JAKARTA, KOMPAS- Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pembentuk undang-undang sama-sama tak keberatan jika batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun. Pengalaman di sejumlah negara serta dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan ketatanegaraan menjadi pertimbangan.
Tidak hanya itu, pemerintah dan DPR juga menyerahkan ketentuan soal batas usia minimal capres dan cawapres kepada Mahkamah Konstitusi (MK) meski sebetulnya persoalan itu menjadi kewenangan pembentuk UU. ”DPR menyerahkan sepenuhnya kepada MK untuk menilai konstitusionalitas pasal a quo,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman dalam sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di MK, Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman itu Habiburokhman hadir secara daring untuk memberikan keterangan sebagai perwakilan DPR. Sidang juga menghadirkan staf ahli Menteri Dalam Negeri Togap Simangunsong selaku kuasa Presiden.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ilustrasi. Suasana sidang pengujian materiil Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Kemarin, MK menyidangkan tiga perkara sekaligus terkait pengujian Pasal 169 Huruf q UU Pemilu yang mengatur syarat capres dan cawapres berusia paling rendah 40 tahun. Permohonan diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bersama beberapa pemohon perorangan lainnya; Ahmad Ridha Sabana dan Yohanna Murtika sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Garuda; serta sejumlah kepala daerah.
PSI meminta MK mengubah syarat usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun, sedangkan Partai Garuda meminta MK menyatakan syarat usia minimal 40 tahun atau pernah berpengalaman menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah.
Habiburokhman mengungkapkan, setidaknya 45 negara sudah mengatur syarat menjadi kepala pemerintahan adalah berusia minimal 35 tahun. Ketentuan itu di antaranya berlaku di Amerika Serikat, Brasil, Rusia, India, dan Portugal.
Karena itu, dapat diartikan bahwa hal itu (syarat usia) merupakan suatu yang bersifat adaptif, fleksibel sesuai kebutuhan penyelenggaraan ketatanegaraan, memperhatikan dinamika perkembangan usia produktif penduduk
Togap Simangunsong selaku kuasa Presiden juga menyampaikan, pemerintah mempertimbangkan perkembangan kebutuhan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan ketatanegaraan. Salah satunya terkait dengan batasan usia capres dan cawapres.
”Karena itu, dapat diartikan bahwa hal itu (syarat usia) merupakan suatu yang bersifat adaptif, fleksibel sesuai kebutuhan penyelenggaraan ketatanegaraan, memperhatikan dinamika perkembangan usia produktif penduduk,” katanya.
Dalam sidang itu, Habiburokhman juga menyampaikan bahwa dalam putusan-putusan sebelumnya, MK selalu menyatakan terkait dengan syarat usia merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka. Namun, dalam beberapa putusan terakhir, MK mengambil alih kewenangan pembentuk UU dan mengaturnya sendiri, sehingga terbuka peluang untuk menguji norma mengenai angka batas usia sepanjang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan MK.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menanyakan kepada pemerintah dan DPR mengenai aturan syarat minimal usia capres dan cawapres yang berubah-ubah dalam UU Pemilu. UU No 23/2003 dan UU No 42/2008, misalnya, mengatur usia minimal capres dan cawapres adalah 35 tahun, tetapi dalam UU No 7/2017 diubah menjadi 40 tahun.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Hakim konstitusi Anwar Usman (kanan) didampingi hakim konstitusi Saldi Isra membacakan putusan sidang perkara uji konstitusional sistem pemilu proporsional terbuka dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Hakim Konstitusi Saldi Isra mempertanyakan pengujian usia minimal menjadi capres dan cawapres yang sangat dekat dengan momen Pemilu 2024. Karena itu, ia mempertanyakan kapan perubahan itu nantinya diberlakukan, apakah pada Pemilu 2024 ataukah saat pergelaran Pemilu 2029.
Secara terpisah, Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor melihat, pengujian norma usia capres-cawapres itu sebenarnya sejalan dengan tren kepemimpinan dunia yang menampilkan banyak kaum muda di panggung politik nasional di banyak negara. Perubahan batas usia itu juga bisa menjadi momentum penyegaran dalam kepemimpinan nasional.
Kendati demikian, perubahan UU hendaknya tidak dilakukan untuk kepentingan pihak tertentu. Dalam konteks politik saat ini, sulit untuk tidak mengatakan bahwa upaya mengubah batas minimal usia calon wakil presiden tak terkait dengan upaya mendorong sejumlah tokoh untuk maju di Pilpres 2024.