ditetapkan melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian hingga sekarang. Dengan terbitnya Peraturan Menko Perekonomian No 7/2023, daftar PSN telah mengalami perubahan sebanyak tujuh kali.

Isu sosial

Menurut laporan KPPIP, pada semester dua 2022, sebanyak 18 PSN dinyatakan telah selesai. Dengan demikian, jumlah PSN yang telah selesai sejak tahun 2016 hingga tahun 2022 menjadi 153 proyek dengan total nilai investasi sebesar Rp 1.040 triliun.

Dalam laporannya, KPPIP menyatakan pelaksanaan PSN dihadapkan pada sejumlah isu yang menghambat percepatan pelaksanaan PSN. Isu utama yang muncul terkait dengan pengadaan tanah dan tata ruang. Ada pula isu pendanaan dan pembiayaan, isu perizinan dan penyiapan, isu konstruksi, serta isu terkait kehutanan dan lingkungan.

Pengadaan tanah menjadi isu yang paling banyak terjadi selama semester II-2022 (29 persen). Konflik agraria ini banyak yang menyangkut dinamika sosial yang terjadi di masyarakat.

Terjadi konflik pengadaan tanah milik antara instansi pemerintah, tanah wakaf, atau tanah kas desa. Selain itu, juga ada masalah mengenai dana pengadaan tanah dan pengurusan perizinan pengadaan tanah.

Isu sosial muncul karena buruknya komunikasi dan sosialisasi PSN kepada masyarakat yang terdampak. Juga adanya pemaksaan yang mengabaikan hak-hak masyarakat adat yang ruang hidupnya berada di wilayah PSN.

https://cdn-assetd.kompas.id/YP9K7Xe2ZclSGzswF9GOvsCvD2I=/1024x1445/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F18%2F21144874-f402-45d8-8475-49a6a9bf921d_png.png

Padahal, Pasal 18B Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur di dalam undang-undang.

Sebelum peristiwa bentrokan di Pulau Rempang, penggusuran paksa juga pernah terjadi di Wadas, Jawa Tengah; Air Bangis, Sumatera Barat; dan banyak wilayah lainnya dengan alasan PSN.

Bentrok antara masyarakat setempat/adat dan aparat di Pulau Rempang karena masyarakat mempertahankan haknya dinilai sebagai bentuk pengingkaran dan pelanggaran terhadap konstitusi.

Tindak kekerasan yang dilakukan aparat juga dapat dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan trauma dan luka sosial yang sulit disembuhkan. (LITBANG KOMPAS)