Di usia 78 tahun negeri ini, apakah para guru sudah merdeka sebagai sebuah profesi? Apakah guru-guru sudah merdeka sejahtera? Sejak negara ini berdiri, ”kemerdekaan profesi guru” masih menjadi PR yang harus diselesaikan.

 
 
Oleh
CATUR NURROCHMAN OKTAVIAN
 

https://cdn-assetd.kompas.id/hNXhWroXeGLQCaVjAS_5YH0ilwY=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F21%2F6e42ab0c-7f6d-4520-8c92-e5dc8c8f0fac_jpg.jpg

Merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Ke-78 RI, dunia pendidikan perlu kembali melakukan refleksi kritis terhadap perjalanan panjang bangsa dalam membangun sumber daya manusianya.

Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo, perhatian pada pembangunan sumber daya manusia menjadi prioritas, tetapi apakah perhatian terhadap guru sebagai aktor penting dan sentral sudah menjadi perhatian utama?

Di usia 78 tahun negeri ini, apakah para guru sudah merdeka sebagai sebuah profesi? Apakah guru-guru sudah merdeka kesejahteraannya? Sudah 78 tahun negara ini berdiri, tetapi ”kemerdekaan profesi guru” masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Kemerdekaan profesi guru yang masih harus diperjuangkan terutama merdeka secara finansial dan merdeka belajar sesuai program prioritas dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

 

Guru merdeka finansial

Profesi guru belum menjanjikan masa depan yang cerah karena belum dapat menjamin kesejahteraan yang baik.

Tidak mengherankan, banyak anak-anak muda cerdas, hebat, dan potensial enggan menjalani profesi sebagai guru. Gaji guru honorer yang bekerja di sekolah pemerintah dan guru nontetap yang bertugas di sekolah swasta lebih variatif dan tidak ada standar upah minimum yang jelas.

Disparitas kesejahteraan guru terlalu besar antara guru-guru yang mengajar di sekolah swasta kecil dan yang bonafide. Guru S-1 mendapatkan upah jauh lebih rendah dibandingkan dengan lulusan SMA yang bekerja sebagai kasir toko ritel swalayan.

Rendahnya upah menyebabkan banyak guru belum merdeka secara finansial. Praktik gali lubang tutup lubang kerap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan finansialnya. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, guru menjadi profesi yang kerap terjerat pinjaman daring ilegal. Berdasarkan riset No Limit Indonesia yang dikutip OJK, 43 persen korban pinjaman seperti ini berprofesi sebagai guru.

Baca juga: Kesejahteraan Guru Belum Terjamin, Merdeka Belajar Masih Meragukan

Guru yang harusnya memiliki literasi finansial yang tinggi tak berdaya menghadapi kebutuhan hidup yang terus tinggi, sementara penghasilannya tidak memadai. Akibatnya, pinjaman daring ilegal sebagai jalan pintas yang justru semakin menjerat para guru semakin dalam ke lubang kesulitan.

Selain itu, rendahnya kesejahteraan guru juga menyebabkan integritas semakin terkikis. Belum lama publik dihebohkan dengan masalah tak terbayarkannya uang tabungan murid di dua kecamatan di Pangandaran, Jawa Barat, sebanyak Rp 7,47 miliar. Dari jumlah itu, sekitar Rp 1,5 miliar dipinjam guru sehingga kasusnya mencuat ke publik dan ditangani inspektorat setempat (Kompas.com, 28/6/2023).

Dari kedua contoh kasus tersebut, dapat diambil benang merah bahwa rendahnya kesejahteraan para guru masih menjadi permasalahan klasik yang membutuhkan resep jitu dari para pengambil kebijakan untuk mengatasinya.

https://cdn-assetd.kompas.id/75Wsy4ZnTkBThL1U7OX1yDVF-Dk=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F03%2F12%2F2db06cb2-e666-45e1-95cf-84a70cd90750_jpg.jpg

 

Guru merdeka waktu kerja

Sejatinya, waktu kerja para guru dan pendidik lainnya tidak dapat disamakan dengan profesi lain yang bekerja di kantor-kantor yang mengurusi pekerjaan teknis administratif.

