Mahkamah Konstitusi telah memutus beberapa permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dari beberapa register permohonan konstitusi terhadap batasan syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden yang teregister masuk di kepaniteraan lembaga konstitusi, terdapat satu permohonan yang dikabulkan, yakni judicial review yang diajukan seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan nomor register 90/PUU-XXI/2023.

Mahkamah berpendapat syarat usia minimal bagi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) adalah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan hasil pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Dengan demikian, konsekuensi dari putusan tersebut terbuka peluang dan kesempatan bagi seluruh warga negara yang pernah atau sedang menjabat kepala daerah untuk menjadi capres dan cawapres sepanjang mendapat dukungan dari minimal 20 persen suara di parlemen meskipun yang bersangkutan belum berusia 40 tahun.

Positivitas putusan tersebut akan segera diadaptasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga pelaksana pemilu ke dalam bentuk peraturan KPU yang berlaku sepanjang masa pendaftaran pasangan capres dan cawapres pada Pemilu 2024. Namun, bagi KPU, persoalan persyaratan capres dan cawapres pascaputusan MK ini bukan sekadar menambah klausul pernah atau sedang menjabat jabatan hasil pemilu dan atau pilkada. Sebab, persoalan syarat pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah butuh proses administrasi khusus.

Khususnya bagi kepala daerah yang sedang menjabat tentu perlu ditambah klausul lain, yakni surat izin dari Menteri Dalam Negeri, kepala daerah tingkat I (gubernur) bagi kepala daerah tingkat kabupaten/kota (bupati/wali kota), dan izin dari rakyat daerah melalui lembaga DPRD tempatnya menjabat sebagai kepala daerah. Penambahan ini sepenuhnya menjadi kewenangan KPU sebagai lembaga yang ditugaskan konstitusi untuk melaksanakan pemilu yang langsung, umum, bebas, dan rahasia. Kemampuan KPU untuk menetapkan syarat pasangan capres dan cawapres merupakan bentuk independensinya.

Artinya, masih mungkin putusan MK tersebut tereksepsi oleh peraturan KPU sebab pengaturan mengenai syarat administrasi pendukung dan proses verifikasinya merupakan kewenangan mutlak KPU. Asas lex speciali derogate lex generali berlaku dalam hal ini, di mana pasangan calon yang sah adalah selain memenuhi kriteria berdasarkan ketentuan UU Pemilu juga sesuai dengan peraturan KPU.

Bukan tidak mungkin, ada seseorang bupati/wali kota dan mendapat dukungan dari partai politik dan atau gabungan partai politik untuk maju sebagai pasangan capres dan cawapres pada Pemilu 2024, tetapi tidak berhasil memperoleh izin tertulis baik dari Mendagri, gubernur, dan izin dari rakyat daerah melalui DPRD setempat. Dengan demikian, atas kekurangan syarat administrasi karena tidak memperoleh izin tersebut, tentu saja mengakibatkan calon yang bersangkutan harus dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) keluar ruangan sidang saat Hakim MK Saldi Isra (kiri) membacakan <i>dissenting opinion</i> (pendapat berbeda) atas putusan dikabulkannya capres dan cawapres di bawah 40 tahun dengan syarat berpengalaman sebagai kepala daerah di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023).

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) keluar ruangan sidang saat Hakim MK Saldi Isra (kiri) membacakan dissenting opinion (pendapat berbeda) atas putusan dikabulkannya capres dan cawapres di bawah 40 tahun dengan syarat berpengalaman sebagai kepala daerah di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023).

Kewenangan penyelenggara pemilu

Urgensi mendapatkan izin-izin tersebut merupakan bentuk dari etika jabatan publik yang mengharuskan setiap pejabat publik menjunjung tinggi tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala daerah dengan prinsip tidak menyalahgunakan jabatannya dan fasilitas yang melekat kepadanya untuk kepentingan pribadi. Keberadaan izin menegaskan, pada dasarnya kepala daerah dilarang tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selama masa jabatannya, tetapi ada pengecualian bagi keadaan mendesak seperti untuk melanjutkan tugas pengabdian di wilayah yang lebih luas.

