JAKARTA, KOMPAS – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi seusai memeriksa empat pengaduan dan tiga hakim konstitusi terkait aduan dugaan pelanggaran etik dalam putusan uji materi perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden-calon wakil presiden, Selasa (31/10/2023), menemukan banyak masalah. Persoalan itu mulai dari prosedur hingga cara pengambilan keputusan.
”Banyak masalah dalam cara pengambilan keputusan dan prosedur persidangan serta administrasi yang berkenaan dengan cara bekerja dalam mengambil keputusan. Dari tiga hakim ini saja, muntahan masalahnya banyak sekali,” kata Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK) Jimly Asshiddiqie, Selasa malam, seusai sidang pemeriksaan etik.
Jimly dan dua anggota MKMK, yakni Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams, kemarin, memeriksa tiga hakim konstitusi secara terpisah, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih.
Mereka diperiksa setelah MKMK memeriksa empat pengaduan etik, yaitu pengaduan Denny Indrayana, 15 guru besar, dan pengajar hukum tata negara yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS), LBH Yusuf, dan Zico Leonard Simanjuntak.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sejumlah Guru Besar Hukum Tata Negara dan kuasa hukumnya saat mengikuti Sidang Etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Ruang Sidang MKMK, Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Hakim Konstitusi Anwar Usman paling banyak diadukan dari 18 laporan yang diterima MKMK. Pengaduan paling banyak mempersoalkan dugaan konflik kepentingan dalam menangani uji materi perkara 90 terkait usia capres-cawapres.
Jimly mengatakan, MKMK akan melanjutkan pemeriksaan terhadap dua pelapor dan tiga hakim konstitusi, Rabu. Hakim konstitusi Saldi Isra, Manahan MP Sitompul, dan Suhartoyo akan menjalani pemeriksaan berikutnya.
Dua hakim lain—Daniel Yusmic P Foekh dan Guntur Hamzah—diperiksa Kamis. Pada Jumat, MKMK memeriksa lagi Anwar Usman. Putusan etik ditargetkan dibacakan pada Selasa (7/11/2023).
Menurut Jimly, masalah-masalah dalam putusan 90 sudah muncul dalam sidang pemeriksaan empat pengaduan. Masalah itu berupa hubungan kekerabatan, yakni hakim seharusnya mundur dari perkara, tetapi tidak mundur. Lalu, hakim berbicara di depan publik mengenai isu yang sedang ditangani atau diduga berkaitan dengan substansi perkara.
Di samping itu, ada hakim, yang karena kesal, mengungkap kemarahan ke publik dan ada hakim yang menulis dissenting opinion (pendapat berbeda), tetapi bukan substansi ide, melainkan ekspresi kemarahan. Ada pula persoalan prosedur registrasi.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie saat memimpin Sidang Etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Ruang Sidang MKMK, Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Dalam sidang etik kemarin, kuasa hukum CALS, Viola Reininda, mengungkapkan, MKMK hendaknya menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Anwar Usman dari jabatannya sebagai ketua dan hakim MK. Ada pelanggaran yang diduga dilakukan Anwar, yaitu terlibat konflik kepentingan saat memutus perkara 90 yang dinilai menguntungkan keponakannya, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden di Pemilu 2024.
”Keterlibatan dalam arti yang bersangkutan tak mengundurkan diri untuk memeriksa dan memutus perkara serta terlibat aktif melakukan lobi dan melancarkan perkara ini agar dikabulkan hakim yang lain,” ujar Viola. Tindakan itu dinilai melanggar prinsip independensi, prinsip ketidakberpihakan, dan integritas.
Denny Indranaya meminta MKMK memerintahkan MK mengoreksi putusan perkara 90. Denny menilai MKMK tak bisa menyatakan putusan 90 tidak sah. Hal itu hanya bisa dilakukan oleh MK sendiri.
Setelah pemeriksaan, saat ditanya apakah benar melakukan lobi-lobi terhadap hakim yang lain dalam perkara 90 terkait batas usia capres-cawapres, Anwar mengungkapkan, ”Bah. Ya, kalau begitu (lobi-lobi), putusannya masa begitu.”
Anwar mengaku tak pernah melakukan lobi-lobi. Anwar juga menyatakan pemeriksaan perkara 90 merupakan pengadilan terhadap norma. Di samping itu, pemeriksaan MK bukan pengadilan fakta yang berhubungan dengan orang tertentu.
”Ini pengadilan norma, (kepentingan) semua bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia,” kata Anwar saat ditanya mengapa tak mundur dari pemeriksaan perkara 90.
Soal di permohonan itu ada bagian yang menyebutkan nama Gibran, Anwar merespons, ”Pemohonnya siapa? Kan, gitu.” Ia meminta semua pihak menunggu keputusan MKMK.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat setelah pemeriksaan mengaku sangat sedih saat MK diparodikan sebagai Mahkamah Keluarga. Arief berharap MKMK menjawab keraguan publik terhadap MK setelah ada putusan 90 terkait syarat minimal usia capres dan cawapres.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Hakim konstitusi, Saldi Isra berbincang dengan Arief Hidayat (kanan), saat persidangan pengujian materiil Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (13/3/2023).
Sementara itu, dalam sidang paripurna DPR, Selasa pagi, anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu, mengusulkan hak angket terhadap MK karena menilai telah terjadi tragedi konstitusi setelah ada putusan MK tentang batas usia capres dan cawapres. Ia meminta anggota Dewan menggunakan hak angket.
”Konstitusi kita dinjak-injak. Kita harus gunakan hak konstitusional yang dimiliki lembaga DPR. Kita tegak lurus terhadap konstitusi,” katanya.
Ketua DPP PDI-P Komarudin Watubun menilai, sikap Masinton bukan sikap fraksi. Namun, ia mendukung sikap Masinton karena yang disuarakannya menyangkut hal-hal mendasar dalam kehidupan bernegara, yakni konstitusi.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad berpandangan, usulan hak angket merupakan hak konstitusional anggota DPR. Namun, usulan patut dipastikan apakah sesuai mekanisme aturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, hak angket merupakan hak DPR melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak angket DPR mesti diusulkan paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.
Kemarin malam, Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, dan Kementerian Dalam Negeri. KPU mengajukan usulan revisi Peraturan KPU No 19/2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Syarat calon yang sebelumnya menyatakan berusia paling rendah 40 tahun diubah jadi berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah. Ini sesuai putusan MK.
(ANA/BOW/NIA/SYA)