Berkaca dari China, kereta cepat akan bersaing dengan pesawat. Dalam jarak 600 kilometer, masyarakat cenderung memilih kereta cepat, begitu pula sebaliknya. Hal ini membuktikan konektivitas antarkota.

Oleh YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah diingatkan untuk merevisi rencana tata ruang kabupaten dan kota yang dilalui Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Jika tak diantisipasi, dampak ekonomi langsung ke daerah, bahkan ke masyarakat kelas bawah, tak terasa. Perkembangannya justru berisiko menimbulkan membeludaknya masyarakat.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, berpendapat, hampir seluruh pembangunan kereta akan berimbas pada tata kotanya. Dalam pengembangan itu, masyarakat dan pemerintah daerah perlu membaca perubahan tata ruang di kawasannya.

Harapannya, kawasan berorientasi transit (TOD) dapat segera terbangun sebagai bagian akselerasi perekonomian daerah, imbas pembangunan kereta cepat. Kawasan yang perlu dicermati pemda itu adalah Stasiun Halim yang masuk ranah DKI Jakarta, diikuti Stasiun Karawang (Kabupaten Karawang), Stasiun Padalarang (Kabupaten Bandung Barat), serta Stasiun Tegalluar (Kabupaten Bandung).

”Kalau tidak diantisipasi perubahan tata ruang, (maka) akan terjadi peluberan kawasan sehingga manfaat ke masyarakat bawah tidak langsung terasa,” ujar Nirwono dalam Bedah Buku Regenerasi Urban: Kereta Cepat Mempercepat Transformasi Perkotaan di Universitas Pembangunan Jaya (UPJ), Tangerang Selatan, Banten, Senin (23/10/2023).

Dalam acara itu, hadir pula sejumlah narasumber lain. Mereka adalah Ketua Institut Studi Transportasi Darmaningtyas; Vice President of Intelligent Transportation System Association of Indonesia Resdiansyah; Guru Besar Institut Teknologi Bandung Al Rasyid; serta mantan Direktur Utama PT Jasa Marga Frans S Sunito.

Menurut Harun, ada peluang terbentuknya kota baru di sepanjang jalan yang terlewati kereta cepat, seandainya moda tersebut tak hanya berhenti di Bandung. Namun, berbagai kajian terhadap potensi ini memang perlu diperdalam.

Ketika berkompetisi dengan moda transportasi lain, kereta cepat berpotensi bersaing dengan pesawat, berkaca dari pengalaman China. Kedua moda transportasi ini masih bisa beradu hingga jarak sekitar 600 kilometer. Di bawah angka itu, kereta cepat lebih diminati masyarakat, begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan adanya konektivitas antarkota.

Pulau Jawa memiliki jalan tol dan bandara. Namun, belum ada desain besar kerja sama antarmoda agar dapat berkompetisi dan masih diatur negara. Padahal, potensinya besar ketika upaya ini bisa dioptimalkan.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menekankan keberadaan kereta cepat dapat mendukung mobilitas masyarakat dengan angkutan umum. Transportasi ini dapat mengembangkan kawasan trasit.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berharap bahwa keberadaan LRT Jabodebek dan juga Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat bisa dilanjutkan pada pemerintahan berikutnya, 3 Agustus 2023.

”Warga tak mesti tinggal di pusat kota, tetapi mereka bisa tinggal di kawasan dekat stasiun. Untuk bepergian, mereka bisa tinggal sambung-menyambung dengan moda transportasi lainnya,” katanya.

Selain mobilitas warga tersokong, beban ongkos transportasi juga akan terpangkas. Alhasil, perekonomian masyarakat bisa lebih efisien.

Pusat-pusat permukiman baru berpeluang dibangun perusahaan pengembang. Hal ini bisa memicu pertumbuhan kota-kota baru.