Dari pengalaman konflik Proyek Strategis Nasional Pulau Rempang, Presiden harus memberikan instruksi supaya kriteria dan seleksi atas PSN dilakukan secara selektif, transparan, dan akuntabel.

Oleh MIMIN DWI HARTONO

Pulau Rempang mendadak menjadi perhatian publik nasional dan internasional karena bentrok antara ribuan masyarakat setempat dan aparat gabungan pada 7 September 2023. Bentrok terjadi karena aparat gabungan memaksa mengukur lahan untuk pembangunan Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City yang akan memakai seluruh wilayah pulau seluas sekitar 16.500 hektar tersebut. Di akhir periode Presiden Joko Widodo, saatnya melakukan evaluasi secara terbuka dan menyeluruh atas PSN karena berbagai konflik agraria yang ditimbulkannya.

Komnas HAM pada Januari-Agustus 2023 menerima 692 aduan konflik agraria, termasuk akibat Proyek Strategis Nasional (PSN). Pihak yang paling banyak diadukan atau diduga pelaku adalah korporasi atau perusahaan, pemerintah daerah, pemerintah pusat, badan usaha milik negara, dan kepolisian. Sektor yang paling banyak menyebabkan konflik agraria adalah pertanahan dan infrastruktur, termasuk pembangunan PSN. Hak asasi yang paling banyak diduga dilanggar adalah hak atas kesejahteraan.

Sejak dicanangkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo di awal periode menjabat, PSN menimbulkan berbagai persoalan hak asasi manusia (HAM) dan konflik agraria. Meskipun tujuan PSN adalah untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, dalam implementasinya banyak di antaranya justru menimbulkan korban dan menurunkan kualitas penikmatan HAM masyarakat terdampak.

Dalam kasus Pulau Rempang, masyarakat menentang karena investor dan pemerintah akan menggusur atau memindahkan paksa sekitar 7.500 orang masyarakat adat Pulau Rempang yang setidaknya menghuni 16 kampung adat Melayu Tua yang eksis sejak 1843. Kampung adat Melayu Tua, suku Orang Laut, dan suku Orang Darat di Pulau Rempang telah eksis jauh sebelum Indonesia merdeka.

Proyek Rempang Eco City (REC) diproyeksikan akan mendatangkan investasi Rp 381 triliun, tetapi masih pada 2080. Menurut informasi, sebenarnya investasi di Pulau Rempang sudah direncanakan sejak 2004, tetapi terhenti oleh berbagai sebab. Lantas pada 2023 pembangunan dilanjutkan dengan memasukkan pembangunan REC ke dalam daftar PSN. Pertanyaannya, mengapa REC bisa dimasukkan sebagai PSN?

Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan atau badan usaha yang memiliki nilai strategis untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Regulasi yang mengatur PSN telah diubah empat kali, terakhir adalah Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

https://cdn-assetd.kompas.id/fKNp7lsovhuRgOqYTzaix8zYuqA=/1024x810/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F06%2F25%2Fcb60966a-ea78-4e7b-8d7d-aa87b08113ca_png.png

Dalam rangka percepatan pelaksanaan PSN untuk kepentingan umum dan kemanfaatan umum, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Inpres ini ditujukan kepada para Menteri Kabinet Kerja, Jaksa Agung, Kepala Polri, Sekretaris Kabinet, Kepala Staf Kepresidenan, para kepala lembaga pemerintah nonkementerian, para gubernur, dan para bupati/wali kota.

Inpres No 1/2016 ini memberikan perintah berisi tindakan-tindakan yang terkait dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing pejabat untuk menyelesaikan masalah dan hambatan, serta mengambil kebijakan-kebijakan dalam percepatan pelaksanaan PSN.

Tindakan strategis lain yang diatur dalam Inpres No 1/2016 adalah menyelesaikan masalah dan hambatan dalam pelaksanaan PSN atau untuk memberikan dukungan dalam percepatan pelaksanaan PSN. Ini antara lain dengan mengambil diskresi dalam rangka mengatasi persoalan yang konkret dan mendesak; menyempurnakan, mencabut, dan/atau mengganti ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak mendukung atau menghambat percepatan pelaksanaan PSN; menyusun peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan yang diperlukan untuk percepatan pelaksanaan PSN; dan percepatan pengadaan tanah untuk pelaksanaan PSN.