Guru dan dosen merupakan pendidik yang bekerja mengurus manusia dengan segala problematika dan persoalan psikologis yang melingkupinya. Guru dan pendidik lainnya tak dapat dipatok bekerja layaknya orang kantoran dari pukul 08.00 sampai pukul 16.00 atau nine to five.

Contoh konkret, penulis sebagai seorang guru yang memiliki tugas tambahan di bidang kesiswaan harus menangani panggilan dari polsek setempat pukul 23.00 karena beberapa siswanya ada yang tertangkap tangan akan melakukan tawuran dengan siswa sekolah lain. Ini dilakukan di luar jam kerja, tanpa memikirkan adanya jam lembur dan honor apa pun.

Dulu, waktu libur, guru mengikuti libur sekolah. Namun, kini penerapannya berbeda-beda di sejumlah daerah. Ada daerah yang menetapkan hari libur sekolah dan guru dapat menikmati waktu liburnya itu. Ada pula daerah yang menerapkan kebijakan, waktu libur sekolah, guru tetap wajib masuk dan mengisi daftar hadir secara daring dan faktual.

Padahal, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP No 11/2017 tentang Manajemen PNS pada Pasal 315 terdapat perubahan.

Guru dan dosen merupakan pendidik yang bekerja mengurus manusia dengan segala problematika dan persoalan psikologis yang melingkupinya.

Pada PP No 11/2017 disebutkan, PNS yang menduduki jabatan guru pada sekolah dan jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan disamakan dengan PNS yang telah menggunakan hak cuti tahunan.

Sementara di PP No 17/2020 yang baru, bunyi Pasal 315 diubah menjadi PNS yang menduduki jabatan guru pada sekolah dan jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan berhak mendapatkan cuti tahunan.

 

Penafsiran PP

Di sejumlah daerah, terdapat perbedaan dalam menafsirkan PP ini. Ada daerah yang memberikan libur bagi guru sesuai liburan sekolah dan ada yang memberikan cuti tahunan. Namun, ada pula daerah yang mewajibkan guru tetap masuk ke sekolah pada liburan sekolah dan hanya diberikan cuti tahunan.

Waktu libur bagi guru sangat penting agar mereka bisa menyegarkan kembali pikirannya dengan menambah wawasan pengetahuan yang dibutuhkan dalam pembelajaran di kelas.

Selain itu, para guru bisa menggunakan waktu liburnya untuk mengembangkan diri dengan mengikuti berbagai kegiatan pengembangan keprofesian, seperti seminar, pelatihan, lokakarya, dan bimbingan teknis yang menunjang karier profesinya.

Kegiatan pengembangan diri dapat diperoleh guru melalui organisasi profesinya karena tak semua guru dapat kesempatan mengikuti kegiatan pengembangan diri dari pemerintah.

Selain untuk meningkatkan kompetensi dan pengembangan profesi, waktu libur guru juga dapat digunakan untuk mempererat kohesi keluarga dan meningkatkan waktu yang berkualitas dalam mendidik anak-anaknya sendiri. Jangan sampai para guru yang diberikan tugas berat mendidik anak bangsa tak ada kesempatan dalam mendidik anak-anak mereka sendiri.

Baca juga: Pemerintah Berkomitmen Menyejahterakan Guru

Kemerdekaan bagi guru sebagai sebuah profesi yang bermartabat memang harus terus diperjuangkan agar spirit merdeka belajar yang didengung-dengungkan pemerintah tidak hanya menjadi slogan kosong karena tidak menyentuh para guru selaku aktor penting dalam dunia pendidikan.

Catur Nurrochman Oktavian,Guru; Wakil Ketua Dewan Eksekutif APKS PB PGRI; Wakil Bendahara PB PGRI

Catur Nurrochman Oktavian

DOK. PRIBADI

Catur Nurrochman Oktavian

 

Editor:
SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN