Pulau Rempang dikembangkan untuk jadi magnet investasi kawasan industri manufaktur, logistik, jasa, dan pariwisata. Lokasinya sangat strategis, yakni di Selat Malaka yang jadi salah satu jalur utama perdagangan dunia.
Oleh BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
JAKARTA, KOMPAS — Setelah tertunda bertahun-tahun, pengembangan Pulau Rempang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau KPBPB Batam di Provinsi Kepulauan Riau kini sudah siap menjadi lokasi tujuan investasi. Pulau ini direncanakan menjadi magnet investasi untuk berbagai sektor industri, jasa, dan pariwisata sehingga diharapkan menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, akhirnya setelah proses yang panjang, Pulau Rempang kini sudah bisa dan siap menerima investasi. ”Ini kemajuan dari proses panjang yang kita nanti lebih dari 18 tahun,” ujar Airlangga pada acara peluncuran program pengembangan Rempang KPBPB Batam, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Pada kesempatan itu, turut hadir antara lain Kepala BP Batam yang juga Wali Kota Batam Muhammad Rudi; Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad; pemilik perusahaan pengembang wilayah PT Makmur Elok Graha (MEG), Tommy Winata; Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Raja Juli Antoni; dan Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi. Selain itu, juga hadir perwakilan dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta pejabat lembaga negara lainnya.
Sebelumnya, pada Agustus 2004, Badan Pengusahaan (BP) Batam, Pemerintah Kota Batam, dan perusahaan pengembang wilayah PT Makmur Elok Graha (MEG) telah menandatangani kesepakatan kerja sama pengembangan Pulau Rempang. Namun, pengembangan Pulau Rempang ini tertunda karena persoalan pembebasan lahan. Kini, proses itu menurut pemerintah telah rampung.
Airlangga menjelaskan, Pulau Rempang ditargetkan bisa menarik investasi sebesar Rp 381 triliun sampai dengan 2080. Adapun investasi itu berasal dari berbagai sektor, mulai dari industri, jasa, dan pariwisata. Dari investasi tersebut diharapkan bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 306.000 orang.
”Pengembangan kawasan ini diharapkan bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi baru,” ujar Airlangga.
Kepala BP Batam yang juga Wali Kota Batam Muhammad Rudi menjelaskan, investasi yang masuk diperkirakan berasal dari industri manufaktur dan jasa logistik dengan skala kapasitas menengah. Rudi menambahkan, dari area yang akan dikembangkan di Pulau Rempang seluas 17.000 hektar, juga akan dikembangkan permukiman, kawasan wisata, serta kawasan jasa dan perdagangan.
Menurut Rudi, perjanjian kerja sama antara BP Batam dan PT MEG berlaku selama 80 tahun sejak 2004. Adapun kerja sama pengembangan terdiri dari area KPBPB Batam, area non KPBPB Batam, dan area perairan laut. Pengembangan kawasan tersebut diharapkan bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi tak hanya Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, tetapi juga ekonomi nasional.
Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad optimistis, pengembangan kawasan Pulau Rempang dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Lokasi Pulau Rempang sangat strategis, yakni di sekitar Selat Malaka yang menjadi salah satu jalur utama perdagangan dunia.
Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni mengatakan, secara yuridis dan legal formal, kawasan itu sudah memenuhi semua persyaratan. Pada kesempatan itu, Raja juga menyerahkan Surat Keputusan (SK) Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada BP Batam.
Dihubungi terpisah, ekonom dan peneliti industri, perdagangan, dan investasi Institute for Development and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan, mengingat posisinya yang strategis di sekitar Selat Malaka yang jadi jalur perdagangan dunia, pulau ini memiliki potensi pengembangan industri manufaktur dan pariwisata.
”Letaknya strategis sehingga ada potensi yang sangat besar yang bisa dikembangkan,” ujar Ahmad.
Kendati demikian, pengembangan kawasan ini menghadapi tantangan untuk peningkatan sumber daya manusia setempat agar menjadi tenaga kerja yang produktif dan terampil sehingga sesuai dengan kebutuhan investor. Selain itu, juga perlu penyediaan infrastruktur, sarana, dan prasarana yang mendukung pengembangan pulau tersebut.