Izin dari atasan, yakni menteri dan gubernur bagi bupati/wali kota, menegaskan adanya hubungan hierarki antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Adapun izin dari DPRD setempat merupakan wujud kedaulatan rakyat atas pemerintah daerah, di mana tugas kepala daerah adalah mengurusi rakyat di daerah.

Urgensi mendapatkan izin-izin tersebut merupakan bentuk dari etika jabatan publik.

Keberadaan izin tersebut sangat perlu diaturkan dalam PKPU terbaru mengenai syarat pasangan capres dan cawapres. Apalagi, di tengah adanya kecurigaan putusan MK tersebut dalam rangka memuluskan jalan politik figur tertentu, maka keberadaan pengaturan syarat seperti ini jelas memberi koreksi atas kecurigaan itu sekaligus membatasi cara berpikir yang apriori.

Salah satu kewenangan lembaga penyelenggara pemilu adalah membuat peraturan dalam tahapan pemilu, termasuk menetapkan syarat administrasi. Ketika KPU mampu memformulasikan putusan MK tersebut ke dalam PKPU yang baik, maka putusan MK tidak dapat lagi dilihat dari perspektif keinginan dari pihak-pihak tertentu saja. Namun, putusan tersebut memang benar-benar dilandasi atas suatu pertimbangan yang relevan dan kontekstual dari suatu permohonan judicial review dan patut untuk dikabulkan. Tugas peradilan adalah memberikan putusan atas sesuatu yang dimohonkan kepadanya.

Spanduk dibentangkan peserta aksi yang berisi pesan tuntutan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menolak permohonan gugatan syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden saat aksi di Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (16/10/2023).

KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Spanduk dibentangkan peserta aksi yang berisi pesan tuntutan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menolak permohonan gugatan syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden saat aksi di Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (16/10/2023).

Dengan sisa waktu beberapa hari ini, maka merupakan tugas yang cukup banyak bagi KPU untuk segera menyesuaikan syarat pasangan capres dan cawapres pascaputusan MK bagi peserta yang akan didaftarkan oleh partai politik dan gabungan partai politik. KPU adalah lembaga yang independen dan mandiri dalam mengambil keputusan untuk mewujudkan pemilu yang demokratis. KPU tidak perlu ragu-ragu dalam menetapkan sejumlah syarat administrasi tambahan kepada pasangan capres dan cawapres yang sedang menjabat kepala daerah.

Terhadap keadaan yang khusus diperlukan pengaturan yang lebih khusus, sedangkan menjabat sebagai kepala daerah saat pendaftaran merupakan keadaan khusus yang dimiliki oleh pasangan capres dan cawapres. Justru tidak tepat apabila KPU seandainya hanya menambahkan syarat pasangan capres dan cawapres pascaputusan MK salah satunya adalah berusia minimal 40 tahun atau pernah/menjalani jabatan hasil pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Tanpa ada penambahan syarat administrasi pendukung lainnya tentu sulit bagi KPU untuk melakukan verifikasi kebenaran seorang calon benar-benar sedang menduduki jabatan hasil pemilihan umum dan atau pemilihan kepala daerah atau tidak. Pengaturan syarat administrasi berupa izin dapat membuktikan seseorang benar sedang memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pejabat hasil pemilihan umum, tetapi sedang ditiadakan sementara karena ada alasan mendesak.

Sepanjang KPU dengan lugas dan gesit dalam menetapkan peraturan KPU mengenai syarat pasangan capres dan cawapres pascaputusan MK, maka tahapan pemilu dipastikan dapat berjalan lancar tanpa ada kekhawatiran berlebih atas kemungkinan terjadinya pemilu yang curang. Pada akhirnya rakyat yakin 100 persen yang berhasil memenangi Pemilu 2024 adalah pasangan presiden dan wakil presiden yang dipilih rakyat melalui suatu proses pemilu yang berasas mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.

Ruben Sandi Yoga Utama PanggabeanMahasiswa Program Studi Doktor Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan

Facebook: ruben panggabean

 
 
Editor:
YOVITA ARIKA