Narasi kampanye pemilu berupa gagasan memperbaiki dan meningkatkan pendidikan perlu diapresiasi. Namun, anggaran Kemendikbudristek hanya 2,7 persen dari APBN, tak banyak menyisakan ruang pendanaan untuk mewujudkannya.

 
 
Oleh
DIDI ACHJARI
 

Ilustrasi

HERYUNANTO

Ilustrasi

Pendidikan menjadi salah isu yang menarik dalam narasi kampanye pemilu.

Gagasan yang sering disampaikan, antara lain, kesejahteraan pendidik, akses pendidikan, dan biaya pendidikan. Banyak gagasan pendidikan yang berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan pendanaan APBN. Pertanyaannya, seberapa besar daya dukung APBN untuk mewujudkan gagasan-gagasan cemerlang tentang pendidikan tersebut?

Pendidikan adalah ”investasi” negara untuk penyiapan SDM bangsa. Tak ada negara yang maju secara teknologi, ekonomi, dan bahkan militer yang tak serius mendanai pendidikannya. Pemerintah pun telah menyediakan anggaran pendidikan melalui UUD 45 Pasal 31 Ayat (4) yang menyatakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD.

Menurut UU No 28/ 2022 tentang APBN 2023, anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian negara/lembaga (K/L) dan non-K/L, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang jadi tanggung jawab pemerintah, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan.

Jadi, anggaran pendidikan yang sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN tak hanya diperuntukkan bagi Kemendikbudristek, tetapi juga kementerian lain. Dengan indikator kinerja dan anggaran pendidikan yang tersebar di banyak K/L, berapa sebenarnya anggaran Kemendikbudristek?

Sesuai Peraturan Presiden No 130/2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023, anggaran pendidikan adalah Rp 612,2 triliun atau 20 persen dari total APBN Rp 3.061,2 triliun. Dari Rp 612,2 triliun anggaran pendidikan, Kemendikbudristek mendapat alokasi Rp 80,22 triliun, setara 13 persen anggaran pendidikan atau 2,7 persen dari APBN.

Anggaran Kemendikbudristek yang kecil menunjukkan betapa terbatas ruang pendanaan untuk mewujudkan gagasan narasi kampanye pemilu.

Salah satu eselon satu di Kemendikbudristek, yaitu Ditjen Dikti Ristek yang mengelola perguruan tinggi akademik (negeri dan swasta), mendapat alokasi Rp 29,3 triliun atau 0,9 persen dari APBN. Jika hanya memperhitungkan rupiah murni tanpa penerimaan negara bukan pajak (PNBP), anggaran Ditjen Dikti Ristek hanya 0,6 persen dari APBN.

Pendapatan perguruan tinggi negeri badan layanan umum (PTN BLU) merupakan PNBP yang diperhitungkan sebagai formula penerimaan di APBN walau penggunaannya terikat untuk PTN BLU itu.

Dengan demikian, PNBP PTN BLU juga diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran Kemendikbudristek. Semakin besar penerimaan PTN BLU, semakin sedikit anggaran rupiah murni yang bisa dipakai Kemendikbudristek untuk kegiatan rutin dan pengembangan.

Daya dukung anggaran

Anggaran Kemendikbudristek yang kecil menunjukkan betapa terbatas ruang pendanaan untuk mewujudkan gagasan narasi kampanye pemilu. Tanpa peningkatan anggaran untuk menjalankan gagasan pendidikan, akan berpotensi mengurangi anggaran pos lain. Dengan kondisi anggaran yang sekarang saja, ada kegiatan di Kemendikbudristek yang dijalankan secara terbatas menyesuaikan anggaran yang ada.

Contohnya, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan tunjangan profesi. Tahun 2023, kuota KIP Kuliah berkurang dibanding 2022. Banyak dosen dan guru yang sudah memenuhi syarat masih menunggu giliran mengikuti sertifikasi pendidik. Dengan demikian, mereka belum berhak atas tunjangan profesi.

Perlu tambahan anggaran agar pendidik yang memenuhi syarat bisa ikut sertifikasi dan dapat tunjangan profesi sesuai amanat UU Guru dan Dosen.

Sempitnya ruang anggaran Kemendikbudristek tak lepas dari dimasukkannya gaji pendidik sebagai bagian dari 20 persen APBN untuk pendidikan.

https://cdn-assetd.kompas.id/eEW_3X1r6NRLOLapDpt71Q7rrGc=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F16%2F2eee51cd-b614-4df2-b718-da3f8d7b8cb2_jpg.jpg

Ilustrasi

Keputusan MK No 24/2007 mengabulkan gugatan agar gaji pendidik dimasukkan dalam alokasi 20 persen APBN untuk pendidikan. Keputusan ini muncul karena adanya judicial review atas Pasal 49 Ayat (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang berbunyi, ”Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN.”

Menarik untuk membaca pendapat berbeda dari Hakim MK H Abdul Mukhtie Fadjar atas putusan MK itu. Diungkapkan, sebenarnya gaji guru dan dosen PNS sudah diatur tersendiri di Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil dan UU Guru dan Dosen. Apabila gaji pendidik dimasukkan dalam alokasi dana pendidikan sebagaimana dimaksud Pasal 49 Ayat (1) UU Sisdiknas, seluruh gaji guru dan dosen, baik PNS maupun non-PNS ditanggung negara.

Padahal, sesuai UU Guru dan Dosen, gaji pendidik non-PNS ditanggung lembaga pendidikan bersangkutan. Implikasi dari putusan MK itu adalah peningkatan anggaran pendidikan tak sebesar yang diharapkan.

Sebelum ada putusan MK, anggaran pendidikan yang tak termasuk gaji pendidik dan sekolah kedinasan diperkirakan sekitar 11,8 persen dari APBN tahun 2007. Dengan demikian, pemerintah waktu itu masih harus menambah anggaran 8,2 persen untuk mencapai setidaknya 20 persen APBN.

Dengan memasukkan komponen gaji pendidik PNS dalam rumus alokasi APBN, anggaran pendidikan telah mencapai sekitar lebih dari 18 persen. Untuk memenuhi kewajiban konstitusi, tak banyak anggaran yang harus ditambahkan.

Implikasi lain, setiap ada upaya peningkatan kesejahteraan pendidik akan berpotensi mengurangi pos anggaran lainnya. Ini karena gaji pendidik sudah termasuk alokasi 20 persen anggaran pendidikan.

Apabila gaji pendidik dimasukkan dalam alokasi dana pendidikan sebagaimana dimaksud Pasal 49 Ayat (1) UU Sisdiknas, seluruh gaji guru dan dosen, baik PNS maupun non-PNS ditanggung negara.

Narasi kampanye pemilu berupa gagasan untuk memperbaiki dan meningkatkan pendidikan perlu diapresiasi. Namun, anggaran Kemendikbudristek yang hanya 2,7 persen dari APBN tak banyak menyisakan ruang pendanaan untuk mewujudkan gagasan itu.

Inikah saatnya untuk mengubah UU Sisdiknas serta UU Guru dan Dosen agar anggaran pendidikan yang setidaknya 20 persen dari APBN dimaknai sebagai alokasi anggaran di atas (on top) gaji pendidik? Tanpa inovasi perundangan terkait anggaran pendidikan, gagasan cemerlang pendidikan hanya akan jadi retorika semata.

Baca juga : Anggaran Pendidikan Rp 660,8 Triliun, Optimalkan untuk Meningkatkan Kompetensi Guru

Didi Achjari

DOK. DIDI ACHJARI

Didi Achjari

Didi AchjariGuru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM; Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah V Yogyakarta 2019-2021