Inpres No 1/2016 dalam implementasinya mengakibatkan berbagai permasalahan di lapangan yang memicu konflik agraria. Misalnya terkait dengan ketentuan melakukan diskresi kebijakan dan percepatan pengadaan tanah dengan mengatasi berbagai hambatan yang ada, yang di diterjemahkan secara kaku dan sepihak oleh pejabat sehingga menghambat terjadinya komunikasi dan dialog yang bermakna dengan masyarakat terdampak. Hal ini sebagaimana diduga terjadi di Pulau Rempang dan banyak wilayah lainnya di Indonesia.

Di UU No 2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum diatur tentang berbagai proyek yang dikategorikan sebagai ”kepentingan umum”, seperti pembangunan jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Ketentuan tentang definisi ”kepentingan umum” yang limitatif dalam UU No 2/2012 lantas diubah dalam UU No 6/2023 tentang Cipta Kerja yang menambah daftar proyek yang bisa masuk dalam ”kepentingan umum”, di antaranya adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau Kawasan Industri Prioritas. Dengan ketentuan ini diduga REC dimasukkan sebagai PSN.

Dengan dimasukkan sebagai PSN, berbagai hambatan yang terjadi dalam pembangunan REC yang mengakibatkan tertunda pembangunannya sejak 2004 diduga dapat diatasi karena mendapatkan dukungan kebijakan dan berbagai kemudahan dari negara sebagaimana Inpres No 1/2016. Pemerintah daerah pun tidak ada pilihan lain selain melaksanakan instruksi dari pemerintah pusat.

Keadilan dan kesejahteraan masyarakat

Negara memiliki wewenang melalui hak menguasai negara (HMN) atas tanah dan sumber daya alam di darat, laut, dan udara, tetapi wajib dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sebagaimana mandat Pasal 33 Ayat (3) UUD Negara RI 1945. HMN bukan berarti negara memiliki tanah dan sumber daya, melainkan negara diberi kuasa untuk mengelola dan memanfaatkannya sehingga menjamin keadilan dan kesejahteraan masyarakat sehingga menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah adalah bagian dari hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya yang dilindungi oleh Konstitusi dan UU No 5/1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang telah disahkan dalam UU No 11/2005.

Kovenan ini memandatkan Indonesia untuk merealisasikan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya secara progresif. Negara wajib memenuhi dan menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan dan investasi, bukan malah menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun, di Pulau Rempang, negara dan investor justru mengancam pemenuhan hak kesejahteraan warga masyarakat.

Pemerintah wajib memulihkan hak atas rasa aman dan kesejahteraan warga Pulau Rempang sehingga mereka dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan tenang. Keributan yang telah pecah menggoreskan luka masyarakat dan trauma, termasuk pada anak-anak, sehingga negara wajib hadir untuk menenangkan dan mengayomi warga. Dialog dan konsultasi yang bermakna harus dilakukan secara setara, dengan menghormati hak berpendapat dan berekspresi serta otonomi adat masyarakat Pulau Rempang.

Baca Juga: Kehadiran Negara dalam Konflik Rempang

Menurut Presiden Jokowi, selama delapan tahun pemerintahannya telah diselesaikan 161 PSN dan sebanyak 11 juta tenaga kerja terserap. Daya saing pun meningkat, dari 44 pada 2022 menjadi 34 pada 2023. Namun, data kuantitatif ini harus secara obyektif dikomparasikan dengan dampak pembangunan PSN berupa pelanggaran hak asasi manusia, kerusakan lingkungan, dan konflik struktural yang diakibatkannya.

Dari pengalaman konflik PSN Pulau Rempang dan berbagai PSN lainnya, Presiden Joko Widodo harus memberikan instruksi supaya kriteria dan seleksi atas PSN dilakukan secara selektif, transparan, dan akuntabel. Hal ini karena sering terjadi pemerintah memutuskan PSN tanpa diketahui oleh masyarakat terdampak dan pemerintah daerah.

Ruang partisipasi dan akuntabilitas ini harus diperbaiki karena PSN berimplikasi pada hak asasi dan penghidupan masyarakat. Seleksi dan evaluasi PSN yang selama ini dilakukan oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) harus diperbaiki sehingga lebih transparan dan akuntabel, dengan melibatkan masyarakat terdampak, lembaga negara independen, dan organisasi masyarakat sipil.

Komnas HAM pun telah menerbitkan Panduan Pembangunan PSN berbasis HAM yang seyogianya menjadi panduan bagi pemerintah dan investor dalam merencanakan, membangun, dan mengevaluasi PSN agar selaras dengan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan HAM.

Mimin Dwi HartonoAnalis Kebijakan Madya Komnas HAM